Menguak Sejarah Syekh H Abdul Muhyi Pamijahan Perintis dan Penyebar Islam di Tasikmalaya Selatan

Syekh H Abdul Muhyi dikenal perannya di Desa Pamijahan,Kecamatan Bantarkalong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat sebagai perintis dan penyebar Islam di Tasikmalaya selatan

Seorang pemuda mengantar kakeknya usai pulang ziarah dari Makam Syekh H. Abdul Muhyi Pamijahan, (Agung Ilham Setiadi/majmussunda.id

MajmusSundaNews, Rubrik Seni dan Budaya/Sejarah, Kota Bandung, Jawa Barat, Minggu (6/10/2024) – Artikel berjudul Menguak Sejarah Syekh H Abdul Muhyi Perintis dan Penyebar Islam di Tasikmalaya Selatan oleh: Agung Ilham Setiadi

Syekh H Abdul Muhyi dikenal perannya di Desa Pamijahan,Kecamatan Bantarkalong, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat sebagai perintis dan penyebar Islam di Tasikmalaya selatan, kini masuk Calon Daerah Persiapan Otonomi Baru (CDPOB) Kabupaten Tasikmalaya Selatan.

Syekh H Abdul Muhyi menjadi perintis dan penyebar Islam pertama di Tasikmalaya selatan. Peran dakwah Syekh H. Abdul Muhyi hingga sekarang masih kental dan terasa.

Sosoknya, diyakini sebagai salah seorang wali Allah yang memiliki segudang karomah, menjadi panutan dan inspirasi baru dalam melaksanakan ajaran Islam di Tasikmalaya selatan saat itu

Silsilah Syekh H. Abdul Muhyi dan Perjalanan Dakwahnya Sebelum Sampai di Pamijahan

Semasa kecilnya, Syekh Abdul Muhyi telah mendapatkan didikan Agama Islam dari orang tuanya dan dari Ulama-Ulama yang berada di Ampel/Gresik.

Dikutip dari buku Sejarah Perjuangan Syekh Haji Abdul Muhyi Waliyullah Pamijahan ditulis oleh Drs H AA Khaerussalam menjelaskan pada tahun 1669, di usia 19 tahun, Syekh Abdul Muhyi merantau melanjutkan pendidikannya ke Aceh di Sumatera Utara.

Usia menginjak 27 tahun, Syekh Abdul Muhyi dibawa ke Baghdad oleh gurunya untuk menziarahi makam Syekh Abdul Qodir Jaelani. Beliau menetap selama 2 tahun di Baghdad.

Setelah 2 tahun menetap, perjalanan diteruskan ke Mekah dan Madinah untuk menunaikan haji. Ketika semuanya berada di Baitullah tiba-tiba Syekh Abdul Ra’uf mendapatkan sebuah ilham bahwa di antara santrinya itu akan ada yang mendapat pangkat kewalian.

“Setelah tanda ilham itu terlihat di diri Syekh Abdul Muhyi, Syekh Abdul Ra’uf segera memanggil Syekh Abdul Muhyi dan disuruhnya pulang ke Gresik, selanjutnya ditugaskan untuk mencari gua dan harus menetap disana,” kata Khaerussalam seperti yang ditulis dalam bukunya.

Syekh Abdul Muhyi lahir di Mataram sekitar 1650 Masehi atau 1071 Hijriah. Ia lahir dari seorang ibu bernama Ny. R. Ajeng Tanganjiah sebagai keturunan dari Sayyidina Husein bin Sayyidina Ali Wa Fatimah binti Rasulullah dan Ayahnya bernama Sembah Lebe Wartakusumah keturunan dari Raja Galuh Pakuan.

Usaha Syekh H.Abdul Muhyi Mencari Gua

Dalam buku Sejarah Syekh Abdul Muhyi Pamijahan ditulis oleh Raden H Abdullah Apap menuturkan setelah mendapat perintah dari gurunya, Syekh H Abdul Muhyi segera pulang ke Gresik.

Setibanya di Gresik Syekh H Abdul Muhyi menemui ayah dan ibunya untuk meminta izin dan restu untuk menjalankan perintah gurunya.

Kemudian menikahlah Syekh H Abdul Muhyi kepada seorang wanita pilihannya bernama Ayu Bakta putri dari seorang ayah yang bernama Sembah Dalem Sacaparana.

Tak lama setelah menikah, berangkatlah Syekh H Abdul Muhyi bersama istrinya meninggalkan Gresik menuju ke arah Barat, sampailah Syekh H Abdul Muhyi ke suatu daerah bernama Darma Kuningan.

Syekh H Abdul Muhyi menetap di Darma Kuningan selama 7 tahun (1678 – 1685). Selain berusaha mencari gua yang telah diperintahkan oleh gurunya, beliau juga membina dan mendidik para penduduk di Darma Kuningan yang telah menganut agama islam sebelumnya.

Setelah 7 tahun di Darma Kuningan, Syekh H Abdul Muhyi mengarahkan langkahnya menuju ke Pulau Jawa bagian Barat kemudian belok ke sebelah selatan, di daerah Pameungpeuk (Garut Selatan).

Di sana Syekh H Abdul Muhyi menyebarkan agama Islam dengan cara yang sangat hati-hati karena pada waktu itu penduduknya masih memeluk agama Hindu, tetapi dengan ketabahan, sedikit demi sedikit akhirnya banyak masyarakat yang memeluk agama Islam.

Pada suatu hari sampailah Syekh H Abdul Muhyi pada suatu tempat yang bernama Batuwangi. Dari Batuwangi, perjalanan berlanjut dan sampailah ke suatu tempat yang tak begitu jauh dari sana, nama tempat itu adalah Lebaksiuh.

Syekh H Abdul Muhyi bermukim disana selama 4 tahun, yaitu dari tahun 1686 – 1690 M/ 1107-1111 H. Selama bermukim di sana Syekh H Abdul Muhyi terus menyebarkan agama islamnya dengan tekun disertai keramatnya.

Selama 4 tahun Syekh H Abdul Muhyi di Lebaksiuh, di sana Syekh H Abdul Muhyi mendirikan sebuah masjid untuk beribadah dan mendidik mereka tentang ilmu agama. Disamping itu, Syekh H Abdul Muhyi terus mencari gua yang dicari, dengan cara bertani.

“Berbeda dengan cara bertani masyarakat, Syekh H Abdul Muhyi menanam sebuah padi sebagai petunjuk keberadaan gua yang dicari. Syekh Abdul Muhyi,” kata Abdullah Apap seperti yang ditulis dalam bukunya.

Sekian lama mencari, Syekh H Abdul Muhyi menemukan gua yang selama ini dicari, di daerah yang sekarang kita kenal sebagai Pamijahan dengan guanya bernama Safarwadi (sekarang masuk Kampung Panyalahan, Desa Pamijahan).

Dakwah Syekh H Abdul Muhyi dengan Pendekatan Kultural

Dakwah Syekh H Abdul Muhyi dilakukan dengan pendekatan kultural atau pendekatan budaya, artinya tidak dengan cara kekerasan atau frontal. Beliau lebih mengutamakan dengan perbuatan yang bisa dicontoh (bil hal).

Seperti bagaimana cara bersedekah atau saling tolong- menolong sesama tetangga, membangun tatanan dan keadilan sosial, persatuan, musyawarah dan mufakat, kemasyarakatan, seperti membangun masjid, menyuburkan sedekah dan bergotong royong dan banyak lagi perbuatan baik yang lainnya.

Tidak heran jika jejak dan tapak lacak dakwah Syekh H Abdul Muhyi pada saat itu mudah diterima, hingga sekarang cara dakwah yang dilakukan oleh beliau tetap dilaksanakan oleh para ulama atau kiai yang ada khususnya di Tasikmalaya selatan.

Tidak hanya itu dari hasil dakwah beliau lewat keturunannya berdiri pesantren terkenal dan para ulama besar yang kiprahnya sangat dirasakan dan diperlukan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Salah satu ulama dari keturunan beliau ada KH Ahmad Sanusi dari Sukabumi dikenal dengan Ajengan Gunung Puyuh. putra dari KH Abdurrahim (Ajengan Cantayan) ke atasnya bersambung dengan Nyi Raden Candra Binti Syekh H Abdul Muhyi.

Ia juga terpilih menjadi salah satu anggota BPUPKI dan salah satu tokoh nasional dan ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional

 

Judu: Menguak Sejarah Syekh H Abdul Muhyi Perintis dan Penyebar Islam di Tasikmalaya Selatan
Jurnalis: Agung Ilham Setiadi
Editor: AIS

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *