MajmusSunda News, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (16/09/2024) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Revitalisasi HKTI” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Harian DDP HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Kemarin dulu, tanggal 14 September 2024, Kang Sukam menulis di salah satu Grup WhatApps (WA) agar ada catatan kritis terhadap rekam jejak organisasi petani sekelas Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI). Usulannya menarik karena kalau kita bicara HKTI masa kini, terekam banyak hal yang penting untuk dibenahi. Salah satunya HKTI perlu merevitalisasi diri agar dapat tampil lebih nyata lagi dimasyarakat.
Terpilihnya Prabowo Subianto menjadi Presiden NKRI periode 2024-2029, tentu membawa beban dan tanggungjawab sangat berat bagi Keluarga Besar Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI). Prabowo yang dalam rekam jejaknya sempat menjadi Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional HKTI dan sampai sekarang masih diberi kehormatan menjadi Ketua Dewan Pembina HKTI, tentu penting didampingi dan dikawal agar tidak salah langkah dalam menakhkodai bangsa dan negeri tercinta ini.
Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) didirikan pada 27 April 1973, merupakan fusi dari 14 organisasi pertanian dari beberapa daerah di Indonesia. HKTI adalah sebuah organisasi petani di Indonesia yang memiliki fokus pada upaya pengembangan pertanian dan kesejahteraan petani. Organisasi HKTI berfungsi sebagai penyambung lidah antara para petani dan para stakeholder sehingga keputusan yang diambil berimbang dan bermanfaat bagi kesejahteraan petani.
Di sisi lain, ada juga pandangan yang menyebut HKTI merupakan organisasi petani yang memiliki tujuan untuk melindungi petani dari perilaku oknum-oknum yang ingin meminggirkan dan memarginalkannya dari panggung pembangunan. Semangat ini rupanya cukup sejalan dengan kemauan politik Pemerintah yang 11 tahun lalu telah melahirkan Undang-Undang (UU) No.19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.
Sayang, dalam perkembangannya, pemerintah seperti yang setengah hati untuk menerapkan regulasi tersebut dalam kehidupan nyata di lapangan. Pemerintah terekam susah sekali menerbitkan Peraturan Pemerintah yang diamanatkan dalam UU itu. Kita sendiri, tidak tahu dengan pasti, mengapa pemerintah terkesan sulit untuk melahirkannya. Ada apa sesungguhnya dengan “dunia petani” di tanah merdeka ini ?
Omong kosong, bila ada yang berkesimpulan nasib dan kehidupan kaum tani di tanah merdeka ini telah hidup sejahtera. Tidak tepat juga jika ada yang memvonis petani telah mampu menjadi “penikmat pembangunan”. Yang kini sedang terjadi, suasana hidup kaum tani, khususnya petani gurem dan buruh tani, terekam masih hidup memprihatinkan. Mereka masih sangat layak disebut sebagai “korban pembangunan”.
HKTI sebagai organisasi petani yang salah satu spiritnya melakukan pembelaan dan perlindungan terhadap kaum tani, jelas tidak boleh berdiam diri menyaksikan kondisi yang tengah tercipta. Dengan seabreg pengalaman sejak lahir 51 tahun lalu, HKTI tetap dituntut untuk tampil menjadi “prime mover” dalam mempercepat terciptanya kehidupan petani kearah kesejahteraan hidupnya.
HKTI perlu juga mengingatkan pemerintah bahwa petani di negeri ini memiliki hak untuk hidup sejahtera dan menjadi kewajiban pemerintah untuk menyesejahterakan kehidupannya. Pengingat seperti ini, perlu terus digaungkan agar pemerintah selalu sadar, salah satu tugas utamanya adalah membebaskan kehidupan petani dari lilitan kemiskinan, menuju kehidupan yang sejahtera.
Petani bangkit mengubah nasib, kelihatannya tetap mengedepan hanya sebatas jargon. Kondisi kehidupan petani malah semakin merisaukan. Sepuluh tahun terakhir (2013-2023), menurut Hasil Sensus Pertanian 2023, jumlah petani gurem (memiliki lahan pertanian rata-rata 0,25 hektar) mengalami peningkatan cukup signifikan atau meningkat sebesar 2,64 juta rumah tangga.
Lebih sedih lagi, ternyata golongan masyarakat yang masuk dalam kategori kemiskinan ekstrim, sebesar 47,94 % berada di sektor pertanian. Siapa lagi, kalau bukan petani gurem dan petani buruh. Atas potret petani yang demikian, lagi-lagi HKTI perlu hadir ditengah kesusahan hidup petani. HKTI jangan asyik sendiri, padahal di sekitarnya ada kaum tani yang hidup menderita, sengsara, dan melarat.
Catatan kritisnya adalah apakah dengan terpilihnya Prabowo Subianto sebagai Presiden NKRI periode (2024-2029). Apakah mampu menbawa perubahan berarti terhadap nasib dan kehidupan petani? Apakah pengalaman Prabowo selaku Ketua Umum HKTI dan Ketua Dewan Pembina HKTI akan mampu melahirkan terobosan cerdas dan bernas guna secepatnya mewujudkan kehidupan petani yang lebih sejahtera dan bermartabat ?
Warga bangsa di tanah merdeka ini, terutama mereka yang beratributkan petani, tentu sangat membutuhkan adanya jawaban terang benderang atas pertanyaan di atas. Kaum tani menanti dengan penuh rasa sabar, kapan. dan langkah terbaik apa yang harus pemerintah lakukan agar mereka segera terbebas dari cengkraman suasana hidup miskin?
Dihadapkan pada problem yang demikian, mestinya HKTI segera bersiap diri untuk memberi masukan terbaiknya kepada presiden terpilih, terkait dengan upaya nyata untuk mewujudkan kehidupan kaum tani ke arah yang lebih baik. Sebagai contoh, apakah HKTI telah memiliki jurus ampuh agar setiap musim tanam tiba, para petani tidak mengeluhkan kelangkaan pupuk bersubsidi?
Apakah HKTI telah memiliki jawaban cerdas atas masalah klasik petani padi yang pada saat musim panen datang, harga gabah di tingkat petani selalu anjlok? Dua hal ini, sepertinya kini tampil jadi masalah mendesak untuk dicarikan jalan keluarnya. Di luar ini, tentu masih berceceran persoalan lain seperti membabi-butanya alih fungsi lahan dan telatnya regenerasi petani padi.
Sebelum memberi pandangan solutif atas masalah krusial pembangunan pertanian tersebut, menjadi sangat penting HKTI untuk merevitalisasi diri terlebih dahulu. Mencermati kondisi yang kita rasakan selama ini, baik di tingkat nasional atau daerah, HKTI memang perlu berbenah diri. HKTI penting melakukan konsolidasi ulang atas beragam masalah yang dihadapinya.
Sebetulnya, banyak makna yang melekat pada kata revitalisasi. Pertama, revitalisasi adalah memvitalkan kembali nilai-nilai sakral yang dikandung HKTI ketika organisasi petani ini mendeklarasikan keberadaannya.
Kedua, revitalisasi dapat juga disebut memberi “darah baru” (giving a new life) agar HKTI kembali tampil prima dalam menggerakkan roda organisasinya.
***
Judul: Revitalisasi HKTI
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi