MajmusSunda News-Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya, Kamis, (9/1/2025)-Dalam budaya Sunda legenda, mitos dan uga biasanya diangkat dari kepercayaan yang tersebar luas di sebuah kampung atau desa.
Dalam terminologi bahasa Sunda legenda atau cerita rakyat yang diceritakan turun temurun, berkaitan dengan tempat dan mitos (kepercayaan rakyat tentang sesuatu) selalu menarik perhatian manusia. Sedangkan uga punya arti ramalan yang akan datang.
Seperti, Kampung Ronggeng, tenggelamnya Kampung Bojong di Desa Cintawangi dan Uga Cantigi (Desa Cibatu) Kecamatan Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya (Tasikmalaya selatan)
Kampung Bojong, lokasinya memang ada di bawah bukit, lokasinya ada di Desa Cintawangi, Kecamatan Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya, (Tasikmalaya selatan) Jawa Barat.
Kampung Bojong adalah salah satu kampung yang memiliki cerita legenda dan mitos, bisa dikatakan mengerikan dan menakutkan orang yang mendengarnya.
Banyak warga Kampung Bojong yang hingga kini masih mengingat bahkan mungkin masih percaya dengan legenda cerita tenggelamnya Kampung Bojong dan Cerita Kampung Ronggeng serta uga Cantigi, dengan mitosnya yang hingga kini masih terekam kuat dalam ingatan kolektif warga Kampung Bojong, Desa Cintawangi dan Desa Cibatu, Kecamatan Karangnunggal, juga Desa Gunungsari (Desa Cilumba) Kecamatan Cikatomas.
Namun, apakah semua uga, legenda mitos tersebut benar-benar ada atau hanya merupakan khayalan belaka yang diciptakan untuk mengisi kekosongan rasa ingin tahu manusia?.
Majmussunda menelusuri cerita ini dari warga sekitar. Menurut warga cerita legenda cerita tenggelamnya Kampung Bojong dan Cerita Kampung Ronggeng dan Uga Cantigi, mitos diwariskan secara turun temurun di kampung tersebut
Konon, jika terjadi ciri-ciri tertentu, seperti munculnya burung berwarna putih yang berterbangan di sekitar desa, (ada juga yang mengatakan kelabang putih), adanya kakek-kakek yang memberi peringatan sambil berkeliling, atau bunyi “bende” (gong) yang menggema, maka Kampung Bojong akan tenggelam.
Tidak hanya di Kampung Bojong, jika mitos tersebut terjadi, Kampung Ronggeng, yang terletak tidak jauh dari Kampung Bojong ceritanya hampir sama, yakni di sekitar Kampung Ronggeng akan mengeluarkan bunyi musik seolah-olah sedang ada acara ronggeng.
Nia salah satu warga Kampung Bojong menuturkan jika saat hujan deras beberapa warga akan menelusuri sungai untuk memastikan apakah air sungai Ciwulan (Ciloa) mengalir terbalik dari biasanya. Jika benar terjadi, warga Bojong harus segera meninggalkan tempat tinggal mereka.
“Pokoknya di Kampung Bojong kalau hujan deras, apalagi air sungai sampai meluap, suasananya jadi keueung (menakutkan),” kata Nia.
Mitos ini diyakini terjadi karena adanya sebuah batu besar yang diberi nama Bukit Cantigi yang dipercayai telah “dikawinkan” dengan batu yang berada di antara sungai Ciwulan Pasir Pongpok, Kampung Goong, Desa Gunungsari, Kecamatan Cikatomas, .
Air Sungai Ciwulan yang terbendung itu akan menenggelamkan Kampung Bojong dan sekitarnya akan meluap sampai ke batu arca yang terletak di tanjakan Pasir Jurig yang juga merupakan salah satu akses jalan menuju Kampung Bojong dari arah Rancabakung (Desa Cibatuireng).
“Saya sendiri antara percaya dan tidak, tapi tetap saja rasanya karareueung (sangat menakutkan) kalau hujan turun dengan deras,” jawab Nia sembari sedikit tertawa ketika ditanya kembali tentang kepercayaannya terhadap mitos tersebut.
Kendati begitu, warga Kampung Bojong tetap tinggal dengan aman dan damai, walau sesekali harus dihantui perasaan was-was bila hujan deras datang melanda.
Kepala Desa Cintawangi Tohir menuturkan, pada akhirnya,uga Cantigi, legenda atau mitos tenggelamnya Kampung Bojong yang ada di wilayahnya, hanyalah cerita yang diceritakan dari generasi ke generasi tanpa adanya bukti nyata yang bisa dipertanggungjawabkan.
“Apapun yang terjadi, warga Bojong tetap harus yakin kepada ketentuan Allah yang Maha Kuasa dan tidak terlalu terpengaruh uga Cantigi, legenda dan mitos yang ada di Kampung Bojong,” tandas Tohir.












