MajmusSunda News – Gaza, 24 September 2029 — Ketegangan di perairan Mediterania Timur kembali memanas setelah kapal misi kemanusiaan “Global Sumud Flotilla” diserang kembali oleh pasukan militer Israel pada Rabu (24/9) dini hari. Insiden ini memicu kecaman luas dari komunitas internasional, termasuk dari Italia, Spanyol, Malaysia, Indonesia, dan 44 negara lain yang tergabung dalam koalisi kemanusiaan global. Serangan terhadap konvoi kapal yang membawa bantuan medis, makanan, dan pasokan darurat untuk warga Gaza ini kembali menyoroti pelanggaran hak asasi manusia di wilayah yang telah lama terkepung.

Sumud Flotilla: Simbol Perlawanan Damai
Sumud Flotilla yang dalam bahasa Arab berarti keteguhan merupakan misi kemanusiaan internasional yang diinisiasi oleh sejumlah organisasi non-pemerintah (NGO), aktivis hak asasi manusia, dan tokoh publik dari berbagai negara. Konvoi kapal ini terdiri atas lima kapal dari berbagai bendera, termasuk kapal dari Malaysia dan Indonesia, yang membawa ratusan ton bantuan kemanusiaan serta delegasi dari 44 negara. Misi ini bertujuan menembus blokade laut Israel terhadap Jalur Gaza yang telah berlangsung sejak 2007.
Salah satu kapal utama dalam flotilla ini adalah MV Freedom of Gaza. “Kami datang bukan untuk berperang, tapi untuk menyampaikan pesan solidaritas dan kemanusiaan,” ujar Hamidah perwakilan Global Sumud Flotilla dari Indonesia dalam konferensi pers virtual sebelum keberangkatan. “Blokade terhadap Gaza adalah kejahatan kemanusiaan yang tak bisa lagi diabaikan.”
Serangan Militer Israel dan Banyaknya Korban Jiwa
Menurut laporan sementara dari koalisi pengawas hak asasi manusia, kapal-kapal Sumud Flotilla diserang oleh pasukan Angkatan Laut Israel sekitar 70 mil laut dari pantai Gaza. Pasukan Israel menggunakan helikopter tempur dan kapal perang untuk memaksa konvoi berhenti, sebelum akhirnya menaiki kapal-kapal tersebut dengan kekerasan.
Thiago Avila, seorang jurnalis dan aktivis lingkungan muda, bergabung dalam misi ini sebagai bagian dari kampanye global melawan ketidakadilan struktural. “Thiago percaya bahwa isu kemanusiaan dan lingkungan saling terkait. Gaza adalah simbol dari bagaimana perang dan blokade menghancurkan ekosistem manusia dan alam,” ungkap rekan sesama aktivis dari Brasil.
Reaksi Global dan Peran PBB
Insiden ini memicu gelombang protes di berbagai belahan dunia. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menyatakan keprihatinan mendalam dan menyerukan penyelidikan independen. “Serangan terhadap misi kemanusiaan yang sah melanggar hukum humaniter internasional,” tegasnya.
Francesca Albanese, Pelapor Khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia di wilayah Palestina yang diduduki, menyebut serangan ini sebagai “bukti nyata eskalasi kekerasan sistematis Israel terhadap warga sipil dan upaya bantuan kemanusiaan.” Albanese menyerukan Dewan Keamanan PBB untuk segera mengambil tindakan konkret, termasuk sanksi terhadap pihak yang bertanggung jawab.
Di tingkat regional, Malaysia dan Indonesia menyuarakan kecaman keras. Menteri Luar Negeri Malaysia menyatakan bahwa “tindakan Israel tidak hanya melanggar hukum internasional, tetapi juga menunjukkan pengabaian total terhadap nyawa manusia.” Sementara itu, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri menyatakan dukungan penuh terhadap misi kemanusiaan dan menyerukan agar blokade Gaza segera dicabut.
Solidaritas dari Aktivis Global
Dukungan juga datang dari tokoh-tokoh global seperti Greta Thunberg. Aktivis iklim asal Swedia ini mengunggah pernyataan di media sosial, “Kita tidak bisa berbicara tentang keadilan iklim tanpa berbicara tentang keadilan sosial. Gaza adalah ujian moral bagi kemanusiaan. Serangan terhadap Sumud Flotilla adalah serangan terhadap nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri.”
Thunberg menyerukan agar gerakan iklim global juga memperluas solidaritasnya terhadap isu-isu kemanusiaan seperti di Gaza, mengingat dampak blokade terhadap infrastruktur air, energi, dan kesehatan lingkungan di wilayah tersebut sangat parah.
Sejarah Kelam Flotilla
Ini bukan pertama kalinya misi kemanusiaan laut ke Gaza diserang. Pada 2010, serangan Israel terhadap “Gaza Freedom Flotilla” menewaskan sembilan aktivis Turki dan memicu kemarahan global. Sejak itu, berbagai upaya serupa terus dilakukan, meski selalu dihadang oleh blokade ketat Israel.
Namun, Sumud Flotilla kali ini membawa dimensi baru: partisipasi luas dari negara-negara Global Selatan, termasuk Malaysia dan Indonesia, serta keterlibatan generasi muda dan aktivis lintas isu — dari lingkungan hingga hak asasi manusia.
Tuntutan dan Harapan ke Depan
Koalisi Sumud Flotilla menuntut tiga hal utama: pertama, pencabutan segera blokade Israel terhadap Gaza; kedua, akses bebas dan aman bagi bantuan kemanusiaan; dan ketiga, akuntabilitas internasional terhadap pelanggaran hukum humaniter.
Para aktivis yang selamat dari serangan, menyatakan bahwa “perjuangan ini tidak berakhir di sini. Setiap tetes darah yang tumpah di laut Mediterania hari ini adalah benih bagi keadilan yang akan tumbuh di masa depan.”

Sementara itu, keluarga Thiago Avila di Brasil menuntut investigasi transparan dan pemulangan jenazah putra mereka. “Thiago pergi untuk membela yang tak bersuara. Sekarang, dunia harus bersuara untuknya,” kata ibunya dalam wawancara emosional.
Serangan terhadap Sumud Flotilla bukan hanya soal satu konvoi kapal, tetapi ujian terhadap komitmen global terhadap prinsip kemanusiaan, hukum internasional, dan keadilan. Dengan dukungan dari 44 negara, termasuk suara lantang dari Malaysia dan Indonesia seperti Wanda Hamidah, M. Husein Gaza, serta sorotan dari tokoh sosial dunia seperti Greta Thunberg dan Francesca Albanese, tekanan terhadap Israel untuk menghentikan praktik represifnya semakin menguat.
Dunia kini menanti, apakah komunitas internasional akan bertindak lebih dari sekadar kecaman? Ataukah Gaza akan terus menjadi luka terbuka dalam sejarah kemanusiaan abad ke-21? Jawabannya akan menentukan arah moral peradaban global di masa depan.
Judul: Misi Kemanusiaan 44 Negara Global Sumud FlotillaDiserang Lagi Israel, Dunia Internasional Bereaksi
Penulis: A. Noor