MajmusSunda News, Kolom OPINI, Jawa Barat, Selasa (13/05/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Ayo Bangun Gudang Bulog!” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Kurangnya gudang Bulog untuk penyimpanan gabah hasil serapan Perum Bulog dalam Panen Raya padi kali ini, membuat Presiden Prabowo menginstruksikan kepada para Pembantunya untuk segera membangun gudang alternatif sejumlah 25 ribu gudang. Bulog kekurangan gudang penyimpanan gabah karena beberapa faktor antara lain :

Pertama, keterbatasan infrastruktur. Bulog menghadapi keterbatasan infrastruktur gudang penyimpanan yang memadai untuk menampung gabah dalam jumlah besar. Kedua, karena terjadi peningkatan produksi yang cukup signifikan. Artinya, Peningkatan produksi gabah tidak diimbangi dengan peningkatan kapasitas gudang penyimpanan.
Ketiga, kerusakan gudang. Beberapa gudang penyimpanan Bulog mungkin mengalami kerusakan atau tidak laik digunakan. Keempat, keterlambatan pembangunan. Artinya, pembangunan gudang penyimpanan baru mungkin terlambat atau tidak sesuai dengan kebutuhan. Kekurangan gudang penyimpanan dapat menyebabkan kesulitan dalam menyimpan gabah dan beras, sehingga berdampak pada ketersediaan pangan dan harga.
Untuk mengatasi kekurangan gudang penyimpanan, Bulog dapat melakukan beberapa hal seperti pembangunan gudang baru. Membangun gudang penyimpanan baru yang memadai untuk menampung gabah dan beras. Selanjutnya, rehabilitasi gudang lama. Melakukan rehabilitasi gudang lama yang rusak atau tidak laik digunakan. Kemudian, kerja sama dengan pihak lain. Menjalin kerja sama dengan pihak lain, seperti swasta atau koperasi, untuk menggunakan gudang penyimpanan mereka.
Bisa juga optimalisasi gudang existing. Artinya, mengoptimalkan penggunaan gudang existing dengan melakukan penataan ulang dan meningkatkan kapasitas penyimpanan. Atau dengan penggunaan teknologi. Tepatnya, menggunakan teknologi untuk meningkatkan efisiensi penyimpanan dan pengelolaan gudang.
Dengan melakukan beberapa hal tersebut, Bulog dapat meningkatkan kapasitas penyimpanan dan mengatasi kekurangan gudang.
Langkah Presiden Prabowo untuk membangun 25 ribu gudang alternatif penyimpanan gabah hasil serapan Perum Bulog, benar-benar membuktikan keseriusan dirinya untuk menyelamatkan dan mengamankan gabah petani yang baru saja diserap dengan penuh perjuangan oleh Perum Bulog. Presiden ingin agar serapan gabah ini dapat disimpan dengan baik.
Dibenak Presiden Prabowo, boleh jadi terukir pemikiran “sukses penyerapan = sukses penyinpanan”. Artinya, gabah yang telah diraih dengan kerja keras ini, jangan sampai jadi tak bermakna ketika Perum Bulog merasa kesulutan menyimpannya, karena kurangnya gudang untuk penyimpanan. Padahal, kalau sedini mungkin telah dihitung berapa gudang yang dibutuhkan, rasanya Pemerintah tidak perlu kebakaran jenggot menyikapinya.
Masalah penyimpanan gabah/beras hasil serapan Perum Bulog dalam panen raya kali ini, rupanya bukan hsnya jumlah gudang yang terbatas, namun juga kualitas gabah yang diserap, betul-betul dibawah kualitas yang diharapkan. Adanya aturan membebaskan petani menjual gabah kepada Perum Bulog, tanpa persyaratan kadar air dan kadar hampa tertentu, membuat serapan gabah Perum Bulog bersifat ‘any quality’.
Gabah yang diserap benar-benar membutuhkan perlakuan khusus dalam proses penyimpanannya. Terlebih ketika panen berbarengan dengan tibanya musim hujan, praktis gabah yang dihasilksn petani tergolong ke dalam kategori gabah basah. Akibatnya, jika tidak ditangani dengan baik, peluang gabah/beras menjadi rusak saat penyimpansn, terbuka lebar-lebar.
Sejak Program Raskin digulirkan, para penerima manfaat sering mengeluh, karena beras yang ditebusnya banyak kutunya. Atau bisa juga berasnya sudah berwarna kekunibg-kuningan dan bau apek. Bahkan ada juga yang sudsh hancur. Penerima manfaat pun banyak yang kecewa, karena pelayanan kurang baik oleh Perum Bulog.
Selidik punya selidik, titik lemah terjadinya kasus seperti itu, disebabkan oleh proses pengadaan gabah Perum Bulog yang kurang memperhatiksn persyaratan kadar air dan kadar hampa. Dikejar oleh target, Perum Bulog terpaksa menyerap gabah petani dengan kualitas seadanya. Hampir tidak ada gabah yang diserap memiliki kadar air maksimsl 25 % dan kadar hampa maksimal 10 %.
Itu sebabnya, dengan adanya kebijakan Pemerintah memberi kebebasan kepada petani untuk menjual gabah tanpa persyaratan kadar air dan kadar hampa, ditambah dengan adanya penugasan Pemerintah kepada Perum Bulog yang mewajibkan menyerap gabah dengan kualitas apa adanya, tentu saja akan melahirkan soal baru dalam proses penyimpanannya.
Ya, apa boleh buat. Ibarat nasi sudah jadi bubur, proses penyerapan gabah petani oleh Perum Bulog, sudah harus diterima dengan lapang dada. Keluarga Besar Perum Bulog seluruh Indonesia sudah tahu persis, dengan aturan baru ini, Perum Bulog akan menyerap gabah petani yang penuh dengan problematika, seperti gabah berkadar air cukup tinggi
Ke depan, tentu kita berharap agar Pemerintah mampu melakukan koreksi kebijakan yang lebih menguntungkan semua pihak. Jangan lagi Pemerintah hanya ingin menyerap gabah petani sebanyak-banyaknya, maka terpaksa harus merugikan aspek yzng lain. Akan lebih keren jika semangat menyerap gabah sebanyak-banyaknya, diikuti juga dengan kualitas gabah yang baik.
Semoga pembangunan 25 ribu gudang alternatif penyimpanan gabah ini akan diikuti pula dengan upaya perbaikan gudang Perum Bulog yang sebagian besar sudah perlu direnovasi lagi. Kita percaya para petinggi Perum Bulog akan berani untuk menyuarakan kebutuhan yang cukup mendadar ini.
***
Judul: Ayo Bangun Gudang Bulog
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi