MajmusSunda News, Kolom OPINI, Rabu (07/07/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Sosoranganan” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
“Sosoranganan” dalam bahasa Sunda memiliki arti “sendirian” atau “satu-satu”. Istilah ini sering digunakan untuk menggambarkan seseorang yang melakukan sesuatu secara individu atau sendiri tanpa bantuan orang lain. Tidak sedikit orang yang menyebutnya “one man show” alias “tampil sendirian”.
Dalam konteks tertentu, “sosoranganan” bisa juga berarti melakukan sesuatu dengan cara yang unik atau berbeda dari orang lain, menunjukkan kemandirian atau keunikan individu tersebut. Catatan pentingnya adalah apakah sikap seorang pemimpin yang senang berkiprah sosorangan di negeri ini akan mampu menghasilkan kinerja yang baik atau tidak ?

Pengalaman menunjukan, pejabat yang “sosoranganan” atau bertindak sendiri tanpa koordinasi dengan tim atau pihak lain bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti berkaitan dengan gaya kepemimpinan. Beberapa pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang lebih otoriter atau individualis, sehingga mereka cenderung membuat keputusan sendiri tanpa banyak melibatkan orang lain.
Bisa juga karena kepercayaan diri yang tinggi. Pejabat yang sangat percaya diri mungkin merasa bahwa mereka tidak memerlukan input atau bantuan dari orang lain dalam membuat keputusan. Selanjutnya karena tekanan waktu. Dalam situasi darurat atau ketika waktu sangat terbatas, pejabat mungkin merasa perlu bertindak cepat tanpa menunggu koordinasi dengan tim.
Kemudian, kurangnya komunikasi. Kadang-kadang, kurangnya komunikasi yang efektif dalam tim atau organisasi bisa menyebabkan pejabat bertindak sendiri tanpa sepengetahuan atau keterlibatan pihak lain. Atau karena kebiasaan kerja. Beberapa pejabat mungkin memiliki kebiasaan kerja yang lebih individualis berdasarkan pengalaman atau preferensi pribadi.
Hanya penting dicatat, gaya kepemimpinan seperti ini bisa memiliki dampak positif dan negatif, tergantung pada konteks dan efektivitas keputusan yang diambil. Itu sebabnya dengan mencermati dampak positip atau dampak negatif dari pola kepemimpinan yang sosoranganan maka akan diperoleh gambaran yang lebih luas dan komprehensif.
Paling tidak, ada lima dampak positif dari pejabat yang “sosoranganan” atau bertindak sendiri dalam berkiprah. Pertama adanya keputusan cepat Dengan bertindak sendiri, pejabat bisa membuat keputusan lebih cepat tanpa harus menunggu proses diskusi atau koordinasi yang panjang.
Kedua, munculnya inisiatif dan inovasi. Pejabat yang berani bertindak sendiri bisa lebih mudah mengambil inisiatif dan mencoba pendekatan baru atau inovatif.
Ketiga, tanggung jawab penuh. Ketika pejabat bertindak sendiri, mereka mungkin lebih cenderung untuk mengambil tanggung jawab penuh atas keputusan dan hasilnya.
Keempat, efisiensi waktu. Dalam situasi tertentu, bertindak sendiri bisa menghemat waktu dan mempercepat proses pengambilan keputusan.
Kelima, keputusan yang tegas. Pejabat yang bertindak sendiri bisa membuat keputusan yang lebih tegas dan tidak terpengaruh oleh pendapat orang lain yang mungkin tidak sejalan.

Namun, penting untuk diingat bahwa dampak positif ini sangat tergantung pada konteks dan kemampuan pejabat untuk membuat keputusan yang tepat dan efektif, sedangkan dampak negatif dari pejabat yang “sosoranganan” atau bertindak sendiri dalam berkiprah bisa meliputi: pertama kurangnya koordinasi. Tindakan yang tidak dikoordinasikan dengan tim atau pihak lain bisa menyebabkan kesalahan atau tumpang tindih dalam pekerjaan.
Kedua, pengambilan keputusan yang tidak tepat. Tanpa input atau perspektif dari orang lain, pejabat mungkin membuat keputusan yang tidak tepat atau tidak mempertimbangkan semua aspek yang relevan.
Ketiga, kurangnya dukungan tim. Ketika pejabat bertindak sendiri tanpa melibatkan tim, bisa menyebabkan kurangnya dukungan atau komitmen dari anggota tim.
Keempat, keterasingan. Pejabat yang terlalu sering bertindak sendiri bisa menjadi terasing dari tim atau organisasi, yang bisa mempengaruhi hubungan kerja dan komunikasi.
Kelima, risiko kesalahan yang lebih tinggi. Tanpa pengawasan atau umpan balik dari orang lain, pejabat mungkin lebih rentan terhadap kesalahan atau keputusan yang tidak efektif.
Keenam, kurangnya akuntabilitas. Meskipun pejabat mungkin merasa bertanggung jawab penuh, bertindak sendiri bisa membuat sulit untuk menentukan akuntabilitas jika terjadi kesalahan atau kegagalan.
Ketujuh, dampak pada moral tim. Tindakan yang terlalu individualis bisa mempengaruhi moral tim dan membuat anggota tim merasa tidak dihargai atau tidak terlibat dalam proses pengambilan keputusan, apalagi jika dalam proses pemilihannya sangat banyak dibantu oleh Tim Sukses yang direkrut dari berbagai kelompok kepentingan.
Atas gambaran demikian, kini ramai dibahas apakah kepeminpinan Kang Dedi Mulyadi (KDM) pantas disebut sosoranganan? Jawabannya bisa jadi benar. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, dinilai memiliki gaya kerja “one man show” oleh beberapa pihak. Kritik ini muncul karena ia dianggap lebih fokus pada menciptakan konten media sosial daripada berkoordinasi dengan pihak lain.
Namun, Dedi Mulyadi membela diri dengan menyatakan bahwa setiap tindakannya bertujuan untuk menyelesaikan masalah dan membangun Jawa Barat.
Ya itulah hidup. DPRD Jawa Barat malah menilai pola yang ditempuh Gubernur Jawa Barat dianggap “one man show”. Lalu, bagaimana dengan penilaian kita sebagai warga bangsa?
***
Judul: Sosoranganan
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi