Koperasi Para Seuneu: Merajut Kembali Kedaulatan Benih di Tengah Gelombang Raksasa Global

Artikel ini ditulis oleh: Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S.

petani di sawah
Ilustrasi: petani memegang seikat padi dan mendekatkannya kepada api yang sedang membara - (Sumber: Arie/MMNS)

MajmusSunda News, Kolom Artikel/Opini, Senin (08/09/2025) – Artikel Serial Serial Tropikanisasi dan Kooperatisasi berjudul “Koperasi Para Seuneu: Merajut Kembali Kedaulatan Benih di Tengah Gelombang Raksasa Global” ini ditulis oleh: Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S., Pinisepuh Majelis Musyawarah Sunda (MMS) dan Rektor IKOPIN University Bandung.

Ada sebuah memori yang tersimpan dalam DNA kita. Memori tentang aroma tanah basah setelah hujan, tentang rasa padi yang manis, dan tentang kehangatan api yang menari-nari di malam hari. Bagi para leluhur Sunda, api bukan sekadar penghangat atau penerang. Api adalah jiwa. Api adalah pengetahuan. Dan dalam tradisi “Para Seuneu”, kita menemukan sebuah genius lokal yang begitu canggih, hingga sains modern pun harus berhenti dan memberi hormat.

Bayangkan seorang nini atau aki di tengah sawah, dengan penuh hormat memegang seikat padi. Lalu, dengan ritual yang sakral, beliau mendekatkan padi itu kepada seuneu (api). Ini bukan membakar. Ini bukan merusak. Ini adalah sebuah proses penyempurnaan yang dirancang oleh alam bawah sadar kolektif yang memahami bahasa semesta.

Apa yang sebenarnya terjadi di balik ritual yang nampak sederhana ini?

  • Api yang Menyucikan: Leluhur kita tahu, bahwa api memiliki kekuatan untuk membersihkan. Secara biologis, panas dari api membunuh segala penyakit yang menempel di benih: jamur, bakteri, dan virus. Ini adalah teknologi sterilisasi alami pertama yang pernah ada, jauh sebelum manusia menemukan kata “pestisida”.
  • Api yang Memilih: Benih yang lemah, kopong, dan tidak berkualitas akan gugur diterjang panas. Hanya benih yang terkuat, terisi penuh, dan penuh life-force yang akan bertahan. Leluhur kita sedang melakukan seleksi ketat tanpa perlu laboratorium DNA. Mereka mempercayakan seleksi itu pada sang penyuci utama: Api.
  • Api yang Membangunkan: Untuk beberapa jenis benih, sentuhan hangat api adalah alarm alami yang membangunkannya dari tidur panjang. Seperti biji di hutan yang terbakar lalu tumbuh subur, benih yang disentuh api akan lebih siap untuk berkecambah dengan gagah ketika menyentuh tanah.

Dunia yang Diperebutkan: Potensi Ekonomi yang Tersembunyi dalam Setiap Butir Benih

Namun, di balik kesakralan ritual ini, tersembunyi sebuah realitas ekonomi global yang sangat besar dan seringkali tak terlihat. Industri benih adalah lahan ekonomi raksasa.

Data berbicara nyaring: Perusahaan-perusahaan global seperti Bayer Crop Science meraup pendapatan hingga $11.2 Miliar  hanya dari bisnis benih dan trait-nya. Corteva Agriscience menyusul dengan $7.5 Miliar. Syngenta Group dan BASF bersama-sama menguasai pasar dengan revenue miliaran dolar. Bahkan koperasi Limagrain dari Prancis berhasil menghasilkan $3.2 Miliar dari penjualan benihnya.

Inilah pasar yang diperebutkan. Ini bukan lagi sekadar tentang menanam padi di sawah; ini tentang mengontrol mata rantai paling vital dari peradaban manusia: sumber kehidupan itu sendiri.

Lalu, di mana posisi kita? Petani Sunda, pemilik warisan Para Seuneu yang tak ternilai, seringkali hanya menjadi konsumen dan penonton dalam pertarungan raksasa ini. Kita membeli benih hasil rekayasa mereka, dengan harga yang mereka tentukan, untuk ditanam di tanah kita sendiri.

Koperasi Para Seuneu: Senjata untuk Merebut Kembali Takdir

Inilah mengapa semangat gotong royong leluhur kita harus kita hidupkan kembali dalam bentuk yang paling strategis: Membangun Koperasi Para Seuneu.

  • Koperasi ini bukanlah romantisme masa lalu. Ia adalah strategi ekonomi yang cerdas dan perlu.
  • Lumbung Benih Bersama adalah Kekuatan: Bayangkan jika koperasi kita bisa memproduksi dan menjual benih berkualitas tinggi hasil Para Seuneu modern kepada 10.000 petani. Jika setiap petani membutuhkan benih senilai Rp 500.000 per musim, maka kita sedang mengelola perputaran ekonomi sebesar Rp 5 Miliar per musim. Itu baru dari 10.000 petani! Sensus Pertanian 2023 menunjukkan bahwa jumlah petani Indonesia ada sekitar 29 juta orang. Dengan skenario di atas ini merupakan bisnis benih Rp 14.5 triliun atau sekitar US$ 906,250,000. Ini belum menghitung kebutuhan benih perusahaan besar.

Ini adalah potensi ekonomi yang selama ini tercecer dan dinikmati oleh perusahaan besar.

  • Merek Bersama adalah Kedaulatan: Dengan kualitas yang terjaga, kita bisa menciptakan merek, misal: “BENIH TANDUR SUNDA” atau “BIBIT PARA SEUNEU”. Merek yang menjadi simbol kepercayaan, kualitas, dan kearifan lokal. Ini adalah cara kita berdaulat atas produk kita sendiri, bukan hanya menjual komoditas tanpa nama.
  • Skala Ekonomi untuk Teknologi: Seorang petani tidak mungkin membeli oven pengering berteknologi solar panel. Tapi bagaimana jika 1000 petani dalam koperasi bersatu? Koperasi dapat membangun “Rumah Para Seuneu Modern”—sebuah pusat pengolahan benih berteknologi tepat guna untuk sterilisasi, pengeringan, dan penyortiran. Kita menyucikan benih dengan api modern, tetapi jiwa dan tujuannya tetap sama.

Koperasi adalah “Api yang Menyebar”

Para Seuneu tradisional hanya menerangi satu sudut lumbung. Koperasi “Para Seuneu” modern adalah api yang menyala di setiap jantung komunitas pertanian. Ia menerangi, menghangatkan, dan membakar semangat kebersamaan.

Data revenue miliaran dolar perusahaan global bukan untuk kita takuti, tapi untuk kita jadikan bukti bahwa di dalam setiap butir benih terdapat nilai ekonomi yang dahsyat. Nilai yang seharusnya mengalir ke kantung para petani, ke desa-desa, untuk membangun kemandirian dan kesejahteraan kita bersama.

Mari kita kumpulkan kepingan-kepingan kearifan leluhur yang berserakan. Mari kita satukan dalam sebuah wadah yang kuat: KOPERASI PARA SEUNEU.

Bersama, kita bukan lagi objek pasar. Kita adalah pengendali pasar. Bersama,kita bukan lagi pembeli benih. Kita adalah pencipta dan penjaga benih. Bersama,kita nyalakan kembali seuneu kedaulatan pangan dan ekonomi kita.

Mari Bangun Koperasi Para Seuneu! Untuk Hari Ini yang Lebih Baik, dan Untuk Lumbung Anak Cucu Kita yang Selalu Berisi.

***

Noted:

Tropikanisasi adalah sebuah konsep transformatif yang merujuk pada proses mengangkat, memulihkan, dan memodernisasi kekayaan tropis—baik dalam pangan, budaya, ekonomi, maupun spiritualitas—sebagai fondasi kedaulatan dan keberlanjutan bangsa tropis seperti Indonesia.

Judul: Koperasi Para Seuneu: Merajut Kembali Kedaulatan Benih di Tengah Gelombang Raksasa Global
Penulis: Prof. Agus Pakpahan
Editor: Jumari Haryadi

Sekilas Info Penulis

Prof. Agus Pakpahan memimpin IKOPIN University sejak 29 Mei 2023 untuk periode 2023–2027. Ia dikenal sebagai ekonom pertanian yang menaruh perhatian pada penguatan ekosistem perkoperasian dan tata kelola kebijakan publik.

Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S.,
Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S., Penulis – (Sumber: sawitsetara.co)

Di bawah kepemimpinan Agus Pakpahan, IKOPIN mendorong kemitraan strategis dan pembenahan tata kelola kampus, termasuk menyambut inisiatif pemerintah agar IKOPIN bertransformasi menuju skema Badan Layanan Umum (BLU) di lingkungan Kemenkop UKM—sebuah langkah untuk memperkuat daya saing kelembagaan dan mutu layanan pendidikan. “Pendidikan yang berpihak pada kemajuan adalah jembatan masa depan,” demikian ruh visi yang ia usung.

Lahir di Sumedang, 29 Januari 1956, Agus Pakpahan menempuh S-1 di Fakultas Kehutanan IPB (1978) dan meraih M.S. Ekonomi Pertanian di IPB (1981). Ia kemudian meraih Ph.D. Ekonomi Pertanian dengan spesialisasi Ekonomi Sumber Daya Alam dari Michigan State University (1988). Latar akademik ini mengokohkan reputasinya di bidang kebijakan sumber daya alam, pertanian, dan pembangunan pedesaan. “Ilmu adalah cahaya; manfaatnya adalah sinar yang menuntun,” menjadi prinsip kerja ilmiahnya.

Kariernya panjang di pemerintahan: bertugas di Bappenas pada 1990-an, lalu dipercaya sebagai Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (1998–2002). Di tengah restrukturisasi, ia memilih mundur pada 2002—sebuah sikap yang tercatat luas di media arus utama.

Sesudahnya, Agus Pakpahan menjabat Deputi Menteri BUMN Bidang Usaha Agroindustri, Kehutanan, Kertas, Percetakan, dan Penerbitan (2005–2010), memperlihatkan kapasitasnya menautkan riset, kebijakan, dan bisnis negara. “Integritas adalah kompas; kebijakan adalah peta,” ringkasnya tentang tata kelola.

Sebagai akademisi-pemimpin, Agus Pakpahan aktif membangun jejaring dan kurikulum. Kunjungan kerja ke FEB UNY menegaskan orientasi penguatan kompetensi usaha dan koperasi, sementara di tingkat lokal ia melepas ratusan mahasiswa KKN untuk mengabdi di puluhan desa di Sumedang—mendorong pembelajaran kontekstual dan solusi nyata bagi masyarakat. “Belajar adalah bekerja untuk sesama,” begitu pesan yang kerap ia gaungkan pada kegiatan kampus.

Di luar kampus, kiprah Agus Pakpahan terekam dalam wacana publik seputar hutan, pertanian, ekonomi sirkular, dan perkoperasian—menginspirasi komunitas petani serta pemangku kepentingan untuk berinovasi tanpa meninggalkan nilai-nilai gotong royong.

Esai dan pandangan Agus Pakpahan di berbagai media bereputasi menunjukkan konsistensinya pada pembangunan yang adil dan berkelanjutan. “Kemajuan tanpa keadilan hanyalah percepatan tanpa arah; keadilan memberi makna pada laju,” adalah mutiara yang merangkum jalan pikirannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *