Talaga Denuh Dulu Terkesan Angker dan Indah, Sekarang Merana dan Gersang

Banyak orang yang penasaran ingin datang ke Talaga Denuh untuk sekedar membuat konten, makan bareng setelah perjalanan jauh atau hanya sekedar jalan-jalan.

Talaga Denuh airnya surut, dulu dikenal angker dan indah, sekarang merana dan gersang (Agung Ilham Setiadi/majmussunda.id)

MajmusSundaNews-Culamega, Kabupaten Tasikmalaya, Minggu, (22/9/2024)-Talaga Denuh namanya sangat dikenal di Tasikmalaya selatan (Tasela), dulu dikenal angker dan pemandangannya yang indah. Namun kini kondisinya merana dan gersang.

Kendati begitu banyak orang yang penasaran ingin datang ke Talaga Denuh untuk sekedar membuat konten, makan bareng setelah perjalanan jauh atau hanya sekedar jalan-jalan.

Jika dari Kota Tasikmalaya tentu lebih jauh lagi, menuju Kecamatan Cipatujah, belok kanan dari Desa Darawati, bisa naik kendaraan umum, kendaraan pribadi atau spedmotor jarak sekitar 51 KM dengan waktu tempuh sekitar 2 jam.

Sebelum sampai ke Cikawung dari jalan provinsi (Desa Darawati, Kecamatan Cipatujah), perjalanan lumayan cukup jauh, hanya saja jalan cukup mulus dan dihotmix, hingga sampai ke Genteng, Desa Cikuya bisa ditempuh sekitar satu jam.

Perjalanan menuju ke Talaga Denuh dari jembatan gantung Sungai Cipatujah dimulai (Agung Ilham Setiadi/majmussunda.id)

Sampai di Kampung Genteng beberapa meter awal jalan masih mulus, namun perjalanan agak tidak nyaman mulai terganggu menuju Kampung Cikawung jarak tempuh sekitar 5 KM waktu tempuh sekitar satu jam.

Untuk sampai ke Talaga Denuh atau ada juga yang menyebut Situ Denuh, butuh stamina yang matang dan kuat, karena jarak tempuhnya cukup jauh. Bisa sampai ke Talaga Denuh perlu waktu sekitar 2 jam (pulang pergi bisa 4 jam).

Lokasi Talaga Denuh itu sendiri berada di Desa Cicombre, Kecamatan Bojonggambir masih di Kabupaten Tasikmalaya. Luasnya sekitar 3,5 Hektar. Hanya saja untuk bisa sampai ke Talaga Denuh orang banyak lebih memilih jalur lewat Cikawung, Desa Cikuya, Kecamatan Culamega

Berangkat awal menuju ke Talaga Denuh, bisa dari jalur yang paling dikenal lewat Kampung Cikawung, Desa Cikuya, dari sini bisa naik spedamotor atau mobil of road (adventur), mobil Avanza atau sejenisnya juga bisa, tentu dengan kondisi spedamotor dan mobil yang prima

Kembali perjalanan awal dari Cikawung menuju kampung Tugu Jaya, lebih jauh lagi menuju Talaga Denuh, perjalanan menantang mulai dirasakan. Berawal dari tanjakan yang cukup tajam dan cukup memacu adrenalin siap menghadang.

Namun usai lewat tanjakan yang sangat cukup tajam kita sedikit boleh bernapas lega karena di sepanjang jalan kita disuguhi dengan panorama alam yang indah dan jurang yang sangat dalam, pengendara harus ektra hati-hati lengah sedikit kendaraan bisa terbang ke jurang.

Prof Roni Hendrawan (kiri/pakai topi) dan Wawan (kanan), mulai merayap menaklukan tanjakan yang cukup tajam, keringat mulai mengucur menuju Talaga Denuh yang masih jauh (Agung Ilham Setiadi/majmussunda.id)

Kendaraan roda empat hanya bisa sampai Kampung Tugujaya, sedangkan spedamotor bisa sampai ke jembatan gantung di atas sungai Cipatujah airnya yang jernih (jika kemarau), jembatan gantung terbuat dari kayu  tampak sudah tua, kurang terurus.

Dari sini jalan kaki dimulai dengan tanjakan dan medan yang lebih ekstrim lagi, sekitar 1 jam jika jalan santai selama diperjalanan menuju Talaga Denuh keringat mulai bercucuran dan tenaga mulai terkuras bagi yang sudah biasa mungkin bukan masalah.

Profesor Roni Hendrawan dari Bandung dan pendamping Wawan Hernawan warga Cikawung, Desa Cikuya, tampak cukup kuat tidak ada tampak kelelahan. Namun berkeringat juga

Berangkat dari Cikawung menggunakan dua spedamotor Prof Roni bersama Wawan sampai di jembatan Gantung sekitar pukul 10.00 WIB.

Prof Roni Hendrawan (kanan) dan Agung Ilham Setiadi (kiri/jaket merah) masih bisa tersenyum kendati harus menempuh jalan dan tanjakan yang terjal (Foto: Wawan)

“Dari jembatan gantung kita mulai berjalan kaki, spedamotor tidak bisa digunakan, kecuali ojeg atau pengendara yang sudah mahir, namun resikonya jika di perjalanan hujan bisa berabe pulang,” kata Wawan.

Kami bertiga sepakat jalan kaki, Minggu, (22/9/2024) dari awal perjalanan sudah disuguhi dengan tanjakan yang cukup terjal disampingnya ada jurang dan di bawahnya Sungai Cipatujah dengan suara airnya yang gemericik dan bening.

Kendati cukup melelahkan dan sangat menguras tenaga, namun semangat menempuh Talaga Denuh tidak pernah pudar. Apalagi Prof Roni Hendrawan dari Bandung, baru pertama menjajal Talaga Denuh, kendati usianya di atas 60 tahun tapi tidak tampak kelelahan.

“Luar biasa menuju Talaga Denuh memang mengasyikan dan cukup mengesankan, apalagi sudah sampai di Talaga Denuh, perjalanan yang cukup menguras tenaga terobati dengan pemandangan yang cukup indah, udara segar dan luas airnya yang cukup luas,” tutur Roni lulusan ITB dari Geofisika.

Akhirnya kendati harus menempuh perjalanan yang cukup terjal naik turun lembah dan naik bukit , sampai juga di Talaga Denuh yang merana dan gersang.(Agung Ilham Setiadi/majmussunda.id)

Hanya saja Talaga Denuh sekarang tidak seperti dulu lagi kata Wawan, Talaga Denuh yang dulunya terkesan angker namun indah, kini berubah jadi merana dan gersang terkesan tidak terurus.

“Dari cerita orang tua dulu tidak ada yang berani datang ke Talaga Denuh karena hutannya yang sangat lebat dan pohon yang besar-besar kini sudah tidak ada lagi, sempat dijarah orang tidak bertanggujawab saat masa Presiden Gus Dur,” kata Wawan.

Tidak hanya itu hutan di sekitar Talaga Denuh juga mulai terusik, kata Wawan pohonnya besarnya sudah habis ditebang orang, jadi air Talaga Denuh sekarang keruh tidak bening lagi.

“Banyak perubahan yang terjadi di sekitar Talaga Denuh, sudah 5 kali sempat datang ke Talaga Denuh, bahkan sempat juga dengan Tim Balai Arkeologi (Balar Bandung) penelitian awal jejak tradisi megalitik situs Denuh tidak jauh dari Talaga Denuh, kini Talaga Denuh merana dan Gersang,” ungkap Ais

 

Judul: Talaga Denuh Dulu Terkesan Angker dan Indah, Kini Merana dan Gersang
Jurnalis: Agung Ilham Setiadi
Editor: AIS

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *