MajmusSunda News, Senin (23/12/2024) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Bersama “Bulog Baru”, Berbagi “Berkah Kemanusiaan” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Harian DDP HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Dari berbagai literatur, kata “berkah kemanusiaan” memiliki arti yang luas dan penuh dengan makna. Setidaknya ada empat makna yang terkandung di falamnya, yakni spiritual, filosofis, sosial,dan praktis. Bila dirajut dalam satu cara pandang dan satu pola pikir, ke empat makna ini, memiliki kaitan yang sangat erat antara satu dengan lainnya.
Makna spiritual mengandung pemahaman sebagai rahmat dan karunia dari Tuhan yang diberikan kepada manusia. Lalu, sebagai wujud kesadaran akan kehadiran dan kebaikan Tuhan dalam kehidupan. Dan lazim disebut sebagai kebahagiaan dan kedamaian yang timbul dari hubungan dengan Tuhan.

Sedangkan dari makna filosofis antara lain merupakan kebenaran dan kebijaksanaan yang diperoleh melalui pengalaman hidup. Kemudian, kesadaran akan nilai-nilai kemanusiaan seperti empati, kasih sayang, dan kejujuran, hingga pencapaian tujuan hidup yang bermakna.
Dari makna sosial dapat diterjemahkan sebagai kebajikan dan kebaikan hati yang ditunjukkan kepada sesama. Lalu, kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Dan keadilan dan kesetaraan bagi semua. Selanjutnya, dari makna praktis antara lain, kesehatan dan keselamatan. Kemudian, kebahagiaan dan kepuasan hidup. Lalu, keharmonisan keluarga dan masyarakat dan kemajuan ekonomi dan pendidikan.
Hadirnya Bulog kekinian, yang regulasinya kini tengah digodok Pemerintah, diharapkan tetap berbasis kepada pencapaian empat makna diatas. Sebagai lembaga otonom Pemerintah yang langsung dibawah Presiden, diharapkan Bulog akan benar-benar mampu memerankan diri sebagai lembaga pangan tingkat Nasional dan menjadi penjenjang dengan Daerah.
Pengalaman Bulog selama 57 tahun beredar di Tanah Merdeka, baik ketika menjadi Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) selama 36 tahun atau pun menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selama 21 tahun, tentu akan dijadikan dasar berpijak dalam melahirkan regulasi terbaik bagi perjalanan dan perkembangan Bulog ke depan.
Sejarah singkat BULOG sendiri, pada 10 Mei 1967, BULOG dibentuk berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet Nomor 114/U/KEP/5/1967.
BULOG awalnya merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bertujuan untuk mengamankan penyediaan pangan dan menjaga stabilitas harga. Pada 1969, tugas BULOG direvisi untuk melakukan stabilisasi harga beras.
Pada 1987, BULOG direvisi kembali untuk mendukung pembangunan komoditas pangan yang multi komoditas. Tahun 1993, tanggung jawab BULOG diperluas untuk mencakup koordinasi pembangunan pangan dan meningkatkan mutu gizi pangan. lalu, tahun 1997, BULOG hanya mengelola beras dan gula. Pada 1998, BULOG hanya mengelola beras.
Tahun 2000, tugas BULOG diubah untuk mengelola persediaan, distribusi, dan pengendalian harga beras. Pada 2003, BULOG berubah status menjadi perusahaan umum (Perum) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2003. Tahun 2016, tugas BULOG diubah untuk menjaga ketersediaan dan stabilitas harga beras, jagung, dan kedelai.
Mengacu pada perjalanan Bulog selama 57 tahun diatas, jelas terbukti Bulog senantiasa akan berhubungan dengan penyediaan bahan pangan pokok masyarakat. Di benak masyarakat sendiri, telah tertanam nilai kehidupan, jika kita bicara Bulog, yang diingat adalah beras. Dengan bahasa lain, dapat juga disebutkan “ingat Bulog, ingat beras”.
Semangat Presiden Prabowo merevitalisasi (giving a new life) Bulog dari status BUMN menjadi Lembaga Otonom Pemerintah langsung di bawah Presiden, tentu bukan hanya sekedar merubah posisi Bulog. Di balik itu, tentu ada keinginan lain yang ingin diraihnya. Presiden ingin agar keberadaan Bulog betul-betul memberi dukungan nyata terhadap pencapaian swasembada pangan 2027.
Selain itu, ada juga keinginan untuk mewujudkan “suasana kebatinan” yang lebih inten antara Bulog dengan petani. Persahabatan Bulog dengan petani penting dihangatkan agar dalam tempo yang sesegera mungkin, kesejahteraan petani jadi semakin membaik. Memposisikan Bulog sebagai offtaker merupakan jalan keluar memakmurkan kehidupan petani.
Revitalisasi Bulog yang salah satu langkah strategisnya melakukan transformasi kelembagaan Bulog, pada dasarnya merupakan proses pemberian “darah baru” bagi Bulog dalam menjalankan kiprah ke depan. Dalam regulasi yang kini tengah disiapkan, kita berharap agar para perumus kebijakan lebih mengutamakan terbangunnya nilai-nilai kehidupan yang mampu memberi “berkah kemanusiaan”.
Berbasis pada 3 Kementerian yang kini tengah menggodok regulasi dan “standing posision” Bulog mendatang, kita percaya Kementerian Koordinator bidang Pangan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kementerian Pertahanan, akan memberi pandangan dan pemikiran terbaiknya, terkait dengan peran Bulog dalam mempercepat terwujudnya swasembada pangan, utamanya beras.
Bulog memang Jempol! Kita tunggu perkembangannya. (PENULIS, KETUA HARIAN DPD HKTI JAWA BARAT)).
***
Judul: Bersama “Bulog Baru”, Berbagi “Berkah Kemanusiaan”
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi