Kapan Indonesia Mencapai Status Index Kelaparan Global (IKG) Sama dengan IKG Negara Maju?

Artikel ini ditulis oleh: Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S.

Rice bran - Sumber: onlymyhealth.com)
Rice bran - Sumber: onlymyhealth.com)

MajmusSunda News, Kolom OPINI, Jumat (16/05/2025) – Artikel berjudul “Kapan Indonesia Mencapai Status Index Kelaparan Global (IKG) Sama dengan IKG Negara Maju?” ini ditulis oleh: Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S., Anggota Dewan Pini Sepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS) dan Rektor IKOPIN University Bandung.

Latar Belakang 

Indonesia telah mencatat kemajuan signifikan dalam mengurangi angka kelaparan, dengan IKG turun dari 25.7 (2000) menjadi 17.9 (2023). Namun, upaya ini masih belum cukup untuk mengejar ketertinggalan dari negara maju yang memiliki IKG <5.0.

Untuk mempercepat pencapaian target, pemerintah perlu mengadopsi kebijakan strategis berbasis bukti yang telah berkembang di negara berkembang lain yang telah mencapai IKG sama dengan IKG di negara-negara maju yaitu IKG < 5.0.

Pemanfaatan bahan pangan lokal kaya nutrisi seperti rice bran (bekatul) sebagai legacy yang pernah disumbangkan oleh Dr. Chritiaan Eijkman yang membuktikan rice bran sebagai obat sakit beri-beri, yang mana penemuannya ini memberikan Dr. Eijkman hadiah Nobel Kedokteran pada tahun 1929. Kebijakan ini tidak hanya menjawab masalah akses pangan, tetapi juga mengatasi akar masalah malnutrisi secara berkelanjutan.

Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S.,
Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S., Penulis – (Sumber: sawitsetara.co)

Pengertian Kelaparan 

Pertama, pengertian sehari-hari. Kelaparan secara umum diartikan sebagai kondisi fisik di mana seseorang tidak mendapatkan cukup makanan untuk memenuhi kebutuhan energi dan gizi dasar. Hal ini sering dikaitkan dengan rasa lapar akut, kekurangan asupan kalori, atau ketidakmampuan mengakses pangan bergizi.

Kedua, pengertian menurut IFRI dalam IKG (Global Hunger Index, GHI). Menurut International Food Policy Research Institute (IFPRI), kelaparan dalam konteks GHI diukur melalui empat indikator komposit:

– Tingkat kelaparan kronis (undernourishment): Persentase populasi dengan asupan kalori kurang dari kebutuhan minimum;

Stunting pada anak: Persentase anak di bawah lima tahun dengan tinggi badan rendah untuk usia;

Wasting pada anak: Persentase anak di bawah lima tahun dengan berat badan rendah untuk tinggi badan;

– Angka kematian anak: Persentase anak yang meninggal sebelum usia lima tahun.

Posisi IKG Indonesia di ASEAN 

Indonesia menempati peringkat ke-4 di ASEAN berdasarkan laporan GHI 2023:  1. Thailand (GHI 10.3); 2. Vietnam (GHI 12.2); 3. Malaysia (GHI 13.0); 4. Indonesia (GHI 17.9), dan; 5. Filipina (GHI 16.3)

Meski mengalami penurunan, Indonesia masih tertinggal dari Thailand yang mencapai status kelaparan rendah (GHI <10) berkat program makanan sekolah dan universal healthcare.

Faktor Ekonomi Penting tetapi Bukan Satu-Satunya

Pertumbuhan ekonomi memang mendorong penurunan IKG, tetapi faktor penentu keberhasilan justru terletak pada kebijakan spesifik:

Pertama, program makan bergizi: Menyediakan makanan kaya protein, zat besi, dan vitamin untuk anak sekolah, ibu hamil, dan balita. Contoh: Thailand sukses menurunkan stunting melalui program makanan sekolah berbasis telur dan susu.

Kedua, pemanfaatan bahan lokal kaya nutrisi:  Rice bran (bekatuli): Kaya protein, vitamin, bioaktif dan  mineral seperti zat besi, zinc, dan serat. Studi di Bangladesh menunjukkan suplementasi rice bran mengurangi anemia ibu hamil sebesar 25%.  Makanan lokal: Singkong fortifikasi, sagu, sukun dan kacang-kacangan sebagai alternatif beras.

Ketiga, fortifikasi pangan:  Penambahan mikronutrien ke dalam beras, minyak goreng, atau tepung.

Kecepatan Penurunan IKG Indonesia (2000–2023) 

– GHI 2000: 25.7

– GHI 2023: 17.9

– Laju penurunan: 0.339 poin/tahun (linier).

– Proyeksi ke IKG <5.0: 2061 (dengan asumsi ceteris paribus).

Mempercepat Pencapaian IKG <5.0 dengan Makanan Bergizi dan Rice Bran

Jika Indonesia mengadopsi kebijakan Makan Bergizi berbasis rice bran dan pangan lokal, laju penurunan IKG dapat ditingkatkan menjadi 0.5–0.7 poin/tahun (menyamai Vietnam).

Contoh simulasi: 

– Target IKG <5.0:  (17.9 – 5.0) × (0.7) = 18.4, yang akan dicapai pada tahun 2041.

– Strategi Pendukung:

  1. Skala Nasional Kebijakan Makanan Bergizi:

– Distribusi biskuit fortifikasi rice bran untuk anak stunting.

– Makanan tambahan ibu hamil berbasis rice bran, kacang hijau dan ikan lokal.

  1. Pengembangan Koperasi Fokus Penyediaan Makanan Bergizi:

– Produksi tepung rice bran stabil (anti-rancid) untuk fortifikasi pangan.

  1. Edukasi Gizi:

– Kampanye masak dengan bahan lokal kaya nutrisi (e.g., daun kelor, ubi ungu).

Penutup 

Dengan kebijakan penyediaan pangan bernutrisi tinggi melalui pemanfaatan sumber daya lokal seperti rice bran, Indonesia berpeluang mencapai IKG setara negara maju (<5.0) pada 2041–2050, jauh lebih cepat dari proyeksi business-as-usual (2061).

Keberhasilan ini memerlukan:  1. Komitmen politik untuk mengalokasikan minimal 5% APBN ke sektor gizi; 2. Kolaborasi multisektor: Kesehatan, pertanian, dan pendidikan, dan; 3. Inovasi berbasis lokal: Mengoptimalkan rice bran dan pangan tradisional lainnya sebagai solusi malnutrisi.

Belajar dari Chile dan Thailand, Indonesia bisa menjadi contoh negara berkembang yang berhasil mengubah “limbah pangan” seperti rice bran menjadi senjata melawan kelaparan. GHI <5.0 bukanlah mimpi, tetapi tujuan yang bisa dicapai dengan kebijakan tepat dan keberpihakan pada kelompok rentan.

***

Judul: Kapan Indonesia Mencapai Status Index Kelaparan Global (IKG) Sama dengan IKG Negara Maju?
Penulis: Agus Pakpahan
Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *