Peran dan Tantangan Dewan Pini Sepuh dalam “Ngokolakeun” Dinamika Gerak Majelis Musyawarah Sunda (MMS)

Artikel ini ditulis oleh: Dr. Ernawan S. Koesoemaatmadja/Guru TOGE

Majelis Musyawarah Sunda
Ilustrasi: Majelis Musyawarah Sunda (MMS) - (Sumber: MMS)

MajmusSunda News, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (23/09/2024) – Artikel dalam Kolom Ernawan berjudul “Peran dan Tantangan Dewan Pini Sepuh dalam “Ngokolakeun” Dinamika Gerak Majelis Musyawarah Sunda (MMS)” ini ditulis oleh: Dr. Ernawan S. Koesoemaatmadja, M.Psi., M.B.A., CIQA., CQM., CPHRM., Anggota Dewan Pini Sepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Biasanya masalah yang timbul dalam organisasi yang baru dihimpun, dari pelbagai kalangan adalah terlupakannya sisi Sumberdaya Insani (SDI) yang ternyata merupakan faktor yang sangat krusial, tetapi tidak diperhitungkan dalam proses perencanaan sehingga terkadang menimbulkan masalah ego sosial baru yang sebelumnya tidak diperhitungkan akan terjadi, termasuk menghadapi tekanan harapan sosial dari anggota, dewan Pakar dan Para Sesepuh itu sendiri.

Dr. Ernawan S. Koesoemaatmadja, M.Psi., M.B.A., CIQA., CQM., CPHRM.
Dr. Ernawan S. Koesoemaatmadja, M.Psi., M.B.A., CIQA., CQM., CPHRM. – (Sumber: Koleksi pribadi)

Yang umum terjadi, konsentrasi perencanaan proses menjadi Gunung Pananggeuhan, tempat bersandar, berharap, bertanya, sawala, dan solusi bagi Masyarakatnya, hanya terfokus pada masalah keuangan legal (hukum) semata, dimana peran Sumberdaya Insani yang harus menjalankan prosesnya menjadi terlupakan.

Yang menjadi pertanyaan besar, apakah yang seharusnya dilakukan yang menjadi perhatian oleh Komponen Majelis Musyawarah Sunda (MMS), khususnya Dewan Pini Sepuh yang akan berpola presidium, guna memperlancar performance management MMS ini?

Resultante Proses

Pada dasarnya proses pemahaman pikir dari komponen organisasi yang baru terbentuk, tergabung dari unsur yang sama, tetapi dari Culture Value yang agak sedikit berbeda (Jawa Barat, Betawi, Banten) memerlukan pola kesamaan yang cukup memerlukan waktu, antara satu atau dua tahun yang terpadu dan berkesinambungan.

1. Pra Integrasi.
2. Periode Integrasi.
3. Pasca Integrasi.

Pada kenyataannya nanti yang terjadi di dalam Pra Integrasi memiliki masalah yang sama dengan masa Pasca Integrasi sedangkan Periode Integrasi memilikj proses dan masalah yang sedikit berbeda.

Pra & Pasca Integrasi

Masalah masalah yang dihadapi dalam tahap ini adalah khusus dalam aspek SDI (Sumberdaya Insani) adalah adanya perbedaan dalam Indikator Indikator dibawah ini:

a. Rules & Regulations

Pada bidang ini, perbedaan yang terjadi, seringkali dianggap mempersulit para pengurus (Dewan Pakar, Dewan Gawe/Badan Pekerja) karena belum terbiasanya dengan aturan-aturan yang baru diterapkan.

Contoh: Adanya perbedaan dalam prosedur kerja sama dengan pemerintah, lembaga pendanaan, hubungan antar lembaga, dll.

b. Corporate Culture & Custom

Perbedaan ini juga bisa menjadi kerikil dalam proses ini karena menggabungkan tiga pihak (Dewan Pini Sepuh, Dewan Pakar, Dewan Gawe) yang memiliki kebiasaan kerja, pola pikir, cara pengambilan keputusan yang berbeda, untuk bekerja bersama-sama secara terpadu atau guyub, bukanlah hal yang mudah.

c. Leadership Styles

Yang dimaksud dengan gaya kepemimpinan adalah gaya kepemimpinan orang yang ada di dalam organisasi, dari tiga unsur tadi (agresif, alon-alon asal kelakon, konservatif).

Untuk meminimalisir adanya friksi yang timbul, ada baiknya nanti Presidium Dewan Pini Sepuh, melakukan beberapa kegiatan yang bertujuan untuk saling memperkenalkan tiga budaya yang agak berbeda, antara lain:

1. Gempungan Silaturahmi

Mempertemukan para tokoh dari tiga unsur tadi guna saling memperkenalkan.

2. Rapat Terpadu

Memberikan informasi, menyatukan peraturan, prosedur, menyamakan persepsi di antara semuanya beserta seluruh implikasinya (company outing, religion activity, dsb).

Periode Integrasi

Pada tahap ini biasanya pengurus dan anggota/masyarakat mengalami katagori denial atau merasa cangcaya sehingga membawa beberapa konsekwensi bagi dirinya. Juga biasanya akan terjadi adanya polarisasi di antara Sumberdaya Insani yang experience dan kompetensinya berbeda.

Untuk itu dalam bidang-bidang  Dewan Pakar, kembali harus ditata kesesuaiannya (menempatkan SDM/SDI yang tepat, pada tempat yang tepat, dan pada saat yang tepat). Pada titik inilah dapat dikatakan perbedaan  selesai, organisasi dapat berjalan dengan lancar dan kreatif.

Simpulan

Agar perbedaan ataupun friksi bisa ditekan seminimal mungkin, Dewan Pini Sepuh diharapkan mampu memainkan peran seperti:

a. Komunikator

Agar setiap langkah dan kebijakan  dapat diketahui dengan utuh dan benar oleh semua unsur.

b. Stabilisator

Bertugas sebagai pengeimbang dari polarisasi yang terjadi dalam organisasi.

c. Negosiator

Bagi pihak-pihak yang ada friksi atau konflik dan memberikan solusi yang terbaik.

d. Balancing Power

Mampu menjadi penyeimbang kekuatan/energi dengan organisasi sejenis maupun lembaga sejenis yang menganggap MMS sebagai kompetitor.

e. Occupational Counsellor

Dapat bertukar pikiran dengan seluruh komponen (Dewan Pakar, Dewan Gawe) dalam memecahkan masalah mereka.

f. Regulatory Referee selain Legal Officer

Dapat berfungsi sebagai wasit apabila terjadi konflik antar Bidang Dewan Pakar, Dewan Gawe karena posisinya kasepuhan dianggap netral.

Peran Dewan Pini Sepuh dalam Kondisi Stabil

Mempersyaratkan bahwa MMS sebagai Gunung Pananggeuhan memiliki sistem dan mekanisme organisasi yang terdokumentasi.

Penekanan arahan bagi Dewan Pakar dan Badan Pekerja, terarah pada Holistic Global Characteristics, mencakup: Sunda Ethical Value, Sunda Social Concern, Sunda Political Understanding, Sunda Artistic Perspectives, Religious values and concerns, dan Philosophic Issues.

***

Judul: Peran dan Tantangan Dewan Pini Sepuh dalam “Ngokolakeun” Dinamika Gerak Majelis Musyawarah Sunda (MMS)
Penulis: Dr. Ernawan S. Koesoemaatmadja/Guru TOGE
Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *