Praktek Trihelika: Ujian Lapangan Generasi Pertama

Artikel ini ditulis oleh: Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S.

Dunia wayang
Ilustrasi: Dunia Wayang - 9Sumber: Arie/MMNS)

MajmusSunda News, Kolom Artikel/Opini, Minggu (12/10/2025) – Artikel Serial Tropikanisasi dan Kooperatisasi berjudul “Praktek Trihelika: Ujian Lapangan Generasi Pertama” ini ditulis oleh: Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S., Pinisepuh Majelis Musyawarah Sunda (MMS) dan Rektor IKOPIN University Bandung.

Tokoh Tambahan: Mahasiswa Generasi Pertama (5 orang mewakili tiap fakultas); Petani Tumaritis (Komunitas percontohan); Digital Raksasa (Antagonis baru: perwujudan kapitalisme platform); Nyi Roro Ayu &  Sepuh Bijak (Kearifan lokal vs transformasi digital).

Latar: Kampus Tumaritis & Desa Tumaritis; Dunia Digital (cyberspace); Pantai Selatan & Pesantren.

SELINGAN LAGU: Manuk Dadali

https://www.youtube.com/clip/Ugkx9jnIM5kGEijRdW2OSNmpTAokMFbPiHdI

PROLOG: GENERASI PERTAMA DI UJUNG TANDUK

NARATOR: Dua tahun setelah pendirian Universitas Koperasi Tumaritis, lima mahasiswa terbaik dari tiap fakultas menghadapi ujian akhir yang tak terduga. Digital Raksasa dari Silicon Valley masuk ke Desa Tumaritis, menawarkan kemudahan teknologi dengan harga yang menggiurkan: data koperasi dan kedaulatan digital!

(Layar terbagi tiga: kampus, desa, dan cyberspace)

SEMAR: (Memegang smartphone dan wuluku)

“Anak-anakku! Digital Raksasa datang dengan janji manis. Tapi ingat Trihelika! Bung Hatta mengajarkan data harus membumi, Bung Karno mengingatkan kedaulatan adalah harga mati, Ki Hajar mengajarkan teknologi harus memerdekakan!”

BABAK 1: PERTARUNGAN DI DUNIA MAYA

FAKULTAS TEKNOLOGI (Sari – mahasiswi):

“Digital Raksasa menawarkan platform lengkap, tapi mereka minta akses penuh ke data petani!”

DIGITAL RAKSASA:

“Kami beri kalian efisiensi! Dengan AI kami, hasil panen bisa diprediksi! Tapi data adalah bayarannya!”

KRESNA:

“Technology dengan nilai kemanfaatan (Software) tanpa pemberdayaan pengguna (Soulware) adalah perbudakan baru! Ingat kata Kant: manusia adalah tujuan!”

SESEPUH BIJAK: (Muncul dalam bentuk hologram)

Belajar jangan sampai hilang jati diri. Teknologi itu seperti gamelan, harus dimainkan dengan rasa!”

BABAK 2: KONFLIK DI DESA TUMARITIS

FAKULTAS PEMBERDAYAAN (Budi – mahasiswa):

“Petani terpecah! Yang tua ingin pertahankan koperasi konvensional, yang muda tergoda teknologi instan!”

PETANI TUA:

“Koperasi kita sudah 40 tahun! Jangan dijual ke aplikasi!”

PETANI MUDA:

“Tapi dengan apps, jualan lebih gampang! Koperasi kita ketinggalan zaman!”

DEWI SRI: (Muncul dari padi)

“Anakku… teknologi tanpa kearifan seperti padi tanpa akar. Akan tumbuh tapi mudah roboh!”

NYI RORO AYU: (Muncul dari laut selatan)

“Gelombang digital seperti ombak lautan. Bisa menghanyutkan, tapi juga bisa dimanfaatkan untuk nelayan!”

BABAK 3: SOLUSI TRIHELIKA BERBASIS LOKAL

SEMAR:

“Mari kita praktikkan Trihelika! Setiap fakultas berikan solusinya!”

FAKULTAS EKONOMI:

“Kita buat platform koperasi sendiri! Data tetap milik petani, algoritma kita kembangkan sesuai kondisi lokal!”

FAKULTAS AKUNTANSI & HUKUM:

“Kita buat kontrak yang melindungi petani! Audit transaksi digital dengan nilai keadilan!”

FAKULTAS KELEMBAGAAN:

“Governance koperasi kita adaptasi dengan era digital! Tetap demokratis tapi efisien!”

BUNG HATTA: (Bayangan)

“Teknologi harus menjadi alat, bukan tuan! Koperasi harus tetap berdasarkan asas kekeluargaan!”

BUNG KARNO: (Bayangan)

“Buatlah teknologi yang Indonesia sentris! Jangan jadi budak algoritma asing!”

BABAK 4: SINTESIS DIGITAL & KEARIFAN LOKAL

KELIMA MAHASISWA (Bersama-sama):

“Kami ciptakan Koperasi Digital Tumaritis!”

  • Hardware: Server lokal, aplikasi ringan, offline capability
  • Software: Nilai gotong royong dalam algoritma, keadilan dalam sistem bagi hasil
  • Soulware: Pendidikan digital untuk petani, decision making tetap demokratis

PETANI TUA & MUDA (Bersatu):

“Ini baru teknologi yang menghormati kita! Bukan kita yang mengabdi teknologi!”

DIGITAL RAKSASA: (Menghilang perlahan)

“Kalian… telah menemukan cara lain… cara yang manusiawi…”

EPILOG: FILSAFAT YANG MENJADI NYATA

KI HAJAR DEWANTARA: (Bayangan)

“Pendidikan yang memerdekakan telah terbukti! Bukan hanya di kelas, tapi dalam kehidupan!”

IMMANUEL KANT: (Bayangan)

“You have shown that categorical imperative can be implemented in digital era! Treating humans as ends, never as means!”

SEMAR:

“Anak-anakku… kalian telah lulus ujian terberat. Bukan ujian di kertas, tapi ujian di kehidupan. Trihelika bukan lagi teori, tapi sudah menjadi darah daging!”

SABDA PAMUNGKAS DALANG:

Teknologi datang bagai badai,
Menggoda dengan janji manisnya.
Tapi Generasi Tumaritis tak tergoda,
Mereka sintesiskan digital dan kearifan.

Bung Hatta tersenyum lihat data yang membumi,
Bung Karno bangga lihat kedaulatan digital,
Ki Hajar bahagia lihat pendidikan yang hidup,
Kant kagum lihat moral dalam algoritma.

Koperasi Digital Tumaritis berdiri tegak,
Bukti Trihelika bukan mimpi.
Hardware teknologi tepat guna,
Software nilai Pancasila,
Soulware pendidikan Ki Hajar.

Untuk Indonesia berdaulat digital,
Melalui koperasi yang tetap manusiawi!

(Cahaya menyinari kelima mahasiswa yang sedang membantu petani menggunakan aplikasi, sementara latar bergambar server lokal berbentuk joglo dan algoritma yang visualisasinya seperti batik)

***

Noted:

Tropikanisasi adalah sebuah konsep transformatif yang merujuk pada proses mengangkat, memulihkan, dan memodernisasi kekayaan tropis—baik dalam pangan, budaya, ekonomi, maupun spiritualitas—sebagai fondasi kedaulatan dan keberlanjutan bangsa tropis seperti Indonesia.

Judul: Praktek Trihelika: Ujian Lapangan Generasi Pertama 
Penulis: Prof. Agus Pakpahan
Editor: Jumari Haryadi

Sekilas Info Penulis

Prof. Agus Pakpahan memimpin IKOPIN University sejak 29 Mei 2023 untuk periode 2023–2027. Ia dikenal sebagai ekonom pertanian yang menaruh perhatian pada penguatan ekosistem perkoperasian dan tata kelola kebijakan publik.

Prof. Agus Pakpahan
Prof. Agus Pakpahan, Penulis: (Sumber: Arie/MMSN)

Di bawah kepemimpinan Agus Pakpahan, IKOPIN mendorong kemitraan strategis dan pembenahan tata kelola kampus, termasuk menyambut inisiatif pemerintah agar IKOPIN bertransformasi menuju skema Badan Layanan Umum (BLU) di lingkungan Kemenkop UKM—sebuah langkah untuk memperkuat daya saing kelembagaan dan mutu layanan pendidikan. “Pendidikan yang berpihak pada kemajuan adalah jembatan masa depan,” demikian ruh visi yang ia usung.

Lahir di Sumedang, 29 Januari 1956, Agus Pakpahan menempuh S-1 di Fakultas Kehutanan IPB (1978) dan meraih M.S. Ekonomi Pertanian di IPB (1981). Ia kemudian meraih Ph.D. Ekonomi Pertanian dengan spesialisasi Ekonomi Sumber Daya Alam dari Michigan State University (1988). Latar akademik ini mengokohkan reputasinya di bidang kebijakan sumber daya alam, pertanian, dan pembangunan pedesaan. “Ilmu adalah cahaya; manfaatnya adalah sinar yang menuntun,” menjadi prinsip kerja ilmiahnya.

Kariernya panjang di pemerintahan: bertugas di Bappenas pada 1990-an, lalu dipercaya sebagai Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (1998–2002). Di tengah restrukturisasi, ia memilih mundur pada 2002—sebuah sikap yang tercatat luas di media arus utama.

Sesudahnya, Agus Pakpahan menjabat Deputi Menteri BUMN Bidang Usaha Agroindustri, Kehutanan, Kertas, Percetakan, dan Penerbitan (2005–2010), memperlihatkan kapasitasnya menautkan riset, kebijakan, dan bisnis negara. “Integritas adalah kompas; kebijakan adalah peta,” ringkasnya tentang tata kelola.

Sebagai akademisi-pemimpin, Agus Pakpahan aktif membangun jejaring dan kurikulum. Kunjungan kerja ke FEB UNY menegaskan orientasi penguatan kompetensi usaha dan koperasi, sementara di tingkat lokal ia melepas ratusan mahasiswa KKN untuk mengabdi di puluhan desa di Sumedang—mendorong pembelajaran kontekstual dan solusi nyata bagi masyarakat. “Belajar adalah bekerja untuk sesama,” begitu pesan yang kerap ia gaungkan pada kegiatan kampus.

Di luar kampus, kiprah Agus Pakpahan terekam dalam wacana publik seputar hutan, pertanian, ekonomi sirkular, dan perkoperasian—menginspirasi komunitas petani serta pemangku kepentingan untuk berinovasi tanpa meninggalkan nilai-nilai gotong royong.

Esai dan pandangan Agus Pakpahan di berbagai media bereputasi menunjukkan konsistensinya pada pembangunan yang adil dan berkelanjutan. “Kemajuan tanpa keadilan hanyalah percepatan tanpa arah; keadilan memberi makna pada laju,” adalah mutiara yang merangkum jalan pikirannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *