Olahraga, Olahraga

Artikel ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif

Sepak bola
Ilustrasi: Pertandingan sepak bola - (Sumber: Bing Image Creator AI)

MajmusSunda News, Rabu (20/11/2024) Artikel berjudul “Olahraga, Olahraga” ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif, pria kelahiran Sukabumi, Jawa Barat dan Anggota Dewan Pinisepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Saudaraku, semalam tim sepakbola kita menang. Olahraga memperlihatkan karakter yang dibutuhkan untuk olah negara.

Dalam kobaran cinta tanah air, seperti dalam olahraga atas nama bangsa, jiwa amatir (Latin, “amateur” = kasih,  compassionate) membuat atlet profesional ternama sekali pun siap bertarung demi negara. Kesiapan berkorban dan kesungguhan berjuang demi mengharumkan bangsa menjadikan altet sejati sebagai pahlawan.

Pakar Aliansi Kebangsaan, Prof. Yudi Latif
Prof. Yudi Latif, penulis – (Sumber: Antara)

Sektor olahraga juga mencerminkan modernisasi bangsa. Suatu bangsa bisa saja memiliki olahraga populer andalan yang bisa tetap berkembang dalam segala cuaca. Namun, prestasi olahraga secara keseluruhan merefleksikan kondisi perkembangan politik dan ekonomi bangsa bersangkutan.

Bagi Indonesia, olahraga mengandung signifikansi nilainya tersendiri. Tatkala dunia politik mengalami kemarau kepahlawanan, dunia olahraga bisa melahirkan pahlawan alternatif untuk menumbuhkan harapan bangsa.

Masalahnya, meminjam ungkapan Brutus dalam drama William Shakespeare, “How many times shall Caesar bleed in sport?”; berapa banyak cucuran keringat, darah dan air mata yang ditumpahkan para atlet dalam olahraga agar dapat menularkan jiwa amatir ke dalam olah negara? Berapa banyak atlet sejati yang harus berlaga agar para aspiran politik menyadari pentingnya mengedepankan keseriusan berjuang ketimbang jalan pintas kemenangan?

Sungguh tragis, Indonesia sedang mengalami fase penjungkarbalikan nilai dalam olah negara. Harry Truman menyatakan, “Politik—politik luhur—adalah pelayanan publik. Tak ada kehidupan atau pekerjaan di mana manusia dapat menemukan peluang lebih besar untuk melayani komunitas atau negaranya selain dalam politik yang baik.”

Nyatanya, arus besar penyelenggara negara kita tidaklah hidup untuk negara, melainkan hidup dari negara yang membuat Indonesia tergelincir dari bangsa pelopor menjadi bangsa pengekor.

Cinta atlet pada sesuatu di luar dirinya mengembangkan keagungan bangsa. Cinta politikus pada diri, keluarga dan konconya mengempiskan kebesaran bangsa.

Saatnya etos kejuangan para atlet dalam olahraga ditularkan menjadi etos para politikus dalam olah negara. Bahwa “kecintaan pada tanah air itulah yg membuat menang”; vincet amor patriae!

***

Judul: Olahraga, Olahraga
Penulis: Prof. Yudi Latif
Editor: Jumari Haryadi

Sekilas tentang penulis

Prof. Yudi Latif adalah seorang intelektual terkemuka dan ahli dalam bidang ilmu sosial dan politik di Indonesia. Pria yang lahir Sukabumi, Jawa Barat pada 26 Agustus 1964 ini tumbuh sebagai pemikir kritis dengan ketertarikan mendalam pada sejarah, kebudayaan, dan filsafat, khususnya yang terkait dengan Indonesia.

Pendidikan tinggi yang ditempuh Yudi Latif, baik di dalam maupun luar negeri, mengasah pemikirannya sehingga mampu memahami dinamika masyarakat dan politik Indonesia secara komprehensif. Tidak hanya itu, karya-karyanya telah banyak mengupas tentang pentingnya memahami identitas bangsa dan menguatkan nilai-nilai kebhinekaan.

Sebagai seorang akademisi, Yudi Latif aktif menulis berbagai buku dan artikel yang berfokus pada nilai-nilai kebangsaan dan Islam di Indonesia. Salah satu karya fenomenalnya adalah buku “Negara Paripurna” yang mengulas konsep dan gagasan mengenai Pancasila sebagai landasan ideologi dan panduan hidup bangsa Indonesia.

Melalui bukunya tersebut, Yudi Latif menekankan bahwa Pancasila adalah alat pemersatu yang dapat menjembatani perbedaan dan memperkokoh keberagaman bangsa. Gagasan-gagasan Yudi dikenal memperkaya wacana publik serta memperkuat diskusi mengenai kebangsaan dan pluralisme dalam konteks Indonesia modern.

Di luar akademisi, Yudi Latif juga aktif dalam berbagai organisasi, di antaranya pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Indonesia. Melalui perannya ini, ia berusaha membangun kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap Pancasila sebagai ideologi negara. Komitmennya dalam mengedepankan nilai-nilai kebangsaan membuatnya dihormati sebagai salah satu tokoh pemikir yang berupaya menjaga warisan ideologi Indonesia.

***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *