Majmusundanews.id – Kota Bogor, Kamis (28/08/2025), Rencana pembangunan jalan alternatif yang melintasi kawasan Sumur Tujuh di Kota Bogor menuai reaksi keras dari para budayawan Bogor. Melalui Forum Kabuyutan Pakwan Padjadjaran (FKPP), mereka melayangkan surat resmi kepada Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim, yang berisi penolakan tegas terhadap proyek tersebut. Surat bertanggal 28 Agustus 2025 itu juga dikirimkan ke berbagai instansi pusat dan daerah, termasuk Kementerian Kebudayaan, Kemendagri, Forkopimda Jabar dan Kota Bogor, serta PT KAI.
FKPP memandang proyek jalan pengganti Jalan Saleh Danasasmita sebagai ancaman serius terhadap keberadaan Sumur Tujuh dan situs Bangker Mandiri yang memiliki nilai sejarah tinggi. Dalam surat bernomor 001/FKPP/VIII/2025 tersebut, FKPP mencantumkan 12 poin tuntutan yang intinya meminta pemerintah menghentikan rencana pembangunan yang dinilai melanggar prinsip pelestarian budaya.
Kami menolak keras segala bentuk upaya pembangunan yang mengorbankan situs sejarah. Sumur Tujuh bukan sekadar tempat, tapi simbol peradaban dan spiritualitas masyarakat Bogor,” tegas Ketua FKPP, TB. Lufti Suyudi.
Ia juga mengingatkan bahwa pemerintah pernah berjanji menjadikan Sumur Tujuh sebagai cagar budaya nasional, namun hingga kini janji itu belum terealisasi.
Budayawan Bogor Desak Pemerintah
FKPP juga menyinggung insiden perusakan cagar budaya yang terjadi pada 2018 di kawasan yang sama. Laporan hukum atas peristiwa itu telah diajukan ke pihak kepolisian, tetapi hingga kini belum ada kejelasan proses penanganannya. Budayawan menilai pemerintah belum menunjukkan itikad baik dalam melindungi warisan leluhur.
Tak hanya itu, proyek jalur ganda kereta api (double track) milik PT KAI juga turut dikritisi. FKPP menilai proyek tersebut tidak hanya berdampak negatif terhadap masyarakat, tapi juga telah merusak kawasan yang memiliki nilai historis.
“Pemerintah seolah menutup mata terhadap kerusakan yang ditimbulkan pembangunan infrastruktur. Jika Sumur Tujuh dilenyapkan, maka lenyap pula jejak kebesaran Pakuan Pajajaran,” ujar Lufti dengan nada penuh keprihatinan.

Surat FKPP dinilai sebagai bentuk tekanan moral, bukan hanya untuk Pemerintah Kota Bogor, tetapi juga untuk pemerintah pusat. Para budayawan berharap isu ini menjadi perhatian nasional, agar pelestarian budaya tidak dikalahkan oleh kepentingan pembangunan jangka pendek.
“Ini bukan sekadar proyek jalan. Ini soal keberpihakan negara terhadap sejarah dan identitas budaya bangsa,” imbuh Lufti.


Pemerintah Kota Beri Klarifikasi
Menanggapi polemik ini, Kepala Bidang Kebudayaan Disparbud Kota Bogor, Dian Herdiawan, menyatakan bahwa Sumur Tujuh hingga kini belum memiliki status resmi sebagai cagar budaya karena belum diterbitkannya Surat Keputusan (SK) penetapan.
“Memang belum ada SK Cagar Budaya untuk Sumur 7,” ujar Dian.
Namun, ia memastikan bahwa proyek jalan alternatif yang dirancang Pemkot Bogor tidak akan menyentuh lokasi situs Sumur Tujuh.
“Setahu saya, jalur yang direncanakan justru menghindari Sumur Tujuh. Bahkan masyarakat nantinya akan lebih mudah menjangkau situs tersebut,” jelasnya saat dikonfirmasi.
Antara Pelestarian dan Pembangunan
Perseteruan ini memperlihatkan tarik ulur antara kepentingan pembangunan infrastruktur dan upaya pelestarian budaya. FKPP dan para tokoh adat berharap pemerintah dapat lebih bijak dalam mengambil keputusan yang menyangkut situs-situs warisan sejarah.
Polemik Sumur Tujuh menjadi cermin bahwa pembangunan yang berkelanjutan seharusnya tidak dilakukan dengan mengorbankan jejak peradaban masa lalu.
–
Judul tulisan: Budayawan Bogor Layangkan Surat Ultimatum Ke Pemkot, Sumur Tujuh Terancam Digusur Proyek Jalan Alternatif
Editor: Adrie Noor
Sumber: BharataNews.id