Kapan Bulog Jadi Lembaga Otonom Pemerintah Lagi?

Oleh: Ir. Entang Sastraatmadja

MajmusSunda News, Kolom OPINI, Jawa Barat, Minggu (20/04/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Kapan Bulog Jadi Lembaga Otonom Pemerintah Lagi?” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Pada awalnya, berubahnya BULOG menjadi Perum BULOG, sepertinya bukan kehendak murni Pemerintah. Ada yang berpendapat, hal itu terjadi karena tekanan IMF yang saat itu membuat Pemerintah bertekuk-lutut. Apa yang diminta IMF harus dipenuhi. Keperkasaan IMF ketika itu, membuat banyak kebijakan ekonomi nasional, yang seolah-olah menghilangkan jati diri bangsa.

Ir. Entang Sastraatmadja, penulis – (Sumber: tabloidsinartani.com)

Salah satu lembaga Pemerintah yang dibidik IMF adalah BULOG. Sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), BULOG dianggap penting untuk direvitaliasi menjadi sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam bentuk Perum. Sebagai BUMN, Perum BULOG dituntut untuk memerankan diri sebagai perusahaan yang harus memberi keuntungan dalam menggerakkan roda perusahaannya.

Di sisi lan, Perum BULOG pun diminta untuk tetap menjalankan fungsi “social responsibility” nya. Berdasarkan pengalaman, ke dua peran yang melekat dalam sebuah BUMN berstatus Perum, bukanlah hal yang cukup mudah untuk ditempuh. Sebagian besar Perum lebih dituntut mengutamakan tanggung-jawab sosialnya ketimbang mengedepankan fungsi bisnisnya.

BULOG lahir sebagai upaya Negara dalam semangat untuk membela dan melindungi petani dari permainan pihak-pihak tertentu yang ingin meminggirkan petani dari pentas pembangunan. Dengan peran strategis melakukan pengadaan dan penyaluran gabah/beras, pada jamannya BULOG sering disebut sebagai “sahabat sejati” petani. BULOG tidak sedikitpun disiapkan untuk menjadi “musuh” petani.

Kehadiran dan keberadaan BULOG terekam mampu menjadi lembaga yang berpihak kepada petani dan masyarakat melalui kebijakan harga dasar (floor price) dan harga atap (ceiling price). Harga dasar dimaksudkan untuk menolong petani, manakala harga pasar lebih rendah dari harga dasar. Pada suasana harga yang demikian, Pemerintah melalui BULOG berkewajiban membeli harga gabah diatas harga dasar tersebut.

Sebaliknya, jika harga beras di pasar menunjukkan angka di atas harga atap, maka Pemerintah langsung akan melakukan operasi pasar. Hubungan gabah dan beras dalam “agrubisnis perberasan” adalah sebuah kesatuan yang dalam kebijakannya, perlu diatur sedemikian rupa, sehingga dapat menjaga stabilitas harga yang efektif dan efesien.

Setelah berubahnya status BULOG dari LPND menjadi BUMN, keberadaan Perum BULOG ditambah peran khusus agar BUMN ini dituntut untuk mengeruk keuntungan dari bisnis yang dikelolanya. Sejatinya BUMN memang tidak boleh merugi. Hanya berdasarkan pengamatan yang menyeluruh, jarang sekali kita akan menemukan BUMN sekelas Perum yang untung.

Kita tentu tidak mungkin akan menutup mata, banyak bisnis rintisan yang digarap Perum BULOG hampir tidak ada yang menguntungkan. Bahkan ketika Perum BULOG masuk ke dalam bisnis sapi, malah berujung dengan masuknya Aparat Penegak Hukum ke dalam BUMN ini. Sialnya, bisnis sapi yang digarap menelan korban para petinggi BULOG untuk jadi penghuni hotel prodeo.

Jujur harus diakui, tidak gampang merubah sikap dari pegawai LPND menjadi BUMN. Dari “priyayi”menjadi pebisnis, tidak segampang menetapkan aturan merubah LPND jadi BUMN. Begitulah yang terjadi di Perum BULOG. Walau ada kebijakan merekrut tenaga profesional untuk menjalankan fungsi bisnis di Perum BILOG, dalam kenyataannya BUMN ini sudah meraup untung.

Sejak menjadi BUMN. Perum BULOG dinakhkodai oleh berbagai sosok dengan latar belakang yang berbeda. Ada sosok politisi. Ada profesional. Ada mantan birokrat. Ada mantan Jendral Polisi. Ada Guru Besar dari Perguruan Tinggi. Dan kini dipercayakan kepada seorang profesional lagi. Pertanyaannya adalah mengapa belum ada sosok pengusaha handal yang diminta untuk mengelola Perum BULOG ini ?

Setiap anak bangsa yang diberi amanah untuk menjadi Direktur Utama Perum BULOG, tentu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kita pasti akan memahaminya. Dibanding dengan BUMN sekelas Perum lainnya, Perum BULOG memang memiliki karisma tersendiri dalam peta bumi ekonomi bangsa. Terlebih bila sudah berkaitan dengan impor beras.

Kebijakan impor beras sendiri, terbilang sexy, karena banyaknya tudingan yang bernada miring terhadap pelaksanaannya. Tidak sedikit yang menuduh impor beras merupakan peluang bagi oknum-oknum tertentu untuk meraup keuntungan sesaat. Bahkan muncul isu, dibalik impor yang dilakukan, muncul impor beras ikutan yang disebut “beras sepanyol” alias separuh nyolong.

Atas perkembangan dan perjalanan Perum BULOG diatas, sebetulnya kita berharap ketika ada seorang Guru Besar Perguruan Tinggi dipercaya menjadi Dirut Perum BULOG, maka dirinya mampu memetakan pola kepemimpinan Dirut-Dirut sebelumnya, untuk dijadikan cermin dalm menentukan kebijakan Perum BULOG ke depan.

Sosok Guru Besar yang dipercaya jadi Dirut Perum BULOG, pasti beda dengan Dirut-Dirut Perum BULOG pendahulunya. Mestinya ada terobosan cerdas yang lahir dalam kebijakan dan pelaksanaannya di lapangan. Termasuk mulai mengkaji tentang apa untung dan ruginya bila Perum BULOG dari BUMN kembali jadi Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK).

Sayang, sebelum memberi pemikiran terbaik bagi posisioning BULOG ke depan, Guru Besar itu, telah dimundurkan dari posisinya selaku Dirut. Padahal, dirinya baru menjabat Dirut Perum Bulog baru 10 bulan.

***

Judul: Kapan Bulog Jadi Lembaga Otonom Pemerintah Lagi?
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *