MajmusSunda News – Bandung, Senin (27/10/2025) – “Menulis dengan Satu Jari” menjadi tajuk pameran tunggal Wagiono Sunarto yang berlangsung pada 17 Oktober 2025 – 25 Januari 2026 di Ruang B, Selasar Sunaryo Art Space (SSAS), Jalan Bukit Pakar Timur No. 100, Ciburial, Cimenyan, Bandung.
SSAS merasa penting memamerkan karya Wagiono Sunarto karena sebagian publik belum mengenal karya beliau yang hebat dan relevan dengan kondisi saat ini.
“Ketika kami melakukan pemilihan karya untuk pameran ini, kami sangat bergetar, terutama melihat ilustrasi mengenai peristiwa tahun 1998. Hal tersebut juga memiliki makna penting bagi SSAS, karena ternyata karya-karya beliau sangat relevan dengan kondisi sekarang. Semoga kejadian itu tidak terulang, dan kami berharap pameran ini dapat menjadi inspirasi bagi kita semua,” ujar Direktur Selasar Sunaryo Art Space, Arin Dwihartono, di hari pembukaan pameran. Ia juga berterima kasih kepada Anggoro (putra mendiang Wagiono Sunarto) dan keluarga, yang telah meminjamkan karya-karya sang ayah untuk dipamerkan di SSAS.

Menurut Anggoro, ayahnya yang lebih ia kenal sebagai dosen IKJ, bukan sebagai seniman murni, memang tidak banyak memamerkan karyanya. Namun beliau tetap produktif menggambar, termasuk di buku gambar cucu-cucunya. Hingga menjelang masa akhir produktifnya, karya-karyanya baru diketahui menumpuk, lalu oleh Anggoro dibereskan dan dipilah untuk pameran ketiganya ini.
“Yang membuat saya sangat terharu karena bisa mengangkat tema kondisi saat itu (1998). Ini hanya sebagian yang dipamerkan, dan saya bahagia karena bisa diangkat. Semoga bisa menginspirasi siapa pun yang melihatnya dengan kondisi saat ini,” ujar Anggoro dengan haru.

Pameran “Menulis dengan Satu Jari” ini dibuka oleh desainer grafis Hermawan Tanzil. Sebelum membuka pameran, Hermawan mengatakan bahwa pameran ini sangat spesial karena Wagiono adalah mentornya. Ia juga berbagi kenangan masa lalu bersama Wagiono.
“Wagiono sangat istimewa. Orangnya kalem dan tidak banyak bicara, tapi setiap ucapannya berbobot dan intelektual. Beliau seorang desainer grafis, seniman, dan juga pebisnis di bidang grafis. Kontribusinya terhadap organisasi grafis dan gambar sangat besar,” kata Hermawan.
“Beliau adalah tokoh yang perlu kita hargai. Karya-karyanya sangat penting, memberi inspirasi dan wawasan bagi generasi muda. Semua karyanya dibuat dengan goresan tangan, bukan digital. Semoga pameran ini bermanfaat bagi kita semua.”

Wagiono Sunarto (1949–2022) memang seorang seniman, desainer, dan akademisi. Almarhum meninggalkan banyak karya, sebagian besar berupa gambar. Istilah “gambar” di sini mencakup variasi luas, mulai dari drawing, kartun, komik, dan karikatur, hingga karya seni grafis, sketsa, catatan, dan coretan. Karya Wagiono merentang dari wilayah seni murni hingga seni terapan, dengan langgam yang berpindah antara formalis dan ekspresif.

Frasa “Menulis dengan Satu Jari” dijadikan judul pameran karena dianggap mewakili etos dan pola kerja Wagiono. Karyanya beragam, namun kepekaan dan ketelitian dalam mengamati serta kehati-hatian dalam mewujudkan ide selalu mendasari proses kreatifnya. Frasa ini diambil dari salah satu catatan peninggalan Wagiono yang menyinggung iklim politik represif Orde Baru. “Satu jari” adalah metafora tentang sikap kritis di hadapan rezim represif—kritis, tetapi harus hati-hati.
Ragam Karya Wagiono Sunarto
Ragam karya Wagiono yang dihadirkan dalam pameran “Menulis dengan Satu Jari” ini menampilkan corak dualitas. Di satu sisi, Wagiono tekun mengolah unsur rupa—garis, warna, bentuk, dan komposisi—yang terlihat kuat pada karya-karya cetak saring. Ia bahkan meninggalkan setumpuk sketsa untuk karya cetak saringnya.

Di sisi lain, karya-karya gambar Wagiono sarat dengan komentar sosial-politik. Catatan peninggalannya menunjukkan bahwa almarhum adalah pengamat yang peka dan teliti. Ia seperti melihat pola berulang dari rezim represif Orde Baru dan akar kekerasan peristiwa Mei 1998. Dalam model kerja ini, seni menjadi instrumen pengamatan yang sangat terhubung dengan kenyataan sosial.

Selain itu, Wagiono juga aktif dalam berbagai kegiatan expo hingga tahun 2000-an, yang merupakan bagian dari diplomasi budaya luar negeri. Ia meninggalkan banyak arsip dan karya terkait expo, menunjukkan ketelitian dan kepekaan yang sama—baik dalam menyingkap kebaikan maupun keburukan bangsa Indonesia.

Wagiono Sunarto (1949–2022) dikenal sebagai akademisi, seniman, dan tokoh desain grafis Indonesia. Ia berkarya dalam berbagai medium seperti cetak saring, kartun, komik, ilustrasi, dan gambar. Aktif berpameran sejak 1970-an, ia merupakan anggota Gerakan Seni Rupa Baru Indonesia (GSRBI) dan Persekutuan Seniman Gambar Indonesia (Persegi).

Wagiono menamatkan pendidikan Sarjana Seni Grafis di Institut Teknologi Bandung (1975), meraih gelar Master of Science dalam Desain Komunikasi dari Pratt Institute, New York (1984), serta Doktor Ilmu Sejarah dari Universitas Indonesia (2008). Ia juga aktif sebagai animator, sutradara animasi, dan direktur di perusahaan desain PT Vicomundi Nusa. Di Institut Kesenian Jakarta (IKJ), Wagiono menjabat berbagai posisi penting, termasuk Dekan Fakultas Seni Rupa, Wakil Rektor, dan Rektor (2009–2016).

Wagiono memiliki rekam jejak luas dalam dunia seni dan desain. Ia terlibat dalam berbagai perhelatan internasional seperti paviliun Indonesia di Australia (1988), Jerman (2000), dan Jepang (2005). Ia juga pelopor industri animasi Indonesia, dengan karya yang pernah ditayangkan di TVRI dan meraih penghargaan di Chicago pada 1978. Wagiono turut mendirikan dan memimpin Ikatan Perancang Grafis Indonesia (IPGI), yang kemudian menjadi Asosiasi Desainer Grafis Indonesia (ADGI).

Kurator pameran, Heru Hikayat, menambahkan bahwa pameran ini juga menjadi refleksi atas perjalanan panjang Wagiono dalam dunia seni rupa dan desain Indonesia. Heru sendiri pernah aktif dalam Platform Indonesiana (2018–2023), menjabat Wakil Ketua Koalisi Seni (2022–2024), dan mengkuratori berbagai pameran di Selasar Sunaryo Art Space.
Selasar Sunaryo Art Space (SSAS) adalah ruang dan organisasi nirlaba yang mendukung praktik serta pengkajian seni dan kebudayaan visual. Didirikan pada 1998 oleh Sunaryo, fokus utama SSAS adalah program seni rupa kontemporer yang berorientasi pada edukasi publik.
Judul: “Menulis dengan Satu Jari” Pameran Tunggal Wagiono Sunarto
Jurnalis: Asep GP
Editor: Parkah












