Prof. Didin : Kinerja Pemerintahan Prabowo Masih Terpenjara oleh Pemerintahan Lama

"Kendati begitu, publik melihat kinerja pemerintahan Prabowo ini masih terpenjara oleh pemerintahan lama," tegas Prof. Didin.

Ketua Dewan Pakar Asosiasi Pengusaha Pribumi Nusantara Indonesia (ASPRINDO) Prof Didin S Damanhuri bersama Bapak Jose Rizal Ketua umum ASPRINDO (kiri) (Sumber: Istimewa)

MajmusSunda News, Jakarta, Rabu, (28/1/2025)-Ketua Dewan Pakar Asosiasi Pengusaha Pribumi Nusantara Indonesia (ASPRINDO) Prof Didin S Damanhuri merespon dan menyambut baik pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyatakan akan terus melakukan perbaikan dalam tata kelola pemerintahan.

Namun kendati begitu kata Prof Didin, menegaskan Pemerintahan Prabowo kinerjanya masih terpenjara oleh pemerintahan lama

“Saya melihat pemerintahan Prabowo ini membawa platform baru, yang berbeda dengan pemerintahan yang lama. Seperti, di sektor pembangunan ekonomi, Prabowo lebih mengedepankan ekonomi kerakyatan sementara pemerintahan sebelumnya berorientasi pada pembangunan infrastruktur secara besar-besaran,” kata Prof Didin.

Sisi lainnya yang diapresiasi oleh Prof Didin terkait kebijakan pengelolaan negara Presiden Prabowo, adalah pernyataan bahwa tidak boleh ada negara dalam negara. Yang menyangkut dua hal, yaitu ekonomi nasional dan penegakkan hukum.

“Kendati begitu, publik melihat kinerja pemerintahan Prabowo ini masih terpenjara oleh pemerintahan lama,” tegas Prof. Didin.

Dalam pelaksanaannya, karena ada perubahan paradigma (paradigma shift), kata Prof Didin, memang terlihat tidak ‘gercep’ dalam mengimplementasikan janji-janji pada pidatonya.

Seperti pemberantasan korupsi secara signifikan, efisiensi untuk menekan kebocoran anggaran yang mencapai 30 persen, swasembada pangan, swasembada energi, dan melakukan review terhadap berbagai program pembangunan agar selaras dengan program ekonomi untuk rakyat yang diinginkan Presiden Prabowo.

“Kebocoran APBN ini di atas 30 persen, besar sekali, hampir Rp1.000 triliun. Saya mengapresiasi bagaimana Prabowo bisa mereview berbagai program dinas pemerintahan senilai 10 persen dari APBN dan melakukan penghematan sekitar Rp306 triliun,” kata Prof Didin yang juga Guru Besar Ilmu Ekonomi Politik.

Langkah lain yang dinilai sangat progresif kata Prof Didin adalah kebijakan pengendapan devisa hasil ekspor sumber daya alam selama satu tahun.

“Tinggal pelaksanaannya, apakah bisa dilaksanakan sesuai Keppres atau tidak,” imbuh Prof Didin.

Ia pun menyoroti suku bunga Indonesia yang lebih tingggi dibandingkan negara tetangga di ASEAN. Seperti Thailand 2.25, Singapura 2.98, Malaysia 3, dan Vietnam 4.5. Hanya Brunei 5.5 dan Filipina 5.75 yang hampir sama dengan Indonesia.

“Bagaimana bisa bangkit? Biaya modal, biaya bisnis kita relatif lebih mahal. Belum yang hilirisasi, yang katanya hingga sektor agromaritim, ini kan juga harus ekspor. Pelaku bisnis itu membutuhkan nilai tukar mata uang yang stabil dan suku bunga yang kompetitif. Pemerintah perlu gercep ini jelang 6 bulan masa pemerintahan,” imbuh Prof Didin

Ia juga mengingatkan Presiden Prabowo Subianto untuk mengevaluasi kementerian yang tidak perform dan terlalu gendut.

“Karena terlalu gendut, jadi tidak lincah dan berbiaya tinggi juga. Jadi, menurut saya, kalau tidak perform yang harus jadi objek reshuffle,” tegas Guru Besar IPB ini.

Sementara untuk swasembada pangan, Ekonom Senior Indef yang juga pakar ekonomi di Majelis Musyawarah Sunda (MMS) ini, menilai langkah yang dilakukan pemerintah cukup kontroversi. Karena mengejar waktu, pemerintah memutuskan untuk menggunakan TNI, terutama pada program Food Estate.

“Padahal, jika ingin mendapatkan hasil maksimal, seharusnya pemerintah melibatkan petani secara luas. Hal yang sama juga saya rasakan di swasembada energi,” kata Prof Didin.

Menyoroti sektor perekonomian, Prof Didin menilai bahwa bukan hanya terkait suku bunga perbankan, devisa hasil ekspor tapi ada masalah besar yang harus dibenahi oleh pemerintahan. Yaitu melakukan revisi undang-undang yang tidak menyokong platform ekonomi kerakyatan.

“Misalnya, pemerintahan bisa mencabut Permendag yang mengizinkan masuknya barang luar yang sejenis dengan produk hasil industri padat karya milik lokal. Atau, aturan profit sharing negara dengan swasta, yang kerap perbandingannya adalah 3 berbanding 7, seharusnya kan 50:50. Ini terlalu besar ke sektor swasta, seperti nikel, jatuhnya malah ke pihak asing. Ini harus segera direvisi. Semua aturan yang tidak affordable bagi kebangkitan ekonomi nasional, harus direvisi. Jangan sampai aturan ini menghambat orientasi ekonomi kerakyatan,” kata Prof Didin.

Judul: Prof. Didin : Kinerja Pemerintahan Prabowo Masih Terpenjara oleh Pemerintahan Lama
Jurnalis: Agung Ilham Setiadi
Editor: AIS

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *