MajmusSunda News, Kolom OPINI, Jawa Barat, Jum’at (23/05/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Keren, Saat Panen Tak Terdengar Lagi Keluhan Harga Gabah Anjlok” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Ada fenomena menarik dari pelaksanaan panen raya kali ini. Kira-kira apa ? Jawabannya, selama panen raya berlangsung, hampi tidak terdengar keluhan petani tentang anjloknya harga gabah. Petani tampak senang-senang dan santai-santai saja menikmati Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah sebesar Rp. 6500,- per kilogram.

Berdasarkan pemantauan yang ada, beberapa alasan penting, mengapa keluhan petani tentang harga gabah anjlok saat panen raya tidak terdengar lagi antara lain pertama Perum Bulog melakukan penyerapan gabah secara aktif, sehingga harga gabah lebih stabil. Kedua, Pemerintah memiliki kebijakan untuk menjaga harga gabah dan beras, sehingga petani lebih terlindungi.
Ketiga, peningkatan produktivitas pertanian dapat meningkatkan pendapatan petani. Dan keempat petani memiliki lebih banyak pilihan pemasaran, sehingga dapat meningkatkan harga jual gabah. Namun begitu, perlu diingat bahwa situasi dapat saja berbeda-beda, tergantung pada lokasi dan kondisi pertanian setempat.
Persoalan selanjutnya apakah para petani merasa puas dengan kebijakan harga gabah sebesar Rp. 6500,- ? Jawabannya, petani mungkin merasa lebih puas dengan harga gabah Rp6.500 per kilogram, karena pemerintah telah menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) tersebut untuk melindungi kesejahteraan petani.
Presiden Prabowo Subianto menekankan bahwa harga gabah kering panen sebesar Rp6.500 per kilogram tidak boleh dilanggar dan siap menindak pihak-pihak yang merugikan petani. Dalam sosialisasi penyerapan gabah di banyak daerah, petani umumnya menyambut baik program ini dan berharap bantuan lebih lanjut untuk mengatasi masalah pengeringan saat musim hujan.
Direktur SDM dan Umum Perum BULOG, Sudarsono Hardjosoekarto, menegaskan komitmen pemerintah tetap ditujukan untuk menjaga kesejahteraan petani dan memastikan harga tetap stabil. HPP gabah yang telah diputuskan, dimaksudkan pula untuk memberdayakan dan melindungi petani dari pihak-pihak yang ingin memarginalkan kehidupannya.
Akan tetapi, kepuasan petani juga tergantung pada faktor-faktor lain seperti apakah biaya produksi gabah sesuai dengan harga jual yang diterima petani? Apakah kualitas gabah yang dihasilkan petani sesuai dengan standar yang ditetapkan? Apakah petani memiliki akses yang memadai untuk pengeringan dan pengolahan gabah yang baik? Apakah pembayaran harga gabah dilakukan tepat waktu oleh Perum Bulog ? Dan lain sebagainya.
Dengan demikian, kepuasan petani terhadap harga gabah Rp 6.500 per kilogram akan sangat tergantung pada implementasi kebijakan dan dukungan yang diberikan oleh pemerintah dan Perum Bulog. Kita percaya sebagai operator pangan yang ditugaskan secara khisus oleh Prmerintah, Perum Bulog tentu akan memperlihatkan kinerja terbaiknya.
Tidak terdengarnya lagi keluhan nyaring petani tentang anjloknya harga gabah saat panen berlangsung, jelas memberi isyarat, para oknum yang selama ini doyan memainkan harga jual gabah di tingkat petani, seperti yang tak tertarik lagi untuk menekan harga gabah agar lebih rendah dari HPP yang ditetapkan. Mengapa para oknum ini tampak seperti yang tak berkutik lagi ?
Apakah karena mereka tak berdaya lagi untuk melawan kebijakan satu harga gabah yang diterapkan Pemerintah, sehingga mereka tidak bisa lagi mengambil keuntungan dari penderitaan para petani ? Apakah para oknum mulai sadar diri bahwa menurunkan harga gabah saat panen, sebetulnya merupakan perilaku yang mendholimi ksum tani ?
Atau ada hal lain yang membuat para oknum ini seperti yang kalah bersaing dengan kebijakan baru dari Pemerintah? Artinya, mana mungkin mereka akan dapat menurunkan harga gabah dibawah Rp. 6500,- jika Pemerintah telah mewajibkan Perum Bulog untuk membeli gabah petani, bagainana pun kualutas gabah yang dihasilkan petani, seharga Ro. 6500,- ?
Aturan baru Pemerintah, yang membebaskan petani dari persyaratan kadar air dan kadar hampa dalam menjual gabah hasil panennya, ditambah dengan penetapan satu harga gabah sebesar Ro. 6500,- untuk segala kualitas gabah yang diproduksi petani, tentu saja membuat petani menjadi tenang dalam melakoni panen raya kali ini. Petani tidak perlu was-was lagi, harga gabah anjlok saat panen raya.
Apa yang diputuskan Pemerintah diatas, betul-betul sebuah terobosan cerdas yang menunjukkan keberpihakan nyata kepada para petani. Banyak petani yang bertanya, mengapa Pemerintahan sebelum Presiden Prabowo manggung, kok tidak ada yang mau menerapkan kebijakan seperti ini ? Apakah karena tidak terpikirkan atau memang enggan untuk melakukannya ?
Kebijakan penetapan satu harga gabah, boleh jadi merupakan garansi Pemerintah yang diberikan petani, agar kerja kerasnya selama kurang lebih 3 bulan bercocok tanam padi, dinlai dengan harga yang pantas oleh Pemerintah. Petani harus benar-benar merasakan jerih payahnya selama ini. Jangan sampai petani jadi korban keserakahan orang lain.
Petani di negeri ini memiliki hak untuk hidup sejahtera. Pemerintah memiliki kewajiban untuk mensejahterakannya. Hak dan Kewajiban ini tentu peflu dikemas sedemikian rupa, sehingga lahir kebijakan, program dan kegiatan yang mendukung ke arah pencapaian maksud tersebut. Pemerintahan Presiden Prabowo terekam ingin membuktikannya. Petani harus bangkut untuk mengubah nasib.
***
Judul: Keren, Saat Panen Tak Terdengar Lagi Keluhan Harga Gabah Anjlok
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi