MajmusSunda News, Kolom OPINI, Rabu (12/03/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Pasal 33 UUD 1945 dalam Perspektif Dr. Radjiman Wedyodiningrat” ini ditulis oleh: Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S., Anggota Dewan Pini Sepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS) dan Rektor IKOPIN University Bandung.
Pada tulisan kali ini izinkan saya menyampaikan Perspektif Pasal 33 UUD ‘45 dari Dr. Radjiman Wedyodiningrat. Semoga bermanfaat. Salam koperasi.
Dr. Radjiman Wedyodiningrat, sebagai Ketua Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), memainkan peran kunci dalam perumusan dasar negara, termasuk Pasal 33 UUD 1945. Perspektifnya terhadap pasal ini dapat dipahami melalui beberapa prinsip berikut:

1. Ekonomi Berbasis Kekeluargaan (Gotong Royong)
Radjiman, yang akar pemikirannya dipengaruhi nilai-nilai Jawa dan kebudayaan lokal, mendukung konsep ekonomi kolektif yang tercermin dalam frasa “usaha bersama berdasar asas kekeluargaan”. Ia melihat ekonomi bukan sebagai kompetisi individu, tetapi sebagai upaya kolektif untuk kesejahteraan bersama, mirip dengan semangat gotong royong. Pasal 33 (1) mencerminkan visinya tentang sistem ekonomi yang menghindari kapitalisme dan individualisme Barat, yang dianggap bertentangan dengan nilai sosial Indonesia.
2. Peran Negara dalam Penguasaan Sumber Daya Strategis
Radjiman memahami pentingnya kedaulatan negara pasca-kolonial. Pasal 33 (2) dan (3)—yang menegaskan bahwa cabang produksi penting dikuasai negara dan sumber daya digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat—sejalan dengan gagasannya tentang perlindungan terhadap eksploitasi asing. Ia mungkin melihat negara sebagai penjaga kepentingan rakyat, terutama dalam mengelola sumber daya alam yang rentan dikuasai pihak asing atau swasta eksklusif.
3. Keadilan Sosial dan Anti-Feodalisme
Sebagai tokoh yang berlatarbelakang kedokteran dan pendidikan tradisional, Radjiman peka terhadap kesenjangan sosial. Pasal 33 mencerminkan komitmennya untuk menghapus warisan feodalisme kolonial dan menciptakan tatanan ekonomi yang inklusif. Prinsip “kemakmuran rakyat” dalam pasal ini selaras dengan idealismenya tentang masyarakat adil-makmur, di mana negara bertanggung jawab memastikan distribusi kekayaan yang merata.
4. Integrasi Nilai Lokal dan Modernitas
Radjiman dikenal sebagai pemikir yang menggabungkan kearifan lokal dengan gagasan modern. Pasal 33 tidak hanya bersifat normatif tetapi juga filosofis, merangkul konsep “kekeluargaan” (harmoni sosial) sebagai fondasi sistem ekonomi. Ia mungkin melihat pasal ini sebagai jembatan antara tradisi Indonesia dan kebutuhan pembangunan nasional yang berdaulat.
5. Penolakan terhadap Liberalisme Ekonomi
Dalam sidang BPUPKI, Radjiman dan tokoh lain seperti Soekarno dan Hatta kritis terhadap sistem liberal-kapitalis. Pasal 33 menjadi antitesis dari ekonomi kolonial yang eksploitatif. Bagi Radjiman, penguasaan negara atas sumber daya strategis adalah upaya untuk mencegah oligarki dan ketimpangan.
Tantangan dalam Interpretasi
Radjiman tidak meninggalkan catatan spesifik tentang Pasal 33, sehingga interpretasi harus merujuk pada pidato dan perannya di BPUPKI. Namun, nilai intinya jelas: ekonomi harus berbasis keadilan, kedaulatan, dan kebersamaan—prinsip yang masih relevan dalam debat ekonomi Indonesia kontemporer.
Kesimpulan
Perspektif Dr. Radjiman terhadap Pasal 33 UUD 1945 adalah sintesis dari nasionalisme ekonomi, kearifan lokal, dan keadilan sosial. Pasal ini merepresentasikan visinya tentang Indonesia merdeka yang mandiri secara ekonomi, dengan negara sebagai pengayom rakyat, jauh dari penjajahan bentuk baru.
***
Sumber: Conversation with DeepSeek
Judul: Pasal 33 UUD 1945 dalam Perspektif Dr. Radjiman Wedyodiningrat
Penulis: Agus Pakpahan
Editor: Jumari Haryadi