MajmusSunda News, Kolom OPINI, Jawa Barat, Minggu (06/07/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “”Belegug Sia”” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
“Belegug” dalam bahasa Sunda berarti “bodoh” atau “tidak tahu sopan santun”. Lalu apa yang disebut dengan “belegug sia” ? Ungkapan ini tergolong kasar dan tidak sopan, terutama jika ditujukan kepada orang yang lebih tua atau dalam situasi formal. Penjelasan lebih rinci :
• Belegug. Kata ini dalam bahasa Sunda berarti “bodoh” atau “tidak tahu sopan santun”.
• Sia. Kata ganti orang kedua tunggal dalam bahasa Sunda yang berarti “kamu”.

Jadi, menggabungkan kedua kata tersebut, “belegug sia” digunakan untuk mengkritik atau merendahkan seseorang dengan menyebutnya bodoh dan tidak tahu tata krama. Penggunaan ungkapan ini sebaiknya dihindari dalam percakapan sehari-hari untuk menjaga kesopanan dan menghindari konflik.
Dalam bahasa Sunda, “belegug” memiliki arti yang cukup unik. “Belegug” dapat diartikan sebagai “bodoh” atau “kebodohan” dalam bahasa Indonesia. Namun, perlu diingat bahwa bahasa Sunda memiliki nuansa dan konteks yang berbeda-beda tergantung pada situasi dan penggunaannya. Jadi tidak bisa dipukul rata.
Beberapa kasus menggambarkan, “belegug” mungkin digunakan untuk memperlihatkan seseorang yang tidak terlalu pintar atau tidak terlalu cerdas dalam melakukan sesuatu. Namun, perlu diingat bahwa penggunaan kata ini dapat berbeda-beda tergantung pada konteks dan situasi.
Kata “belegug” dalam bahasa Sunda memang dapat memiliki arti yang lebih luas, termasuk kurang menghargai tata krama atau tidak sopan. Dalam konteks ini, “belegug” mungkin digunakan untuk menggambarkan seseorang yang tidak memiliki etika atau sopan santun yang baik dalam berinteraksi dengan orang lain.
Dalam budaya Sunda, tata krama dan sopan santun sangat penting dalam menjalin hubungan sosial yang harmonis. Oleh karena itu, kata “belegug” dapat digunakan untuk menggambarkan perilaku yang tidak sesuai dengan norma-norma sosial dan budaya yang berlaku.
Setidaknya ada enam langkah menghadapi orang yang belegug atau kurang menghargai tata krama. Pertama, tetap sabar dan tenang. Menghadapi orang yang belegug memerlukan kesabaran dan ketenangan. Jangan terpancing untuk bereaksi secara emosional. Kedua, jelaskan dengan santun. Jika perlu, jelaskan dengan cara yang santun dan hormat tentang pentingnya tata krama dan sopan santun dalam berinteraksi.
Ketiga, jangan mengaitkan dengan hal-hal yang pribadi. Artinya, jangan mengambil perilaku orang yang belegug secara pribadi. Fokus pada masalah atau situasi yang sedang dihadapi. Keempat, tetapkan batasan. Jika perlu, tetapkan batasan yang jelas tentang apa yang dapat dan tidak dapat diterima dalam interaksi.
Kelima, cari solusi. Sebaiknya, cari solusi yang konstruktif dan positif untuk mengatasi masalah atau situasi yang sedang dihadapi. Keenam, jangan meniru perilaku. Maksudnya, kita jangan meniru perilaku orang yang belegug. Tetap jaga sikap dan perilaku yang baik dan sopan.
Menghadapi orang yang belegug dengan cara yang tepat, kita dapat menjaga hubungan sosial yang harmonis dan membangun komunikasi yang efektif. Bahkan bisa terjadi orang yang belegug pun akan sadar diri dan merubah perilakunya dengan nilai-nilai yang dapat memberi berkah kehidupan bagi sesamanya.
Perilaku belegug, sebetulnya dapat dicermati dari sikap dan tindakan seseorang dalam menjalankan kiprah kehidupan sehari-hari. Sebut saja dalam sebuah pertemuan ada seseorang yang menganggap orang lain itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan dirinya. Dirinya selalu menganggap yang terbaik dan masa bodoh dengan yang lain.
Beberapa contoh kain dari perilaku yang dapat dianggap sebagai “belegug”antaea lain
– Tidak menyapa atau tidak menjawab sapa. Tidak menyapa orang lain ketika bertemu atau tidak menjawab sapa orang lain dapat dianggap sebagai perilaku yang tidak sopan.
– Menggunakan bahasa yang kasar atau tidak sopan dapat membuat orang lain merasa tidak nyaman.
– Tidak menghormati pendapat atau perasaan orang lain dapat dianggap sebagai perilaku yang tidak sopan.
– Berbicara dengan nada yang tinggi atau berteriak dapat dianggap sebagai perilaku yang tidak sopan.
– Tidak meminta izin sebelum melakukan sesuatu yang dapat mempengaruhi orang lain dapat dianggap sebagai perilaku yang tidak sopan.
– Mengabaikan aturan atau norma sosial dapat dianggap sebagai perilaku yang tidak sopan.
Perilaku “belegug” dapat berbeda-beda tergantung pada konteks dan budaya. Oleh karena itu, penting untuk memahami norma sosial dan budaya setempat untuk menghindari perilaku yang tidak sopan.
***
Judul: “Belegug Sia”
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi