Kontemplasi Swasembada Beras

oleh: Ir. Entang Sastraatmadja

MajmusSunda News, Kolom OPINI, Jawa Barat, Jum’at (23/05/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Kontemplasi Swasembada Beras” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Hakekat kontemplasi swasembada beras adalah refleksi mendalam tentang pentingnya mencapai swasembada beras sebagai tujuan nasional. Swasembada beras berarti bahwa suatu negara dapat memenuhi kebutuhan berasnya sendiri tanpa bergantung pada impor dari negara lain.

Ir. Entang Sastraatmadja, penulis – (Sumber: tabloidsinartani.com)

Makna kontemplasi swasembada beras adalah meningkatkan kesadaran tentang pentingnya swasembada beras sebagai tujuan nasional. Kemudian, mengembangkan strategi untuk meningkatkan produksi beras dan mencapai swasembada beras. Dan mengatasi tantangan dan hambatan yang dihadapi dalam mencapai swasembada beras.

Tujuan kontemplasi swasembada beras adalah meningkatkan kemandirian pangan nasional dengan memproduksi beras yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Selanjutnya, mengurangi ketergantungan impor beras dan meningkatkan kemampuan produksi dalam negeri. Dan meningkatkan kesejahteraan petani dengan meningkatkan harga gabah dan pendapatan petani.

Atas pemahaman yang demikian,, bisa ditegaskan, kontemplasi swasembada beras adalah proses refleksi mendalam agar dapat mengaca diri, yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan mengembangkan strategi, kebijakan, program dan kegiatan guna mencapai swasembada beras berkelanjutan sebagai tujuan nasional.

Memasuki era Kepemimpinan Presiden Prabowo, sektor pertanian pangan, khususnya dunia perberasan, tampak mulai menggeliat memperlihatkan kekuatan yang sebenarnya. Produksi beras secara nasional dilaporkan meningkat cukup signifikan. Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) memproyeksikan produksi beras tahun 2025 dapat mencapai 34,6 juta ton. Ini jelas, angka yang menakjubkan.

Tidak hanya produksi beras yang melejit cukup tinggi. Serapan gabah Perum Bulog dalam Panen Raya kali ini pun memperlihatkan prestasi yang sangat membanggakan. Hingga pertengahan bulan Mei 2025, Perum Bulog telah mampu menyerap gabah petani sebesar 1,8 juta ton. Padahal, biasanya dalam 5 tahun terakhir, rata-rata hanya 1 – 1,2 juta ton.

Akibatnya wajar jika cadangan beras Pemerintah melonjak cukup tinggi. Pemerintah menyebut sampai saat ini Indonesia telah memiliki cadangan beras Pemerintah sebesar 3,8 juta ton. Diproyeksikan hingga berakhirnya Panen Raya padi, cadangan beras Pemerintah dapat menembus angka 4 juta ton. Hal ini merupakan sejarah baru dalam dunia perberasan nasional.

Yang cukup menghebohkan adalah lahirnya kebijakan Pemerintah yang mengumumkan kepada warga dunia, mulai tahun 2025 ini, Indonesia akan menghentikan impor beras. Keputusan penyetopan impor beras, rupanya berdampak nyata terhadap beberapa produsen beras dunia (Thailand dan Vietnam), yang cukup kesulitan mencari pasar beras mereka.

Gambaran produksi beras yang meningkat cukup signifikan, tingginya serapan gabah petani oleh Perum Bulog, semakin kokohnya cadangan beras Pemerintah dan penyetopan impor beras konsumsi, membuat banyak pihak mempersoalkan dan bertanya-tanya benarkah sekarang Indonesia sudah berswasembada beras lagi ?

Pertanyaan semacam ini wajar disampaikan, karena jika digunakan ukuran swasembada beras yang dipakai Badan Pangan Dunia (FAO), dengan gambaran yang dipaparkan diatas, maka tidak salah jika Indonesia, kini sudah berswasembada beras. Kontemplasinya adalah kualitas swasembada beras seperti apa yang seharisnya kita capai ?

Selama ini, memang ada dua versi terkait swasembada beras. Pertama, swasembada beras ‘on trend’ yang memberi pemahaman sebagai swasembada beras yang tidak berkelanjutan atau hanya bersifat sementara, bukan sebagai pencapaian jangka panjang. Dalam konteks ini, “on trend” lebih merujuk pada sifat sementara atau mengikuti tren, bukan sebagai pencapaian yang stabil dan berkelanjutan.

Swasembada beras on trend bisa terjadi karena beberapa alasan, pertama, adanya kebijakan yang tidak berkelanjutan. Kebijakan pemerintah yang tidak konsisten atau tidak berkelanjutan dapat menyebabkan swasembada beras hanya bersifat sementara. Kedua, karena adanya ketergantungan pada faktor eksternal. Ketergantungan pada impor atau faktor eksternal lainnya dapat membuat swasembada beras tidak stabil.

Ketiga, kurangnya investasi pada sektor pertanian dapat menyebabkan produksi beras tidak meningkat secara signifikan. Dan keempat, adanya dampak perubahan iklim. Perubahan iklim dapat mempengaruhi produksi beras dan menyebabkan swasembada beras tidak berkelanjutan. Catatan pentingnya, swasembada beras on trend dapat terjadi karena kombinasi dari faktor-faktor tersebut.

Satunya lagi adalah swasembada beras berkelanjutan yang memiliki pengertian kemampuan suatu negara atau wilayah untuk memproduksi beras yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya sendiri secara terus-menerus dan berkelanjutan. Ini mencakup beberapa aspek, pertama ketersediaan pangan. Artinya, perlu memastikan ketersediaan beras yang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Kedua, kemampuan produksi. Dalam hal ini, meningkatkan kemampuan produksi beras dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan pada impor. Ketiga keberlanjutan. Artinya, berupaya mempertahankan kemampuan produksi beras dalam jangka panjang dengan mempertimbangkan faktor lingkungan, sosial, dan ekonomi.

Swasembada beras berkelanjutan atau bisa juga dimaknai sebagai swasembada beras permanen, bertujuan untuk meningkatkan kemandirian pangan dan kesejahteraan masyarakat. Swasembada beras berkelanjutan merupakan jawaban atas swasembada beras ‘on trend’, yang selama ini memang menyergap dunia perberasan nasional.

Semoga jadi bahan perenungan bersama.

***

Judul: Kontemplasi Swasembada Beras
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja 
Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *