MajmusSunda News, Kolom OPINI, Jawa Barat, Senin (15/09/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Tidak Sepatutnya Wamen Merangkap Jadi Komisaris BUMN” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Jabatan Wakil Menteri, kini ramai digunjingksn. Walau akan diberlakukan 2 tahun mendatang, ketegasan Mahkamah Konstitusi yang melarang Wakil Menteri rangkap jabatan dengan Komisaris atau Dewan Pengawas BUMN, sepertinya layak diberi acungan jempol. Sekalipun demikian, sah-sah saja jika muncul pertanyaan, mengapa aturan tersebut harus menunggu dua tahun ke depan ?

Dalam Pemerintahan Presiden Prabowo, Wakil Menteri (wamen) di Indonesia dapat menjabat sebagai komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), meskipun ada Putusan Mahkamah Konstitusi No. 80/PUU-XVII/2019 yang menyebutkan bahwa pejabat publik dilarang merangkap jabatan di perusahaan negara maupun swasta.
Namun, putusan tersebut juga menyebutkan bahwa ada pengecualian jika diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dalam praktiknya, banyak wamen yang menjabat sebagai komisaris BUMN. Tercatat 26 wamen dari total 56 wamen dalam Kabinet Merah Putih yang masuk dalam jajaran komisaris BUMN.
Beberapa contoh wamen yang menjabat komisaris BUMN adalah:
– Wakil Menteri Pertanian. Sudaryono sebagai Komisaris Utama PT Pupuk Indonesia (Persero)
– Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan sebagai Komisaris PT Pupuk Indonesia (Persero)
– Wakil Menteri Kebudayaan, Giring Ganesha sebagai Komisaris PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Tbk
Penunjukan wamen sebagai komisaris BUMN umumnya dilakukan dengan pertimbangan sinergi antara kementerian teknis dan pengelolaan perusahaan milik negara. Namun, belum adanya regulasi teknis yang mengatur secara spesifik batasan jabatan rangkap antara wamen dan komisaris membuat praktik ini terus berjalan di berbagai kabinet.
Ada beberapa pertimbangan, mengapa Wakil menteri (wamen) dilarang menjadi komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Berikut beberapa poin penting.
Pertama, Putusan Mahkamah Konstitusi. Putusan MK Nomor 80/PUU-XVII/2019 menyatakan bahwa wamen tidak boleh merangkap jabatan pada perusahaan negara atau swasta karena status mereka sebagai pejabat publik yang memiliki tanggung jawab penuh pada tugas dan wewenangnya.
Kedua, Larangan Rangkap Jabatan. Undang-Undang Kementerian Negara dan Undang-Undang BUMN melarang menteri dan pejabat lainnya untuk merangkap jabatan sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha. Wamen juga termasuk dalam kategori ini karena pengangkatan dan pemberhentiannya merupakan hak prerogatif presiden, sama seperti menteri.
Ketiga, Pasal 17 Huruf a UU Pelayanan Publik. Pasal ini menegaskan bahwa pelaksana pelayanan publik dilarang merangkap sebagai komisaris atau pengurus organisasi usaha, terutama bagi pelaksana dari lingkungan instansi pemerintah, BUMN, dan BUMD. Dengan demikian, wamen tidak boleh menjadi komisaris BUMN karena dapat menimbulkan konflik kepentingan dan mengganggu kinerja mereka sebagai wakil menteri.
Catatan kritis yang dapat diajukan adalah ada apa kok Pemerintahan Presiden Prabowo masoh menerapkan rangkap jabatan tersebit ? Berdasarkan pengamatan yang ada, Pemerintah masih melakukan rangkap jabatan wakil menteri (wamen) dengan komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) karena beberapa alasan.
Pertimbangan utamanya, bisa karena terjadinya kekosongan norma hukum. Meskipun ada putusan Mahkamah Konstitusi yang melarang rangkap jabatan, belum ada aturan eksplisit yang melarang wamen menjadi komisaris BUMN. Pemerintah memanfaatkan kekosongan norma hukum ini untuk menempatkan wamen sebagai komisaris BUMN.
Bisa juga karena dalih sinergi. Pemerintah berdalih bahwa penunjukan wamen sebagai komisaris BUMN dapat meningkatkan sinergi antara kementerian dan BUMN. Namun, dalih ini dipertanyakan karena dapat menimbulkan konflik kepentingan.
Tidak menutup kemungkinan karena kurangnya pengawasan. Wamen memiliki ruang gerak yang lebih bebas dan tidak terlalu terpantau publik, sehingga potensi konflik kepentingannya lebih tersembunyi namun berbahaya.
Bahkan karena budaya kekuasaan. Praktik rangkap jabatan ini menyuburkan budaya kekuasaan yang lentur terhadap batasan etika. Pemerintah perlu membangun tata kelola yang bersih dan profesional dengan melarang rangkap jabatan.
Menurut keterangan Pemerintah sendiri, Istana Kepresidenan telah menyatakan bahwa pemerintah menghormati putusan Mahkamah Konstitusi tentang larangan wamen rangkap jabatan sebagai komisaris BUMN dan meminta waktu untuk melaksanakan putusan tersebut. Namun, perlu ada langkah konkret untuk mencegah praktik rangkap jabatan ini terus berlanjut.
Untuk mencari jalan keluar terbaik atas masalah seperti ini, keputusan pemerintah dalam menjawab rangkap jabatan wakil menteri (wamen) dengan komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) adalah dengan mengeluarkan peraturan yang jelas dan tegas untuk melarang praktik ini. Beberapa langkah yang dapat diambil antara lain :
1. Mengeluarkan peraturan. Pemerintah dapat mengeluarkan peraturan yang jelas dan tegas untuk melarang wamen merangkap jabatan sebagai komisaris BUMN. Peraturan ini dapat berupa peraturan presiden atau peraturan menteri yang mengatur tentang larangan rangkap jabatan.
2. Menerapkan sanksi. Pemerintah dapat menerapkan sanksi bagi wamen yang melanggar peraturan ini, seperti pencopotan jabatan atau sanksi administratif lainnya.
3. Meningkatkan transparansi. Pemerintah dapat meningkatkan transparansi dalam penunjukan wamen dan komisaris BUMN, sehingga masyarakat dapat memantau dan mengawasi proses penunjukan.
4. Membangun tata kelola yang bersih. Pemerintah dapat membangun tata kelola yang bersih dan profesional dengan memisahkan antara jabatan politik dan jabatan di BUMN.
Langkah ini patut diambil agar pemerintah dapat menunjukkan komitmennya untuk membangun tata kelola yang bersih dan profesional, serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan yang kini tengah manggung. Jadi, betapa mulianya, jika mulai detik ini, para Wamen yang menjabat Komisaris di BUMN secepatnya mundur dan fokus menjalankan tugas dan fungsinya selaku Wakil Menteri.
***
Judul: Tidak Sepatutnya Wamen Merangkap Jadi Komisaris BUMN
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi












