MajmusSunda News, Selasa (31/12/2024) – Artikel berjudul “Mengenang Pahlawan Pendidikan Tanah Sunda Raden Dewi Sartika” ini ditulis oleh: Dr. Ernawan S. Koesoemaatmadja, M.Psi., M.B.A., CIQA., CQM., CPHRM., Anggota Dewan Pinisepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Goede Morgen Miyn Mevrouw
Seperti tahun tahun sebelumnya, dimana setiap memperingati keluhuran Almh. Raden Dewi Sartika, dikaitkan dengan Hari Ibu tanggal 22 Desember 2024, selalu sunyi dan sepi, sangat kontras dan berbeda bila perayaan Hari Kartini diselenggarakan, baik itu di Sekolah Sekolah, Lembaga lembaga maupun di Birokrasi.
Almh. Ibu Raden Dewi Sartika, adalah Pahlawan Nasional, yang mengabdikan seluruh langkah langkah kehidupannya, dicurahkan bagi Dunia Pendidikan serta Perjuangan emansipasi kaum Perempuan Indonesia, khususnya di Tatar Sunda.
Ibu Raden Dewi Sartika, lahir di Bandung pada tanggal. 4 Desember 1884, putri dari Raden Ayu Rajapermas, ayahnya adalah Raden Soemanegara, seorang Patih Bandung, yang dihukum buang oleh Penjajah ke Pulau Ternate, karena sering berani melawan Belanda.

Melihat kondisi Perempuan Perempuan didalam lingkungan kehidupannya, beliau merasa trenyuh, melihat bagaimana para perempuan tidak bisa Sekolah, tidak mampu baca tulis hitung, terlebih lebih kalau mereka dari Keluarga Somah dan Bulu Taneuh, bukan Keluarga Menak.
Memperhatikan nafas kehidupan para Somah, ti ngongkoak nepi ka ngungkueuk, yang berprinsip Bengkung ngariung , bongkok ngaronyok, berganti generasi ke generasi, hidupnya tetap berputar pada lingkaran kebodohan, kreativitas bulu taneuh tidak pernah berubah, padahal essensi hidup sudah ditanamkan, yaitu : Mun teu ngopek moal nyapek, Mun teu ngakal moal Ngakeul.
Memakai bahasa sekarang, tatanan hidup dan kehidupan keluarga Somah dan Bulu Taneuh, karena kurangnya pendidikan, menjadi tidak Achievement Oriented, menggantunkan diri pada nasib, Sikap konformisme, Orientasi kepada / kumaha anu Dibendo, dan mentalitas tidak percaya pada diri sendiri.
Awalnya upaya Dewi Sartika, dalam menerapkan bidang pendidikan, adalah dengan melatih dan mengajari anak anak pegawai Kabupaten, dan mendapat Apresiasi dukungan penuh dari Kangjeng Bupati Bandung ( terkenal sebagai Bapak Moderinisasi Bandung ), yaitu Raden Adipati Aria Martanagara, sehingga akhirnya Dewi Sartika berhasil mendirikan Sekolah bagi anak anak Perempuan di Bandung, yang diresmikan pada Tanggal. 16 Januari 1904, dengan nama SAKOLA ISTRI, yang juga mendapat perhatian dan dukungan Inspektur Kantor Pengajaran, seorang Belanda bernama Meneer Den Hammer.
Penekanan pendidikannya adalah pola dari diajar menjadi Belajar, para muridnya diajar belajar, agar mereka nanti bertanggung jawab, untuk mengembangkan Hirup tur Huripna diri sendiri melalui belajar ketrampilan ( theori dan praktek ), dimana disamping belajar Baca – tulis – berhitung, juga keahlian Keputrian , seperti : Menjahit, Memasak, Mencuci, Menyetrika pakaian, Bordir, Sulam, Membatik, Kesehatan Keluarga, Kesenian, serta Kerajinan tangan. Suatu nilai keilmuan yang bisa dibawa dan ditularkan sampai usia tua.
Pendidikan model seperti saat itu, menciptakan Ilmu Ilmu Kehidupan baru, menghasilkan dasar dasar manusia baru, juga menanamkan Standar Moral atau Karakter Mulia Bangsa.
Pendidikan Sakola Istri tersebut, meningkatkan harkat dan derajat perempuan, yang saat itu secara umum kebanyakan hanya dikiaskan sebagai pendamping laki laki. ( Konco wingking, Dulang Tinande, Patih Goah dan lain-lain), tetapi dengan Pendidikan Keputrian tersebut, tanpa disadari telah mempersiapkan Perempuan Perempuan Jasmani yang sehat, penuh energi, emosi perduli, mencintai dan menghormati, nalar yang cerdas, logis & kreatif, akhlak / jiwa Etika, Moral, nilai nilai serta kearifan.
Kemajuan serta pengembangan SAKOLA ISTRI yang demikian pesat, berdiri sekitar 9 Sekolah dibeberapa wewengkon, pada tahun 1910 dirubah menjadi SEKOLAH KAUTAMAAN ISTRI, dan sekitar tahun 1913 pada gempungan Pameran Karya Wanita ( Tentoonstelling De Vrouw ), Ibu Raden Dewi Sartika mendapat Diploma ( Piagam ) dari Pemerintah Belanda, atas upayanya di bidang Pendidikan Perempuan, sedangkan pada bulan September 1914, Koloniale Tentoonstelling di laksanakan di Semarang, kembali lagi Ibu Raden Dewi Sartika diberi kesempatan mengucapkan Pidato, terkait Pendidikan dan Pengajaran Gadis Pribumi, sehingga Beliau disebut Een Kranige Vrouw ( Wanita Pandai dan terampil ), tertera dalam majalah Indie tanggal 8 November 1922, di wartakan oleh ME.Reitsma serta Brutel De La Riviere.
Pada tahun 1940 nama Sekolah berganti lagi, menjadi SEKOLAH RADEN DEWI, mengabadikan jasa beliau, apalagi setelah Beliau menerima penghargaan Ridder In De Oranye Nassau Orde dari Pemerintah Belanda.
Semua keberhasilan Beliau, tidak terlepas dari dukungan moril serta materiil dari Suaminya, Raden Agah Soeriawinata, seorang Guru HIS ( Hollandsch Inlandsche School ) yang juga Enlightened ( berpandangan maju ), sangat mendukung langkah langkah Istrinya.
Raden Dewi Sartika wafat pada tanggal 11 September 1947, di daerah Cineam Tasikmalaya, dalam usia 63 tahun, saat revolusi kemerdekaan berkecamuk, Beliau ikut mendukung perjuangan Bangsa, dan turut mengungsi dari Bandung ke Tasik.
Setelah revolusi selesai, beliau ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Perjuangan seperti Ibu Raden Dewi Sartika diatas, haruslah menjadi Tonggak Kebanggan dan Semangat Perempuan SUNDA, janganlah hanya jadi De Goede Oude Tijd, tetapi harus menjadi contoh Semangat yang Tohaga bagi Generasi Muda, dan Eere Wier Eere Toekomt.
Kepustakaan : Bandung Tempo dulu, dan bacaan lain.
***
Judul: Mengenang Pahlawan Pendidikan Tanah Sunda Raden Dewi Sartika
Penulis: Dr. Ernawan S. Koesoemaatmadja
Editor: Jumari Haryadi
Sekilas info Penulis
Dr. Ernawan S. Koesoemaatmadja, M.Psi., M.B.A., CIQA., CQM., CPHRM., adalah anggota Dewan Pinisepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan Majelis Musyawarah Sunda (MMS). Penulis pernah bertugas sebagai General Manager HRD, General Manager Accounting – Finance, Direktur HRM & Adm, Serta Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan & Alumni, Wakil Rektor Bidang Keuangan, Asset & Legal.
***