MajmusSunda News, Minggu (11/05/2025) – Artikel berjudul “Spirit Perguruan Thawalib” ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif, pria kelahiran Sukabumi, Jawa Barat dan Anggota Dewan Pinisepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Saudaraku, kemarin saya diundang menjadi pembicara dalam perayaan milad 114 tahun Perguruan Thawalib Padang Panjang. Di antara dinding yang masih berbisik tentang semangat jihadul ilmi, saya merasakan denyut sejarah yang tak pernah mati: Thawalib adalah penjaga api Islam yang menyinari zaman dengan kasih dan semangat berkemajuan. Di sini, pendidikan bukan ritual, melainkan revolusi—merajut kesalehan dengan nalar kritis, tradisi dengan terobosan.

Budi-pekerti menjadi jiwa: Budi adalah kesatuan pikiran, perasaan, dan kemauan yang diasah lewat tafakkur merdeka; pekerti adalah tenaga lahir dari olah pikir, rasa, raga, dan karsa. Murid-murid Thawalib tumbuh bagai pohon berkah: berakar pada akhlak Al-Qur’an, menjulang dengan ilmu yang mencerahkan, merindang dalam kolaborasi, berbuah inovasi yang menebar rahmat.
Di era digital, Thawalib berbisik: “Jangan biarkan algoritma mengikis ruhani.” Guru-guru mengajar dengan proyektor, tapi semangatnya tetap sama: teknologi harus menjadi sarana rahmatan lil ‘alamin. Data diajarkan sebagai kisah, inovasi dibingkai etika, kecerdasan buatan diarahkan untuk membasuh luka dunia.
114 tahun api ini tak padam. Ia menyala dalam diskusi santri yang mempertanyakan, langkah guru yang meyakini kelas sebagai mihrab, dan layar-layar digital yang melanjutkan warisan mencerahkan. Thawalib bukan monumen, melainkan mercusuar: merajut adzan dengan kode program, khazanah kitab kuning dengan terobosan futuristik.
Di sini, gairah keislaman diperbarui—seperti api yang abadi karena kayu bakarnya selalu diganti. Selama masih ada guru yang menorehkan hikmah di papan elektronik, dan murid yang membuka mushaf sambil menatap layar algoritma, nyala ini takkan padam. Sebab, Thawalib adalah bukti: Islam berkemajuan bukanlah mimpi. Ia pelita yang terus menyala—menggenggam ilmu di satu tangan, kasih di tangan lain—menerangi gelombang zaman yang tak pernah berhenti bergulir
***
Judul: Spirit Perguruan Thawalib
Penulis: Prof. Yudi Latif
Editor: Jumari Haryadi
Sekilas tentang penulis
Prof. Yudi Latif adalah seorang intelektual terkemuka dan ahli dalam bidang ilmu sosial dan politik di Indonesia. Pria yang lahir Sukabumi, Jawa Barat pada 26 Agustus 1964 ini tumbuh sebagai pemikir kritis dengan ketertarikan mendalam pada sejarah, kebudayaan, dan filsafat, khususnya yang terkait dengan Indonesia.
Pendidikan tinggi yang ditempuh Yudi Latif, baik di dalam maupun luar negeri, mengasah pemikirannya sehingga mampu memahami dinamika masyarakat dan politik Indonesia secara komprehensif. Tidak hanya itu, karya-karyanya telah banyak mengupas tentang pentingnya memahami identitas bangsa dan menguatkan nilai-nilai kebhinekaan.
Sebagai seorang akademisi, Yudi Latif aktif menulis berbagai buku dan artikel yang berfokus pada nilai-nilai kebangsaan dan Islam di Indonesia. Salah satu karya fenomenalnya adalah buku “Negara Paripurna” yang mengulas konsep dan gagasan mengenai Pancasila sebagai landasan ideologi dan panduan hidup bangsa Indonesia.
Melalui bukunya tersebut, Yudi Latif menekankan bahwa Pancasila adalah alat pemersatu yang dapat menjembatani perbedaan dan memperkokoh keberagaman bangsa. Gagasan-gagasan Yudi dikenal memperkaya wacana publik serta memperkuat diskusi mengenai kebangsaan dan pluralisme dalam konteks Indonesia modern.
Di luar akademisi, Yudi Latif juga aktif dalam berbagai organisasi, di antaranya pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Indonesia. Melalui perannya ini, ia berusaha membangun kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap Pancasila sebagai ideologi negara. Komitmennya dalam mengedepankan nilai-nilai kebangsaan membuatnya dihormati sebagai salah satu tokoh pemikir yang berupaya menjaga warisan ideologi Indonesia.