Jangjawokan

Artikel ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja

Jangjawokan
Ilustrasi: Seorang dukun sedang mengobati penyakit pasiennya sambil membaca mantra - (Sumber: Bing Image Creator AI)

MajmusSunda News, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis (12/09/2024) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul Jangjawokan ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Harian DDP HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Jangjawokan adalah mantra dari tatar Sunda yang memiliki proses komunikasi secara khusus dan memiliki tujuan khusus pula. Jangjawokan termasuk ke dalam sajak atau puisi rakyat. Mantra jangjawokan ini tergolong ke dalam mantra komunikasi magis. Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditegaskan, mantra yang diwariskan secara turun temurun dalam lingkaran kekerabatan  termasuk ke dalam pemaknaan jangjawokan.

Ir. Entang Sastraatmadja
Ir. Entang Sastraatmadja – (Sumber: tabloidsinartani.com)

Jangjawokan bisa juga disebut sebagai mantra yang berkembang dalam masyarakat Sunda yang berfungsi sebagai penghantar doa dan harapan dalam setiap aktivitas keseharian. Menurut Sanusi (2023), mantra adalah perkataan atau ucapan yang dapat mendatangkan kekuatan gaib, seperti dapat menyembuhkan, dapat mendatangkan celaka, dapat menguatkan mental, dan dapat melakukan hal-hal lain sebagainya.

Di sisi lain, mantra adalah kumpulan kata-kata yang dipercaya mempunyai kekuatan mistis atau gaib. Mantra juga termasuk puisi lama/tua yang pada masyarakat Melayu bukan dianggap sebagai sebuah karya sastra, tetapi lebih berhubungan dengan adat istiadat dan kepercayaan. Mantra berasal dari bahasa Sansakerta yaitu “mantra” atau “manir” yang merujuk pada kata-kata yang berada di dalam kitab Veda, yaitu kitab suci umat Hindu.

Mantra biasanya digunakan atau diucapkan pada waktu dan tempat tertentu yang memiliki tujuan untuk menimbulkan suatu kemampuan tertentu bagi orang yang menggunakan atau mengucapkan mantra tersebut.

Menurut Hanif Sri Yulianto (2023), beberapa jenis mantra, di antaranya:

Pertama, Mantra Kedigdayaan. Mantra kedigdayaan adalah satu di antara jenis mantra yang dipakai jika sedang berhadapan dengan musuh, sehingga yang membaca mantra ini tidak dapat dikalahkan.

Kedua, Mantra Pagar Diri: Mantra pagar diri yaitu suatu jenis mantra yang digunakan sebagai perisai diri supaya orang tidak dapat membinasakan dirinya atau orang-orang tidak akan berkehendak untuk mengalahkan dirinya.

Ketiga, Mantra Pakasih. Mantra pakasih yakni sebuah jenis mantra cinta kasih. Mantra ini biasanya digunakan untuk memikat seseorang agar jatuh hati kepada yang membaca mantra tersebut.

Keempat,  Mantra Pengobatan. Mantra pengobatan adalah semua jenis mantra yang biasa digunakan untuk mengobati suatu penyakit.

Kelima, Mantra Tundik. Mantra tundik merupakan berbagai jenis mantra yang biasanya dilepas melalui kekuatan jarak jauh, tujuannya adalah orang yang dimaksud supaya jatuh ke dalam pengaruh si pembaca mantra.

Diaz Nawaksara (2012)  menyatakan:

Jangjawokan digunakan pada setiap kali kegiatan, bahkan menjadi tertib hidup. Misalnya untuk bergaul, bekerja sehari-hari, dan berdoa. Laku demikian dimungkinkan karena faktor masyarakat Sunda yang agraris selalu menjaga harmonisasi dengan alam. Konon pula seluruh nu kumelendang dialam dunya dianggap memiliki jiwa.

Tertib dan krama hidup misalnya berhubungan dengan padi (beras). Ada jangjawokan yang digunakan sejak menanam bibit, ngaseuk, tandur, panen, nyiuk beas, nyangu, mawa beas ticai, ngisikan, seperti salah satu contoh dibawah ini:

Jampe Nyimpen Beas:

“Mangga Nyi Pohaci
Nyimas Alame Nyimas Mulane
Geura ngalih ka gedong manik ratna inten Abdi ngiringan

Ashadu sahadat panata, panetep gama
Iku kang jumeneng lohelapi
Kang ana teleking ati
Kang ana lojering Allah
Kang ana madep maring Allah
Iku wuju salamaet ing dunya
Salamet ing akherat

Asahadu anla ila haileloh
Wa ashadu anna Muhammaddarrasolullah
Abdi seja babakti kanu sakti, agung tapa
Nyanggakeun sangu putih sapulukan
Kukus kuning purba herang
Tuduh kang seseda tuhu
Datang ka sang seda herang
Tepi ka kang seda sakti
Nu sakti neda kasakten
Neda deugdeugan tanjeuran”.

Itulah sekadar teladan terkait dengan jangjawokan. Dalam kehidupan masyarakat Sunda, jangjawokan sering dijadikan kekuatan diri dalam menghadapi berbagai tantangan dan hambatan yang dihadapi. Selain itu, jangjawokan juga mampu membangun keyakinan diri yang prima. Dengan jangjawokan, seseorang bisa melawan kegusaran nurani, jika dan hanya jika, menghadapi lawan tandingnya.

Semoga jangjawokan yang sejatinya telah tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat tatar sunda, akan mampu menjadi modal dasar dalam melakoni kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat. Dengan jangjawokan, mari kita wujudlan Indonesia yang lebih berkah dan bahagia.

***

Judul: Jangjawokan
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *