Jangan Sampai Pertumbuhan Tinggi, Kesenjangan Melebar

kesenjangan sosial
Ilustrasi: Sebuah rumah mewah berdiri di antara rumah penduiduk yang sederhana - (Sumber: Bing Image Creator AI)

MajmusSunda News, Jumat (21/11/2024) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Jangan Sampai Pertumbuhan Tinggi, Kesenjangan Melebar” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Harian DDP HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

CNBC Indonesia merilis, Utusan Khusus Presiden untuk Perubahan Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo mengungkapkan target pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa melesat hingga 9%. Bahkan 9,5% dalam 2-3 tahun mendatang. Hasyim menyatakan  salah satu faktor  pendongkraknya adalah program Presiden Prabowo Subianto. Apa itu? Jawabnya adalah program rumah gratis.

Menurut Hashim program rumah gratis juga sudah dilakukan di berbagai negara dan terbukti mampu meningkatkan nilai ekonomi. Contohnya di China, Singapura, hingga Korea Selatan.

Ir. Entang Sastraatmadja
Ir. Entang Sastraatmadja, penulis – (Sumber: tabloidsinartani.com)

“Ini bukan tiga juta lima tahun, tapi tiga juta per tahun maka lima tahun target kita 15 juta unit rumah, apartemen, 10 tahun 30 juta (rumah). Ini juga akan menumbuhkan pertumbuhan ekonomi. Contoh kita adalah Korea Selatan, Singapura, Republik Rakyat Tiongkok di mana di China selama 35 tahun perumahan merupakan 25% dari GDP,” ungkap Hasyim dengan penuh keyakinan.

Hasyim boleh saja pede. Sebagai Utusan Khusus Presiden untuk Perubahan Iklim dan Energi, sangat masuk akal jika rasa optimis selalu menyertai pemikirannya. Namun begitu, perlu juga diingatlan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi (sebut saja sampai 9 %), cenderung akan melahirkan kesenjangan sosial-ekonomi yang makin melebar.

Hal ini bisa menjadi lebih nyata, ketika terori tricle down effect (menetes ke bawah), tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Terlebih, jika yang terjadi adalah tricld up effect (muncrat ke atas). Kue pembangunan yang seharusnya dibagikan secara merata kepada segenap anak bangsa, tetapi justru yang tercipta kemudian kue itu hanya menyebar dikalangan elit bangsa.

Kocoran ke bawah, rupanya tidak terjadi. Kalau pun ada yang mengucur, hal itu hanya berupa tetesan-tetesan kecil saja. Sebagian besar kue yang terkumpul, ujung-ujungnya hanya dinikmati oleh sekelompok elit bangsa yang dikenali selaku “penikmat pembangunan”. Mereka inilah yang sering dikatakan sebagai “Sembilan Naga” dan kelompoknya.

Sebagian besar warga bangsa, yang sering disebut selaku “korban pembangunan”, terekam masih hidup memprihatinkan. Mereka, seolah-olah terjebak dalam lautan kemiskinan. Jeratan kemiskinan membuat mereka sulit untuk berubah nasib. Dengan penuh kepasrahan, mereka terpaksa melakoni kehidupan hanya sekedar untuk menyambung nyawa.

Kalau pertumbuhan tinggi, ternyata melahirkan kesenjangan yang melebar, berarti ada yang salah dalam merancang strategi pembangunan yang dilakukan. Pertumbuhan yang tinggi, mestinya dibarengi dengan terciptanya kesenjangan yang makin menyempit. Terjadinya kesenjangan, bisa jadi disebabkan oleh adanya pertumbuhan yang melanggar kaedah-kaedah pembangunan yang berkeadilan.

Optimisnya Utusan Khusus Presiden untuk perubahan iklim dan enerji meraih pertumbuhan hingga 9%, tentu saja banyak pihak yang bertanya-tanya. Banyak dari mereka yang meragukan dengan angka setinggi itu. Bahkan, ada sahabat yang berpandangan, jangankah bisa tumbuh 9%, untuk mencapai angka pertumbuhan 5 % saja, dibutuhkan perjuangan yang cukup keras.

Utusan Khusus Presiden untuk Perubahan Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo
Utusan Khusus Presiden Indonesia untuk Perubahan Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo – (Sumber: Forbes.com)

Hashim boleh-boleh saja menyampaikan pemikiran pedenya akan pencapaian angka pertumbuhan 9% dengan mengambil teladan pembangunan perumahan sebesar tiga juta unit per tahun. Pertanyaamnya adalah apakah angka pertumbuhan hanya ditentukan oleh membangun rumah? Atau akan dipengaruhi pula oleh faktor-faktor lain?

Lalu, apa jaminannya, pertumbuhan yang tinggi, tidak bakal melebarkan kesenjangan, jika dan hanya proses pemerataan kue pembangunan yang diraih tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pemerataan. Ini berarti, bila tidak ada perubahan strategi mengejar pertumbuhan dari tricle up effect menjadi tricle down effect maka akan sulit bagi kita memperkecil kesenjangan.

Semakin melebarnya kesenjangan di antara segelintir para “penikmat pembangunan” dengan sebagian besar “korban pembangunan”, kelihatannya masih cukup susah untuk diselesaikan. Beragam upaya dan ikhtiar, telah banyak ditempuh. Anehnya, gambaran soal kesenjangan masih saja mengedepan menjadi persoalan yang butuh penanganan dengan serius.

Pemerintah boleh saja ingin mengejar pertumbuhan dengan angka hingga 9%. Namun, jangan lupakan pula yang namanya kesenjangan. Apalah artinya pertumbuhan yang tinggi, bila kesenjangan sosial-ekonomi masyarakatnya semakin melebar. Suatu hal yang kita mintakan kepada pemerintah, coba rumuskan strategi pertumbuhan yang mampu memperkecil melebarnya kesenjangan ?

Kesenjangan sosial-ekonomi yang semakin melebar, bukanlah prestasi pembangunan yang patut untuk dibanggakan. Apalah artinya pertumbuhan tinggi, jika tidak tercipta pemerataan yang semakin berkualitas di antara sesama warga bangsa. Itu sebabnya, upaya menekan Rasio Gini, menjadi “pe-er” penting Kabinet Merah Putih dalam mengarungi pembangunan.

Pertumbuhan memang penting kita kejar, tetapi jangan lupakan yang namanya pemerataan. Pengalaman menunjukkan, pertumbuhan yang cukup tinggi, tanpa dibarengi dengan terciptanya pemerataan yang berkualitas, cenderung melahirkan seabrek masalah sosial yang cukup merisaukan. Jika tidak ditangani dengan baik, bisa-bisa menimbulkan gejolak sosial yang mengerikan.

Semoga rasa optimisnya Hashim Djojohadikusumo diawal tulisan ini, akan benar-benar diikuti oleh penanganan serius dalam hal penciptaan pemerataan pembangunan masyarakatnya. Pertumbuhan tinggi dengan pemerataan berkualitas, pasti kita dukung dengan sepenuh hati. Jangan sampai pertumbuhan tinggi, tetapi kesenjangan melebar.

***

Judul: Jangan Sampai Pertumbuhan Tinggi, Kesenjangan Melebar
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *