MajmusSunda News, Kolom OPINI, Jawa Barat, Rabu (14/05/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Raja Beras Asean” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Kekaguman atas kisah sukses Pemerintahan Presiden Prabowo dalam meningkatkan produksi dan produktivitas tanaman padi, benar-benar datang dari berbagai pihak. Bukan saja dari para pengamat pertanian dari dalam negeri, namun dari pihak luar negeri pun banyak tanggapan yang cukup membesarkan hati. Salah satunya dari Kementerian Pertanian Amerika Serikat (USDA).

Lebih lanjut, berdasarkan laporan yang disajikan USDA Rice Outlook April 2025, produksi beras Indonesia diproyeksikan menyentuh angka 34,6 juta ton, tumbuh 4,8% dibandingkan periode tahun sebelumnya. Peningkatan jumlah ini menempatkan Indonesia di atas negara-negara ASEAN lainnya dalam produksi beras. Saat ini layak jika Indonesia merupakan raja beras Asean.
Di bawah Indonesia, Vietnam menempati urutan kedua dengan produksi beras sebesar 26,5 juta ton, disusul oleh Thailand dengan 20,1 juta ton, Filipina 12 juta ton, Kamboja 7,337 juta ton, Laos 1,8 juta ton, dan Malaysia 1,750 juta ton (laporan USDA musim tanam 2024/2025).
Lonjakan produksi beras tahun ini berhasil membalikkan kondisi Indonesia yang sebelumnya sempat melakukan impor dengan angka yang cukup fantastis. Kondisi ini menyebabkan kekhawatiran dan tekanan pada Thailand yang merupakan eksportir unggulan di kawasan Asean. Pada kuartal I 2025, volume ekspor Thailand merosot tajam hingga 30%. Tidak hanya Thailand, Vietnam pun tampak kesulitan mencari pasar ekspor berasnya, mengingat Indonesia telah manpu meningkatkan produksi berasnya.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman sempat berkomentar dengan kisah sukses Indonesoa meningkatkan produksi beras, sehingga memiliki cadangan beras Pemerintah, membuat banyak eksportir beras dunia yang cukup kesusahan mencari pasar ekspor berasnya. Itu sebabnya, menjadi sangat masuk akal, jika mereka kurang senang atas keberhasilan yang kita raih.
Strategi Pemerintahan Presiden Prabowo dalam menggenjot produksi beras, bisa dikatakan cukup sensaional. Bayangkan pada tahun 2024 produksi beras secara nasional hanya mencapai 30,48 juta ton. Sedangkan impor beras yang kita tempuh cukup besar yakni sekitar 4,5 juta ton. Artinya, kalau prediksi USDA diatas kita jadikan acuan, maka terjadi peningkatan produksi beras sebesar 4 juta ton.
Lebih keren lagi, ternyata mulai tahun 2025 Pemerintah telah mengumumkan melakukan penghentian terhadap kebijakan impor beras. Pemerintah tidak akan menjadikan impor beras sebagai kebutuhan yang harus dilakukan setiap tahun. Tapi mulai tahun ini sudah saatnya kita sampaikzn dengan suara lantang “selamat tinggal impor beras” !
Perkembangan impor beras dalam dua tahun belakangan ini betul-betul cukup merisaukan. Catatan Mindo Sianipar [2025] menginformasikan Indonesia terakhir impor beras pada tahun 2024 dengan total volume impor mencapai 4,52 juta ton. Jumlah ini meningkat dibandingkan tahun 2023 yang sebanyak 3,06 juta ton.
Impor beras ini dilakukan untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga beras di pasar domestik, mengingat produksi beras dalam negeri mengalami fluktuasi akibat perubahan iklim dan faktor lainnya. Secara detail, rincian Impor Beras 2024 adalah
– Total Volume Impor sebesr 4.519.420,6 ton
– Jenis Beras dapat diamati dari beras setengah giling atau beras giling utuh sebesar 3,99 juta ton (88,23% dari total impor) dn broken rice sebesar 510.010 ton (11,28% dari total impor).
– Negara Asal Utama adalah Thailand dengan volume 1,36 juta ton (30,19% dari total impor). Selain itu, Vietnam pun merupakan eksportir beras yang banyak memasok kita.
Selama ini, impor beras terpaksa ditempuh, karena produksi dalam negeri memang tidak mencukupi kebutuhan beras di dalam negeri. Pemerintah Indonesia, melalui Perum BULOG, melakukan impor beras untuk memastikan ketersediaan beras di pasar domestik dan menjaga stabilitas harga. Impor beras ini dilakukan secara bertahap dan tetap mengutamakan penyerapan gabah dan beras dalam negeri.
Distopnya impor beras merupakan era baru dalam dunia perberasan nasional menuju kemandirian dan kedaulatan pangan. Pemerintah berkeinginan agar penghentian impor beras merupakan kebijakan lestari, sehingga bangsa ini tidak akan melakukam impor beras konsumsi lagi. Bahkan akan lebih afdol, bila kita pun mulai merancang dan merumuskan kebijakan ekspor beras.
Dengan kapasitas yang dimiliki, sebetulnya bangsa kita mampu menjadi raja beras di kawasan Asean. Bila mengacu pada prediksi USDA diatas, produksi beras negara kita jauh diatas produksi Thailand dan Vietnam. Masalahnya adalah apakah produksi beras yang meningkat akan dapat dipertahankan sepanjang waktu ? Atau naiknya produksi beras sekarang lebih disebabkan faktor kebetulan saja ?
Jawabnya tegas, Indonesia mampu menggenjot produksi beras sepanjang waktu sekiranya Pemerintah yang sedang manggung, betul-betul memperlihatkan keberpihakan secara penuh terhadap langkah peningkatan produksi beras. Namun ceritanya akan menjadi lain, jika Pemerintah terekam setengah hati dalam membangun dunia perberasannya.
Semoga semangat untuk memposisikan Indonesia sebagai raja beras di Asean, akan menjadi udagan Pemerintahan Presiden Prabowo bersama Kabinet Merah Putihnya.
***
Judul: Raja Beras Asean
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi