MajmusSunda News, Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (4/11/2024) – Artikel dalam Rubrik “SEJARAH” berjudul Danghyang Sempakwaja Sang Rajaresi Sunda dari Galunggung ini ditulis oleh: Agung Ilham Setiadi,
Danghyang Sempakwaja dikenal dalam sejarah Sunda Sang Rajaresi dari Galunggung. Ia putra sulung atau cikal dari Sang Rajaresi Wretikandayun pendiri Kerajaan Galuh (612 M) , jejak atau tapak lacak pusat kerajaannya ada di Bojong Galuh (sekarang masuk Desa Karangkamulyan, Kabupaten Ciamis).
Sejak Galuh merdeka lepas memisahkan diri dari induknya Kerajaan Sunda Sembawa yang menjadi Rajanya Tarusbawa (Kabupaten Bogor sekarang), berlangsung 569-723 M, tanpa harus terjadi dengan pertumpahan darah, peperangan dan korban nyawa, cukup dengan selembar surat.
Danghyang Sempakwaja Sang Rajaresi putra pertama dari Raja Galuh Wretikandayun sangat berpengaruh dan berwibawa di Galunggung. Ia menjadi Rajaresi di Galunnggung sempat mengeluarkan kata-katanya yang terkenal sampai sekarang
Yuwaraja (Putra Mahkota) yang tidak bisa mempertahankan kabuyutan dari serangan musuh, maka dirinya lebih hina dari kulit lasun (kulit yang sudah di buang ditempat sampah). Kabuyutan pada zaman Danghyang Sempakwaja dianggap tempat suci
Wretikandayun ayah dari Danghyang Sempakwaja yang sama-sama resi (ahli agama) adalah putra bungsu dari Raja Kendan Sang Kandiawan yang punya gelar Rajaresi Dewaraja. Ia mengundurkan diri jadi pertapa di Layuwatang Kuningan.
Raja Kendan Sang Kandiawan menunjuk penggantinya putra bungsu (ke 5), Sang Wretikandayun yang pada waktu itu sudah menjadi Rajaresi di Menir (Kendan sekarang Cicalengka, Kabupaten Bandung).
Diketahui dari leluhurnya Danghyang Sempakwaja, ayahnya Wretikandayun dan kakek Sang Kandiawan, semuanya menjadi raja dan merangkap sebagai guru dan pemimpin keagamaan
Sang Kandiawan, kakek dari Sempakwaja ayahnya Wretikandayun dianggap satu-satunya yang pas meneruskan tahta kerajaan di Kendan.
Sang Wretikandayun pendiri Kerajaan Galuh dari Kendan
Sang Wretikandayun dinobatkan sebagai penguasa baru menggantikan kedudukan ayahnya, pada tanggal 14 bagian terang bulan Citra tahun 534 Saka (23 Maret 612 Masehi). Tatkala naik tahta Wretikandayun baru berusia 21 tahun dan ia lahir tahun 591 M (Yuganing Raja Kawasa Drs. Yoseph Iskandar/hal 107)
Dalam buku Sejarah Jawa Barat (Yuganing Raja Kawasa) ditulis oleh Drs. Yoseph Iskandar Wretikandayun merupakan Raja keempat dari Dinasti Kendan.
Saat dinobatkan menjadi Raja Kendan Wretikandayaun sejaman dengan Raja Tarumangara Sri Maharaja Kretawarman (561-628 M), hingga sampai ke penguasa Tarumanagara lainnya, dari Sang Sudawarman, Sang Nagajayawarman dan Sang Linggawarman (666-669 M). Raja Kendan sendiri masih menjadi bawahan Kerajaan Tarumanagara.
Namun sejak dinobatkan menjadi raja, ia memindahkan ibukota kerajaan yang semula di Kendan pindah ke ibukota baru yang diberi nama Galuh (permata).
Lokasi Kerajaan Galuh berada di lahan yang diapit oleh Sungai Cimuntur dan Citanduy (sekarang Situs Bojong Galuh, Desa Karangkamulyan, Kecamatan Cijeungjing, Kabupaten Ciamis).
Sejak pamor Kerajaan Sunda Sembawa Tarusbawa terus menurun, pada tahun 670 M, Kerajaan Tarumangara sebuah kerajaan besar di Jawa Barat telah berakhir, sekaligus mengakhiri kekuasaan Dinasti Warman.
Usai Dinasti Warman lenyap, muncul dua kerajaan, di sebelah barat Sungai Citarum menjadi Kerajaan Sunda, sedang di kawasan sebelah timurnya menjadi Kerajaan Galuh. Setelah berpisah Wretikandayun membuktikan kepiawaiannya dihadapan Tarusbawa.
Kepada Tarusbawa dalam suratnya ia menyatakan mendapat dukungan dari raja-raja yang ada di Jawa Tengah. Wretikandayun menggalang persahabatan dengan Kerajaan Kalingga (630 M) Jawa Tengah.
Tidak disebutkan rajanya pada saat itu, hanya saja sebagai raja dari ayah Kartikayesinga, juga sebagai mertua Maharani Sima (YRK/YI/hal 111).
Judul: Danghyang Sempakwaja Sang Rajaresi Sunda dari Galunggung
Penulis: Agung Ilham Setiadi
Editor: AIS