MajmusSunda News, Sabtu (20/11/2024) – Saya, Dr. Dicky Budiman, M.Sc.PH., PhD., ahli kesehatan dengan pengalaman panjang dalam ketahanan dan keamanan kesehatan, serta mantan praktisi kebijakan kesehatan di Kementerian Kesehatan, Bappenas, dan BPJS Kesehatan. Saya telah terlibat langsung dalam perancangan dan implementasi kebijakan kesehatan nasional. Pengalaman ini memperkuat kemampuan saya dalam mengidentifikasi kebutuhan kebijakan yang mendukung layanan kesehatan masyarakat, memahami tantangan birokrasi, dan mengevaluasi dampak kebijakan terhadap masyarakat.
Berdasarkan pengalaman ini, berikut adalah analisis mendalam atas Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 161 Tahun 2024 tentang struktur baru Kementerian Kesehatn, dan bagaimana struktur ini dapat dioptimalkan untuk mendukung program prioritas Presiden Prabowo di bidang kesehatan, termasuk skrining kesehatan, eliminasi TB, dan penurunan angka stunting, serta kesinambungan pembangunan kesehatan jangka pendek dan panjang.
Tinjauan Latar Belakang Keppres No. 161 Tahun 2024
Keppres ini memberikan landasan struktur organisasi dan tata kerja baru bagi Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang mencakup fungsi-fungsi utama dalam pelayanan kesehatan primer, penanggulangan penyakit, pengelolaan farmasi, dan alat kesehatan, serta pengembangan sumber daya manusia kesehatan. Presiden Prabowo mengusung beberapa prioritas strategis di bidang kesehatan, seperti:
Pertama, skrining kesehatan nasional: Program ini diharapkan dapat mendeteksi dini risiko penyakit di masyarakat, terutama penyakit tidak menular (PTM) yang semakin meningkat;
Kedua, eliminasi tuberkulosis (TB): Indonesia memiliki beban TB yang tinggi dan eliminasi TB adalah salah satu prioritas untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat;
Ketiga, penurunan stunting: Program ini bertujuan mengurangi prevalensi stunting melalui perbaikan nutrisi, sanitasi, dan intervensi kesehatan lainnya untuk generasi masa depan yang sehat;
Keempat, keberlanjutan pembangunan kesehatan: Mengembangkan sistem yang tidak hanya adaptif terhadap perubahan tetapi juga berkelanjutan dalam jangka pendek dan panjang, dengan fokus pada ketahanan dan kemandirian sektor kesehatan.
Analisis SWOT
Strengths (Kekuatan): Struktur Organisasi Tersegmentasi dan Spesifik
Keberadaan Direktorat Jenderal khusus untuk Kesehatan Primer dan Komunitas, serta Penanggulangan Penyakit akan memungkinkan fokus yang lebih dalam pada kesehatan primer, pencegahan, dan respons penyakit. Ini sangat mendukung program skrining kesehatan dan eliminasi TB dan penanganan stunting.
Penguatan Kebijakan dan Koordinasi Strategis:
Wakil Menteri bertugas membantu Menteri dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan, memastikan koordinasi strategis lintas direktorat. Hal ini memperkuat efisiensi dalam menangani program nasional yang lintas sektoral seperti penurunan stunting.
Fokus pada Pengembangan SDM Kesehatan:
Direktorat Jenderal Sumber Daya Manusia Kesehatan memungkinkan peningkatankuantitas dan kualitas tenaga kesehatan, terutama di daerah kepulauan, perbatasan, tertinggal dan terpencil.
Weaknesses (Kelemahan): Potensi Beban Birokrasi yang Kompleks
Dengan bertambahnya posisi dan bidang kerja, terdapat risiko birokrasi yang terlalu kompleks yang dapat memperlambat pengambilan keputusan, terutama dalam situasi yang membutuhkan respons cepat, seperti penyebaran penyakit.
Keterbatasan Koordinasi di Antara Direktorat:
Tanpa mekanisme koordinasi yang efisien, direktorat-direktorat ini bisa menjadi silo yang bekerja sendiri-sendiri sehingga menghambat efisiensi dan efektivitas implementasi kebijakan lintas unit.
Opportunities (Peluang): Peningkatan Akses Kesehatan Primer dan Pencegahan
Fokus pada kesehatan primer membuka peluang bagi Kemenkes untuk memperluas akses layanan kesehatan preventif hingga ke komunitas pedesaan, mendukung program skrining dan menurunkan beban stunting.
Penguatan Kemandirian Farmasi Nasional:
Keberadaan Direktorat Jenderal Farmasi dan Alat Kesehatan mendukung percepatan produksi dalam negeri, membantu kemandirian farmasi yang penting untuk keberlanjutan program TB dan layanan kesehatan lainnya.
Peluang Kerja Sama Internasional dan Pendanaan:
Dengan struktur yang terfokus, Kemenkes dapat menarik lebih banyak kerja sama dan pendanaan internasional untuk mendukung program-program prioritas nasional.
Threats (Ancaman): Tantangan Keberlanjutan Anggaran
Program kesehatan nasional yang luas memerlukan anggaran berkelanjutan, yang dapat menjadi tantangan jika terjadi perubahan alokasi anggaran atau kendala finansial nasional.
Resistensi Internal terhadap Perubahan:
Potensi resistensi dari dalam Kemenkes atau pihak-pihak terkait dapat menghambat penerapan kebijakan baru dan efektivitas struktur baru.
Rekomendasi untuk Optimalisasi Struktur Baru
1. Mekanisme Koordinasi dan Monitoring Terpadu Lintas Direktorat: Membangun tim koordinasi lintas direktorat yang dipimpin langsung oleh Wakil Menteri, untuk memastikan kebijakan seperti skrining kesehatan nasional dan eliminasi TB berjalan sinkron di semua lini. Setiap direktorat perlu memiliki indikator kinerja utama (KPI) yang dievaluasi secara periodik agar program berjalan sesuai target.
2. Penguatan SDM melalui Pelatihan Berbasis Teknologi dan Komunitas: Melalui Direktorat Jenderal SDM Kesehatan, lakukan pelatihan berkelanjutan bagi tenaga kesehatan di bidang pencegahan TB, deteksi dini stunting, serta keterampilan manajemen program kesehatan komunitas. Teknologi telemedicine juga perlu diperkenalkan di daerah yang sulit dijangkau untuk pemeriksaan dan konsultasi kesehatan primer.
3. Optimalisasi Program Digitalisasi Kesehatan: Pengembangan sistem data terpadu di bawah Sekretariat Jenderal untuk menyatukan semua data layanan kesehatan primer, penyakit, dan farmasi. Data ini akan mendukung pemantauan kesehatan yang efisien dan pengambilan keputusan berdasarkan bukti, yang sangat penting untuk skrining nasional dan pelaporan TB.
4. Penguatan Sistem Anggaran yang Berkesinambungan dan Efisien: Untuk mendukung kesinambungan program jangka pendek dan panjang, Kemenkes perlu memperjuangkan anggaran yang fokus pada prioritas strategis nasional serta melakukan efisiensi anggaran dalam pengelolaan barang milik negara. Ini juga bisa melibatkan inovasi pembiayaan, seperti kolaborasi publik-swasta dan pendanaan dari donor internasional untuk proyek-proyek kesehatan.
5. Penyusunan SOP dan Pengawasan Terstruktur: Setiap direktorat jenderal perlu memiliki standar operasional prosedur (SOP) yang terarah dan pengawasan berkala melalui Inspektorat Jenderal untuk memastikan program seperti skrining kesehatan nasional dan eliminasi TB berjalan sesuai rencana.
6. Strategi Komunikasi Publik yang Kuat: Edukasi masyarakat terkait stunting dan TB harus digencarkan, dengan memanfaatkan kanal-kanal media digital untuk menjangkau komunitas lebih luas. Direktorat Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas bisa bekerja sama dengan Dinas Kesehatan di tingkat daerah untuk menjalankan program komunikasi ini.
Rekomendasi di atas dimaksudkan agar struktur Kementerian Kesehatan yang baru ini akan lebih efisien dan efektif dalam mendukung program Presiden Prabowo dan menghadapi tantangan kesehatan nasional. Melalui penguatan SDM, koordinasi lintas sektor, dan pemanfaatan data serta teknologi, Keppres ini dapat menjadi fondasi kuat bagi transformasi sistem kesehatan Indonesia yang berkelanjutan.
***
Judul: Analisis Mendalam Atas Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 161 Tahun 2024 tentang Struktur Baru Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Penulis: dr. Dicky Budiman, M.Sc.PH., PhD.
Editor: Jumari Haryadi
Sekilas tentang penulis
Artikel dalam kolom OPINI media online MajmusSunda News ini yang berjudul “Analisis Mendalam Atas Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 161 Tahun 2024 tentang Struktur Baru Kementerian Kesehatan Republik Indonesia” ditulis oleh Dicky Budiman. Beliau adalah Dokter (Unpad), Epidemiolog (Griffith Univ), Environmental Health (Griffith Univ), PhD Peneliti Global Health Security (Pandemic, Leadership, Risk Comm) Center for Environment and Population Health Griffith University – Australia, dan Anggota Forum Dewan Pakar Riset, Ketenagakerjaan, UMKM dan Pemberdayaan Masyarakat, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).