MajmusSunda News, Kota Bandung, Jawa Barat, Sabtu (24/05/2025) – Seniman sangat peka perasaannya, jiwanya selalu gelisah, terutama dalam melihat ketimpangan kehidupan di masyarakatnya. Ya dari gelisah jiwanya itu dia bertanya, meluruskan, menyuarakan kebaikan dan kebenaran lewat karyanya yang spektakuler. Hebatnya dalam membuat karyanya, diantaranya ada yang memilih bahan/media yang tidak kita perkirakan sebelumnya.
Seperti seniman Teguh Joko Dwiyono yang membuat lukisan dari bahan sisa-sisa atau limbah dapur seperti cangkang telur, kantong plastik (kantong keresek) dan styrofoam, kepekaan dan keterampilannya, telah menghasilkan karya yang spektakuler dan punya nilai seni/estetis yang tinggi, serta mengandung pesan lingkungan dan filosofi kehidupan, bahkan karya-karyanya bernilai jual tinggi banyak dipesan pecinta seni luar di negeri.

Tak heran kalau karyanya yang bernapaskan lingkungan hidup itu dapat pengahargaan Rekor MURI (2005) dan terkenal hingga ke seantero dunia. Karya Dwiyono pernah dipamerkan di Jerman, Prancis, Singapura dan Brunei Darusallam. Malahan pada tahun 2000, kebanjiran pesanan dari Amerika Serikat, Inggris dan Bahrain. Bahkan pernah mengekspor karyanya sekontainer penuh.
Dwiyono juga menjadi seniman satu-satunya yang berpameran di Jerman dengan lukisan berbahan cangkang telurnya yang unik. Dwiyono menggunakan cangkang telur ayam negeri, ayam kampung, telur bebek dan telur puyuh untuk menciptakan mosaik dan abstrak. Ia bisa mengeksplorasi lebih dari 40 warna alami dari cangkang telur yang diolah menjadi material tahan cuaca dan awet serta tak dikerumuni semut.
Pada pamerannya yang bertajuk “Sisa Menjadi Cipta” di Alijoy Coffee Jl. Nanas No.12, Cihapit, Kota Bandung, Jumat (23/5/2025).

Pengunjung bisa melihat sebagain karya Dwiyono dari ribuan karyanya yang berbahan kulit telur dan limbah plastik, diantaranya : Bunga Bermekaran, Kebersamaan , Nyaman, Nafas Kehidupan, Naluri Kehidupan, Tari Barong, Bunga Matahari, Kupu-kupu, Tanah Lot, Empang, Hitam Putih Kehidupan, Gairah, Pohon, Bunga dan Sinar matahari, Kasih Sayang, Phoenix, Candi Borubudur, Plengkung Keraton, dan Gunung Merapi.
Selain berpameran Dwiyono juga membuka workshop untuk umum. Seniman trah Magetan Jawa Timur ini memang tidak pelit berbagi ilmu, selama ini ia kerap membuka kelas seni gratis untuk masyarakat, dibiayai dari penjualan lukisannya. Ia mengajarkan teknik daur ulang limbah sebagai bentuk kepedulian terhadap lingkungan.
Ia berharap dengan mengajar beberapa orang akan berkesinambungan melahirkan pelukis dan mentor-mentor duta-duta lingkungan hidup, merawat lingkungan dari sampah-sampah plastik yang baru bisa terurai 100 tahun lebih.

Malahan pada tahun 1998 ketika Krisis Moneter melanda Indonesia, ia merekrut 32 karyawan yang kena pemutusan Hubungan Kerja (PHK), melatih mereka membuat karya dari cangkang telur yang bernilai jual tinggi.
“Makanya mulai sekarang masyarakat jangan membuang sampah plastik sembarangan. Silakan bawa aja ke tempat saya, nanti akan saya olah menjadi barang yang bernilai tinggi. Limbah yang terbuang di pantai dan dimana-mana itu kan hampir 80% plastik dan plastik baru terurai 100 tahun lebih. Makanya harus kita olah. Silakan kita ajari kalau mau. Siapa pun asal berjiwa seni dan ada kemauan, bisa mengolah sampah menjadi karya,“ kata Dwiyono serius.
Jadi kata Dwiyono hal ini sangat bagus sekali buat penyelamatan lingkungan, bahkan ke depan ia akan membuat satu komunitas orang-orang yang peduli terhadap lingkungan dengan membuat karya dari limbah plastik.

Menurut Founder Nayanika Art Gallery, Antonius Alijoyo atau yang akrab disapa Anton, karya-karya Dwiyono ini pas sekali dengan visi Nayanika sebagai galeri seni pertama yang mengedepankan penggunaan bahan-bahan limbah untuk karya seni.
“Berangkat dari kepedulian kita semua, bertanggung jawab untuk keberlanjutan hidup kita. Jadi bagaimana kita membuat kehidupan sosial dan alam jadi lebih baik, maka kegiatan-kegiatan yang meningkatkan nilai dari bahan-bahan yang tadinya tidak berguna seperti limbah plastik, kulit telur menjadi sesuatu yang bernilai tambah dan menjadi karya seni yang bernilai tinggi, itu suatu hal yang baik . Dan untuk itu kita apresiasi sekali Pak Dwiyono yang perduli ke hal ini, juga terimakasih kepada sponsor jasa raharja dan jam krida, yang peduli dan mau mensosialisasikan lebih jauh,” kata Anton.

Dany Java Jive, Teguh Joko Dwiyono, Yulia Dyah Anggraeni, Antonius Alijoyo dan Agus Subrata dalam Eksebisi Galeri Nayanika 2025 “Sisa Menjadi Cipta” di Alijoy Coffee Jl. Nanas No. 12 Bandung (Foto: Redaksi)
Apresiasi terhadap pelukis Dwiyono disampaikan oleh Yulia Dyah Anggraeni selaku Plt. Kasubag Keuangan, Akuntansi & ESG, Jasa Raharja Kanwil Utama Jawa Barat.
“Ini acara yang sangat luar biasa yang memperlihatkan bentuk kepedulian seorang seniman dalam wujud seni dan mencintai lingkungan serta dapat merubah sesuatu yang kita rasa tidak berguna, sampah plastik dan cangkang telur bisa diubah jadi sesuatu yang berharga dan juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Semoga acara ini bisa berlangsung di kota- besar lainnya,” ujar Yulia Dyah Anggraeni.
Selanjutnya Dany Gumilar atau Kang Dany Java Jive, yang juga hadir dalam pembukaan pameran, menyampaikan apresiasinya terhadap Dwiyono.
“Kalau melihat dari karya-karyanya Pak Dwiyono ini memang sosok yang luar biasa. Tapi yang patut dihargai dan diapresiasi adalah ide-ide cemerlang, dan kepeduliannya terhadap lingkungan hidup itu yang tidak ternilai. Semoga Pak Dwiyono bisa istiqomah, terus konsisten berkarya di jalur pilihannya dengan mengolah limbah menjadi karya-karya seni bernilai tinggi, “ demikian apresiasi dari Kang Dany Java Jive.

Dwiyono sebenarnya tidak punya latar belakang pendidikan seni. Skill seninya didapat secara otodidak. Tapi darah seninya yang mengalir dari kakeknya pelukis wayang kulit, terus bergejolak dalam dadanya. Hingga Dwiyono meninggalkan kariernya sebagai konsultan teknik sipil untuk mengejar passion seni.
Awal karyanya memakai media cangkang telur, terinspirasi dari insiden tidak sengaja menginjak cangkang telur di dapur (1995). Ia juga mengaitkan cangkang telur dengan simbol ‘Rahim Ibu’, sebagai penghormatan kepada perempuan dan alam.
Melalui karyanya, Dwiyono ingin menyadarkan masyarakat, bahwa limbah bisa menjadi berkah. Ia menggabungkan seni dengan upaya pelestarian lingkungan, seperti mengurangi sampah plastik yang butuh puluhan, bahkan ratusan tahun baru bisa terurai. (Asep GP)
***
Judul: Teguh Joko Dwiyono Sulap Limbah Plastik Jadi Seni Berkelas Dunia di Galeri Nayanika Bandung
Jurnalis: Asep GP
Editor: Asep Ruslan