Quo Vadis Kiprah Perum Bulog

Artikel ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja

perum bulog
Kantor Perum Bulog - (Sumber: indoplaces.com)

MajmusSunda News, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (17/09/2024) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Quo Vadis Kiprah Perum Bulog” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Harian DDP HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Hanya dalam kurun waktu sekitar 10 bulan Bayu Krisnamurthi, pakar Agribisnis dari IPB University memimpin Perum Bulog. Semua kalangan tahu persis, jabatan Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) adalah “kursi panas” dan terkadang membawa korban bagi yang mendudukinya. Beberapa Kepala Bulog dan Dirut Perum Bulog, ada juga yang menjadi penghuni hotel Prodeo karena terjerat masalah hukum.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir pada awal September 2024 telah menetapkan Wahyu Suparyono pengganti Bayu Krisnamurthi sebagai Direktur Utama Perum Bulog. Kita tidak tahu dengan pasti, mengapa Bayu dilengserkan dari Dirut Perum Bulog dan diganti oleh Wahyu Suparyono? Yang jelas di medsos, pencopotan Dirut Perum Bulog ada kaitan dengan demurrage impor beras yang ditengarai merugikan negara sebesar ratusan milyar rupiah.

Wahyu Suparyono
Wahyu Suparyono, Direktur Utama Bulog – (Sumber: ekonomi.bisnis.com)

Di sisi lain, Wakil Menteri BUMN, Kartika Wirjoatmodjo buka suara soal penggantian Direktur Utama Bulog Bayu Krisnamurthi. Dia mengatakan penggantian itu merupakan bagian dari rencana penguatan peran Bulog ke depannya. Penyegaran saja karena Bulog mau diperkuat fungsinya ke depan. Wamen BUMN sendiri, belum menjelaskan lebih jauh mengenai rencana penguatan peran Bulog tersebut.

Sebagai Dirut Perum Bulog baru, Wahyu mengatakan akan melanjutkan program yang telah berjalan terlebih dahulu. Dia berkomitmen akan turun langsung ke lapangan untuk melihat kondisi perberasan.

“Harus ada kemampuan. Kita harus all out sebagai penyedia beras dan pangan pokok kita harus terlibat, kita harus serius. Saya akan turun lapangan. Saya akan tugaskan lini direksi untuk bisa mengefektifkan betul, saya tidak bisa model-model duduk di tempat,” ujar Wahyu penuh semangat.

Pernyataan Dirut Perum Bulog di atas betul-betul sangat menggugah, khususnya sebagai “warning” bagi mereka yang diberi kepercayaan untuk menjadi penentu kebijakan di negeri ini. Seorang pejabat publik, memang harus turun langsung ke lapangan. Dirinya perlu berbincang dengan masyarakat. Tidak zamannya lagi hanya duduk manis di belakang meja.

Sebagai “orang lama” yang terasah di Perum Bulog. Wahyu Suparyono tahu persis, penugasan Menteri BUMN untuk kembali ke Perum Bulog untuk menjadi orang nomor 1 di BUMN tersebut, betul-betul memberi nilai tersendiri bagi perkembangan dan perjalanan Perum Bulog ke depan. Pengalaman menjadi Direktur SDM dan Direktur Operasional Perum Bulog membuat Dirut baru Perum Bulog terkesan cukup mumpuni untuk memimpin operator pasangan ini.

Kita berharap, seabreg pengalaman Wahyu Suparyono yang malang melintang di dunia perusahaan plat merah selama ini, akan mampu memberi angin segar bagi Perum Bulog ke depan. Terlebih jika Perum Bulog akan diberi penugasan baru yang lebih menantang dalam mengarungi kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

Terlepas dari belum optimalnya peran bisnis yang diemban Perum Bulog sebagai BUMN. Namun, harus dipahami, kehadiran dan kepiawaiannya dalam melaksanakan penugasan social responsibility-nya benar-benar patut diberi acungan jempol. Salah satunya, kisah sukses Perum Bulog dalam menyalurkan Program Bantuan Langsung Beras kepada 22 juta rumah tangga penerima manfaat.

Salah satu tujuan dilahirkannya Bulog oleh pemerintah adalah untuk menjalin persahabatan yang erat dengan para petani. Bulog sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), betul-betul dimintakan untuk menjalin persahabatan sejati dengan petani. Bulog perlu membeli hasil panen petani dengan harga wajar dan memberi untung maksinal bagi petani.

Sebagai lembaga parastatal Bulog harus mampu menjadi pembela petani selaku produsen sekaligus pelindung masyarakat selaku konsumen. Bentuk kebijakan yang diterapkan adalah Harga Dasar (floor price) dan Harga Atap (ceiling price). Kebijakan harga yang diterapkan cukup efektip dan terasa manfaatnya. Petani tampak senang dan bergairah menggenjot produksi.

Harga Dasar ditetapkan pemerintah agar saat panen petani tidak menjadi obyek permainan tengkulak atau bandar yang doyan menjatuhkan harga di tingkat petani. Melalui kebijakan Harga Dasar, jika harga pasar di bawah Harga Dasar, Bulog berkewajiban membeli gabah dari petani sekurang-kurangnya sesuai dengan Harga Dasar yang ditetapkan, sedangkan Kebijakan Harga Atap akan diterapkan sekiranya harga beras di pasaran jauh di atas Harga Atap yang ditetapkan.

Menjawab hal ini, Bulog bekerja-sama dengan Instansi terkait akan melakukan Operasi Pasar Beras yang salah satu tujuannya untuk menurunkan kembali harga beras di pasar agar sesuai dengan yang ditetapkan.

Ir. Entang Sastraatmadja
Ir. Entang Sastraatmadja, penulis – (Sumber: tabloidsinartani.com)

Ya itulah Bulog masa lalu. Lantas, bagaimana kondisi Perum Bulog masa kini, khususnya setelah era Reformasi berlangsung? Bulog pun dipaksa untuk berubah status dari LPND menjadi BUMN. Kita tidak tahu, ada kepentingan apa saat itu International Monetary Fund (IMF) mengusulkan agar Bulog jadi sebuah Perusahaan plat merah. Yang kita tahu, pemerintah cukup manut terhadap usulan pihak asing tersebut.

Sejak saat itu, pemerintah dalam hal ini Kementerian BUMN, tampak berbenah diri untuk menampilkan Perum Bulog sebagai Perusahaan plat merah yang perkasa dalam mengembangkan bisnis pangan di negeri ini. Sayangnya, hingga kini harapan itu belum terwujud. Perum Bulog malah lebih mengedepan dalam menjalankan peran social responsibility-nya.

Perum Bulog sekarang telah ditetapkan sebagsi operator pangan berdasar Perpres No.66/2021 tentang Badan Pangan Nasional. Sebagai operator, Perum Bulog dituntut untuk dapat melaksanakan titah yang menugaskannya. Badan Pangan Nasional sebagai regulator pangan, mestinya selalu mendampingi, mengawal, mengawasi, dan mengamankan apa yang ditugaskan kepada Perum Bulog.

Ditunjuknya Kepala Badan Pangan Nasional sebagai Ketua Dewan Pengawas Perum Bulog, tentu dilandasi niatan untuk lebih memposisikan Perum Bulog lebih profesional lagi. Sebuah kiprah yang menarik dari lembaga parastatal yang terjadi di tanah merdeka ini.

***

Judul: Quo Vadis Kiprah Perum Bulog
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *