Relawan Tak Rela

Artikel ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif

Kampanye
Ilustrasi: Seorang tokoh politik sedang berpidato di depan para relawan dan simpatisannya - (Sumber: Arie/MMS)

MajmusSunda News, Rubrik OPINI, Jumat (22/08/2025) Esai berjudul “Relawan Tak Rela” ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif, pria kelahiran Sukabumi, Jawa Barat dan Pinisepuh Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Saudaraku, relawan berbaris di depan publik, seolah menenteng panji idealisme, mata mereka berbinar menatap cakrawala harapan. Kata-kata mereka seperti puisi patriotik, janji mereka laksana doa suci bagi negeri. Namun, di balik tutur itu terdengar gema lain—gema ambisi yang menggelegar lebih keras daripada nyanyian hati nurani, “Siapa cepat, kursi  didapat; siapa lambat, kursi melayang.”

Mereka datang dengan pasukan buzzer berani mati, siap berkelahi di panggung perdebatan, menyerang lawan dengan pembunuhan karakter, menyalakan arena dengan retorika bombastis, seolah mendukung calon terbaik. Namun, di balik sorak dan gemuruh, kosongnya substansi terlihat jelas; ketiadaan prestasi disamarkan kelantangan, dibungkus sorak, dikesankan memiliki barisan setia—pertunjukan heroik menutupi kehampaan kualitas.

kampanye
Ilustrasi: Seorang tokoh politik sedang berpidato di depan para relawan dan simpatisannya – (Sumber: Arie/MMS)

Di negeri yang dirundung masalah, di mana kemiskinan dan kebuntuan birokrasi menghantui setiap langkah, relawan tak rela menemukan ladang subur. Mereka mengandalkan suara keras, bukan kapasitas. Rekrutmen kepemimpinan mengandalkan gemuruh dan kultus, bukan pencapaian meritokrasi. Arena politik negeri pun menjadi panggung sandiwara, tempat lahir pemimpin yang lihai bersandiwara, bukan yang pantas memimpin.

Mereka berbicara tentang pengabdian, tapi aroma pamrih menempel di setiap langkah, di setiap senyum, di setiap kata manis. Nada idealisme berkilau seperti emas palsu, indah dari jauh, tapi begitu disentuh meninggalkan rasa pahit. Di akhir hari, mereka tetap berdiri, menghadap kamera, memberi salam hormat agar semua percaya bahwa yang mereka kejar adalah kebenaran—padahal yang mereka buru hanyalah kursi, kekuasaan, dan jejak ambisi tanpa prestasi.

Mereka adalah simfoni kontradiksi: lantang, penuh semangat, namun hampa; heroik di panggung, namun pengecut di balik layar; pejuang idealisme yang menjual diri untuk ambisi instan—itulah wajah relawan tak rela. Negeri? Negeri menjadi panggung sandiwara, di mana suara keras menutupi kehampaan dan harapan terseret di bawah gelombang relawan tak rela.

***

Judul: Relawan Tak Rela
Penulis: Prof. Yudi Latif
Editor: Jumari Haryadi

Sekilas tentang penulis

Prof. Yudi Latif adalah seorang intelektual terkemuka dan ahli dalam bidang ilmu sosial dan politik di Indonesia. Pria yang lahir Sukabumi, Jawa Barat pada 26 Agustus 1964 ini tumbuh sebagai pemikir kritis dengan ketertarikan mendalam pada sejarah, kebudayaan, dan filsafat, khususnya yang terkait dengan Indonesia.

Prof. Yudi Latif
Prof. Yudi Latif – (Sumber: Koleksi pribadi)

Pendidikan tinggi yang ditempuh Yudi Latif, baik di dalam maupun luar negeri, mengasah pemikirannya sehingga mampu memahami dinamika masyarakat dan politik Indonesia secara komprehensif. Tidak hanya itu, karya-karyanya telah banyak mengupas tentang pentingnya memahami identitas bangsa dan menguatkan nilai-nilai kebhinekaan.

Sebagai seorang akademisi, Yudi Latif aktif menulis berbagai buku dan artikel yang berfokus pada nilai-nilai kebangsaan dan Islam di Indonesia. Salah satu karya fenomenalnya adalah buku “Negara Paripurna” yang mengulas konsep dan gagasan mengenai Pancasila sebagai landasan ideologi dan panduan hidup bangsa Indonesia.

Melalui bukunya tersebut, Yudi Latif menekankan bahwa Pancasila adalah alat pemersatu yang dapat menjembatani perbedaan dan memperkokoh keberagaman bangsa. Gagasan-gagasan Yudi dikenal memperkaya wacana publik serta memperkuat diskusi mengenai kebangsaan dan pluralisme dalam konteks Indonesia modern.

Di luar akademisi, Yudi Latif juga aktif dalam berbagai organisasi, di antaranya pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Indonesia. Melalui perannya ini, ia berusaha membangun kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap Pancasila sebagai ideologi negara. Komitmennya dalam mengedepankan nilai-nilai kebangsaan membuatnya dihormati sebagai salah satu tokoh pemikir yang berupaya menjaga warisan ideologi Indonesia.

***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *