Perum Bulog Cukup Berperan : Sinyal Swasembada Beras

Perum Bulog Cukup Berperan : SINYAL SWASEMBADA BERAS

MajmusSunda News, Kolom OPINI, Jawa Barat, Jum’at (23/05/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Perum Bulog Cukup Berperan : Sinyal Swasembada Beras” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Sinyal swasembada beras adalah indikator atau tanda bahwa Indonesia telah mencapai atau mendekati kemampuan untuk memenuhi kebutuhan beras dalam negeri dengan produksi dalam negeri sendiri, tanpa bergantung pada impor beras. Swasembada beras berarti bahwa produksi beras dalam negeri cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras masyarakat Indonesia.

Ir. Entang Sastraatmadja, penulis – (Sumber: tabloidsinartani.com)

Sinyal swasembada beras dapat dilihat dari beberapa indikator, seperti pertama produksi beras dalam negeri meningkat dan memenuhi kebutuhan konsumsi beras masyarakat. Kedua, cadangan beras dalam negeri memadai untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras masyarakat dalam jangka waktu tertentu. Dan ketiga, impor beras menurun atau bahkan tidak diperlukan lagi karena produksi dalam negeri sudah mencukupi kebutuhan.

Sinyal swasembada beras sendiri merupakan tanda positif bagi perkembangan ketahanan pangan bangsa dan negara sekaligus dapat meningkatkan kemandirian bangsa dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat. Tulisan kali ini mencoba akan melihat bagaimana sebetulnya kondisi terkini dari sinyal yang mulai berkelap-kelip ini.

Kondisi produksi beras terkini di Indonesia menunjukkan peningkatan yang signifikan. Berdasarkan data Kerangka Sampel Area (KSA) dari Badan Pusat Statistik (BPS), proyeksi produksi beras dalam tiga bulan pertama tahun ini mencapai sekitar 8,59 juta ton, dengan rincian:
– Januari 1,31 juta ton
– Februari 2,08 juta ton
– Maret 5,20 juta ton

Peningkatan produksi beras ini mencapai 50,97% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, yaitu 5,69 juta ton. Pemerintah optimis bahwa produksi beras akan terus meningkat dan telah menyiapkan strategi untuk menyerap hasil panen petani melalui Perum Bulog agar cadangan beras Pemerintah (CBP) semakin kokoh.

Selain itu, dalam mendukung hal ini, pemerintah juga telah menetapkan kebijakan satu Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah sebesar Rp6.500 per kilogram dan Harga Acuan Pembelian (HAP) jagung sebesar Rp5.500 per kilogram untuk melindungi petani dan meningkatkan produksi. Kebijakan ini diharapkan mampu mempercepat terwujudnya kesejahteraan petani.

Seiring dengan itu, Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan (NTPP) yang hingga kini masih dijadikan ukuran untuk menilai kesejahtwraan petani, juga menunjukkan stabilitas yang baik, dengan indeks NTPP berada di atas 100 poin selama dua tahun terakhir. Pemerintah berharap NTPP dapat terus terjaga dengan baik, terutama saat momentum panen raya.

Lalu, bagaimana dengan kondisi cadangan beras terakhir ? Berdasar keterangan Pemerintah, kondisi cadangan beras pemerintah Indonesia per 13 Mei 2025 mencapai 3,7 juta ton, menandai tonggak sejarah baru dalam pengelolaan cadangan pangan nasional. Dengan pencapaian ini, Indonesia menuju era baru ketahanan pangan setelah Presiden Prabowo Subianto menyatakan tidak ada lagi impor beras pada awal 2025, yang kemudian terbukti dengan penghentian impor beras.

Pencapaian cadangan beras yang signifikan ini menunjukkan bahwa pemerintah telah membuat kemajuan dalam meningkatkan produksi dan pengelolaan beras dalam negeri. Perum BULOG sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam pengelolaan cadangan pangan pemerintah terus berupaya meningkatkan stok beras untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan menjaga stabilitas harga.

Sedangkan terkait dangan impor beras, ada baiknya kita cermati dari pertanyaan, mengapa bangsa ini harus menempuh impor beras ? Kebijakan impor beras di Indonesia bertujuan untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan beras di pasar dalam negeri.
Ada beberapa aspek penting terkait kebijakan impor beras. Pertama terkait dengan alasan ditempuhnya impor beras. Impor beras dilakukan karena produksi beras dalam negeri mengalami fluktuasi akibat faktor-faktor seperti krisis iklim, berkurangnya lahan pertanian, dan kondisi tanah serta akses pengairan yang kurang memadai. Selain itu, konsumsi beras per kapita di Indonesia yang tinggi juga menyebabkan permintaan beras terus meningkat.

Kedua berhubungan dengan proses impor beras. Proses impor beras melibatkan beberapa lembaga pemerintah, termasuk Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Badan Pangan Nasional. Perum BULOG ditugaskan untuk melaksanakan impor beras dan memastikan kualitas serta standar keamanan pangan.

Ketiga, soal pengawasan dan kontrol. Pengawasan terhadap beras impor dilakukan secara ketat untuk memastikan tidak ada penyimpangan dalam kualitas dan kuantitas. Badan Pangan Nasional bekerja sama dengan instansi terkait lainnya untuk melakukan kontrol dan inspeksi rutin.

Namun, pemerintah Indonesia juga telah mengumumkan rencana untuk menghentikan impor beras dan meningkatkan produksi dalam negeri. Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan mencapai swasembada pangan. Dalam mendukung hal ini, pemerintah juga akan memperkuat infrastruktur irigasi dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia petani.

Atas gambaran yang dipaparkan diatas, tampak dengan terang benderang bahwa sinyal swasembada beras di negeri ini, kembali memperlihatkan lampu hijau. Hal ini jelas merupakan kabar baik. Sebab, tercapainya swasembada beras merupakan kata kunci ke arah pencapaian swasembada pangan.

***

Judul: Perum Bulog Cukup Berperan : Sinyal Swasembada Beras
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *