Dosen Telkom University Ikuti Pelatihan Pembuatan Zat Pewarna Biru Alami bersama Pataruman – Indigo Experimental Station

Pelatihan di bimbing langsung oleh Gelar Taufiq Kusumawardhana, Ketua Pataruman - Indigo Experimental Station yang juga Ketua Yayasan Buana Varman Semesta

Foto bersama peserta Pelatihan Pembuatan Zat Pewarna Biru Alami di Kedai Kopi “Wangi Arum”, Kabupaten Bandung Barat pada Senin (21/07/2025) - (Sumber: AZM/MMZ)
Foto bersama peserta Pelatihan Pembuatan Zat Pewarna Biru Alami di Kedai Kopi “Wangi Arum”, Kabupaten Bandung Barat pada Senin (21/07/2025) - (Sumber: AZM/MMZ)

MajmusSunda News, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Senin (21/07/2025) – Beberapa dosen Telkom University mengikuti Pelatihan “Pembuatan Zat Pewarna Biru Alami dari Tumbuhan Tarum dan Pencelupannya” pada Senin (21/07/2025) pukul 10.00 – 12.30 WIB. Kegiatan ini berlangsung di Kedai Kopi “Wangi Arum” yang terletak di Jln. Cigugur Girang No. 212B, Desa Cigugur Girang, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat.

Peserta yang hadir dalam pelatihan tersebut merupakan dosen Program Studi (Prodi) Kriya Tekstil & Mode, Fakultas Industri Kreatif, Universitas Telkom (Telkom University). Mereka adalah Gina Shobiro Takao, S.Sn. M.Ds.; Aldi Hendrawan, S.Ds., M.Ds., dan; Arini Arumsari, S.Ds., M.Ds.

Yayasan Buana Varman Semesta
Suasana pertemuan di kediaman Prof.Dr. Chyé Rétty Isnéndés, S.Pd., M.Hum., Ketua Dewan Pengawas/Pembina Yayasan Buana Varman Semesta – (Sumber: Arie/MMS)
Pembina Yayasan Buana Varman Semesta
Suasana pertemuan di kediaman Prof.Dr. Chyé Rétty Isnéndés, S.Pd., M.Hum., Ketua Dewan Pengawas/Pembina Yayasan Buana Varman Semesta – (Sumber: Arie/MMS)

Selain itu hadir juga para pengurus yayasan, perwakilan perusahaan farmasi, dan perwakilan perusahaan media yang diwakili oleh Asep Zaenal Mustofa, S.K.M., M.Epid., Direktur PT Majmu Musti Sundaya yang membawahi media online MajmusSunda News.

Sebelum pelatihan dimulai, para peserta diajak berkunjung ke kediaman Prof.Dr. Chyé Rétty Isnéndés, S.Pd., M.Hum yang merupakan Ketua Dewan Pengawas/Pembina Yayasan Buana Varman Semesta yang menaungi  PatarumanIndigo Experimental Station, lembaga yang melaksanakan pelatihan tersebut. Lokasi kediaman Prof.Dr. Chyé kebetulan hanya berjarak sekitar 150 meter dari  Kedai Kopi “Wangi Arum”.

Prof.Dr. Chyé Rétty Isnéndés, S.Pd., M.Hum
Prof.Dr. Chyé Rétty Isnéndés, S.Pd., M.Hum, Ketua Dewan Pengawas/Pembina Yayasan Buana Varman Semesta yang menaungi  Pataruman – Indigo Experimental Station – (Sumber: Arie/MMS)

Dalam sambutannya Prof.Dr. Chyé menyambut baik kehadiran para dosen Prodi Kriya Tekstil & Mode, Fakultas Industri Kreatif, Telkom University yang bermaksud ingin mempelajari proses pembuatan zat pewarna biru alami yang berasal dari tumbuhan Tarum. Ia juga menjelaskan tentang keberadaan Yayasan Buana Varman Semesta.

Prof.Dr. Chyé menjelaskan bahwa Yayasan Buana Varman Semesta atau disingkat BVS memiliki ruang lingkup perhatian yang diwujudkan dalam tiga bidang, yakni: (1) pendidikan (Department of Education) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama The Varman Institute – Pusat Kajian Sunda; (2) Ekonomi (Department of Economy) dan; (3) Geografi (Department of Geography) dengan unit kerja utamanya yang diberi nama Pataruman – Indigo Experimental Station.

Selanjutnya Prof.Dr. Chyé bercerita tentang tanaman Tarum yang dihubungkan dengan ekonomi kerakyatan. Juga sisi lain yang bisa dikembangkan oleh pihak kampus atau akademisi secara ilmiah yang masuk pada wilayah Pengabdian kepada Masyarakat.

“Saya sangat mengapresiasi para dosen dari Universitas Telkom dan para praktisi yang menjadikan kami (red:  Pataruman – Indigo Experimental Station) sebagai objek. Karena kita itu memang sosialisasi dari 2011 terutama yang dilakukan oleh Kang Gelar (Red: Ketua Yayasan BVS) yang waktu itu belum menjadi BVS dan saya sendiri dari sisi penelitian yang mengangkat Tarum,” ungkap  Prof.Dr. Chyé.

Menurut Prof.Dr. Chyé, ada masa yang hilang dari sejarah dalam rentang 200 tahun ke belakang tentang tanaman Tarum sehingga saat ini masyarakat sudah tidak mengenal tanaman tersebut.

“Kecuali para orang tua yang usianya sudah di atas 60 tahun. Mereka pernah berinteraksi dengan Tarum. Saya sendiri mengenal Tarum sejak kecil, tetapi tidak tahu bagaimana bentuknya. Tapi setelah saya konfirmasi pada bibik, pada uwak, mereka tahu. Itu dulu di rumah panggung nenek kita, di rumah panggung kakek kita, tapi dibabat, hanya digunakan untuk apa? Untuk rambut saja, padahal ada manfaat lain yaitu tentang tekstil yang terangkum dalam naskah Pujangga Manik,” jelas Prof.Dr. Chyé.

Pada kesempatan tersebut Prof.Dr. Chyé mengatakan bahwa pihaknya berharap ke depannya ada kerja sama dalam bentuk Memory of Understanding (MoU) antara Yayasan Buana Varman Semesta dengan Telkom University dalam bidang penelitian, khususnya untuk pengembangan tanaman Tarum.

“Mengapa itu penting untuk kerja sama atau MoU? Untuk kembali menguatkan keberadaan tanaman Urang Sunda yang sudah dianggap hilang oleh masyarakat yang ternyata ketika sejarah dibuka, sudah sering digunakan dan berharga bagi masyarakat kita,” ungkap  Prof.Dr. Chyé.

Setelah mengunjungi Prof.Dr. Chyé sebagai Ketua Dewan Pengawas/Pembina Yayasan Buana Varman Semesta, para peserta kembali ke Kedai Kopi “Wangi Arum” untuk melaksanakan pelatihan “Pembuatan Zat Pewarna Biru Alami dari Tumbuhan Tarum dan Pencelupannya”. Pelatihan ini dibimbing langsung oleh Gelar Taufiq Kusumawardhana, Ketua Pataruman.

Sebelum pelatihan dimulai, kepada awak MajmusSunda News Gelar Taufiq Kusumawardhana menjelaskan secara singkat tentang tanaman Tarum. Menurutnya, dalam naskah “Dagh-register gehouden int Casteel Batavia vant vasserendr daer ter plaetse als over geheel Nederlandts anno 1624-1629” yang ditulis oleh Mr. J.E. Heeres terbitan 1896 di ‘s Gravenhage, dijelaskan bahwa pada 31 Januari 1624, kapal Leyden, Tholen, dan Delf yang berada di bawah komandan Frederick de Houtman (adik Cornelis de Houtman), berhasil mengangkut banyak komoditas perdagangan yang diperoleh dari beberapa pelabuhan penting dan produktif antara lain dari Manila, Malaka, Campa, Formosa, Makau, Jepang, Sumatra, dan Maluku.

Tanaman Tarum
Tanaman Tarum (Indigofera tinctoria Linn)- (Sumber: Arie/MMS)

“Khusus dalam kapal Delf, ditemukan salah-satu daftar komoditas perdagangan yang dimuat, yakni indigo sirchees sebanyak 41 packen. Indigo, atau nila, atau tarum memang pernah menjadi bagian dari komoditas perdagangan yang dimuat oleh kongsi-kongsi dagang Eropa, salah-satunya oleh kongsi dagang Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang berarti Persatuan Perusahaan Hindia Timur,” ungkap Gelar.

Yayasan Buana Varman Semesta
Gelar Taufiq Kusumawardhana sedang menjelaskan tentang Tanaman Tarum kepada tiga dosen Telkom University sebelum mereka melakukan praktik pembuatan zat pewarna alami dari tanaman tersebut – (Sumber: AZM/MMS)

VOC adalah perusahaan dagang Belanda yang didirikan pada 20 Maret 1602, dengan tujuan untuk menguasai dan memonopoli perdagangan rempah-rempah di Asia, terutama di Indonesia.

“Komoditas indigo ternyata sudah dikembangkan dan diperjualbelikan sejak era kesultanan-kesultanan berjaya di kawasan Nusantara. Temuan tersebut dapat menjadi bukti yang membentangkan riwayat indigo sebagai komoditas yang memang juga sudah diusahakan sejak era kerajaan Hindu-Budha di Nusantara,” tambah Gelar.

Telkom University
Dua dosen Prodi Kriya Tekstil & Mode, Fakultas Industri Kreatif, Telkom University sedang mempraktikkan proses pembuatan zat pewarna alami dari tanaman Tarum – (Sumber: AZM/MMS)
Telkom University
Dua dosen Prodi Kriya Tekstil & Mode, Fakultas Industri Kreatif, Telkom University sedang mempraktikkan proses pembuatan zat pewarna alami dari tanaman Tarum – (Sumber: AZM/MMS)

Menurut Gelar, dalam tulisan tersebut dijelaskan bahwa komoditas indigo (Tarum) diperoleh melalui kawasan antara Nusantara, Indo-Cina, dan Cina Selatan. Meskipun tidak secara khusus bahwa indigo tersebut diperoleh dari kawasan Tatar Sunda, tetapi kuat kemungkinan indigo tersebut diperoleh dari kawasan Sumatra.

Para peserta pelatihan kemudian diperkenalkan dengan tanaman Tarum yang sudah dibudidayakan di sekitar halaman Kedai Kopi “Wangi Arum”. Tanaman kecil yang sepintas seperti rumput tersebut ternyata daunnya berbentuk seperti daun kelor, tetapi lebih kecil.

Setelah menjelaskan tentang Tarum, Gelar mempraktikkan proses pengolahan tanaman Tarum tersebut menjadi zat pewarna alami dengan proses yang sangat sederhana. Para peserta diajak ikut mempraktikkan proses pembuatannya dari awal sampai selesai.

Acara berakhir sekitar pukul 12.30 WIB dan diakhiri dengan foto bersama.

***

Judul: Dosen Telkom University Ikuti Pelatihan Pembuatan Zat Pewarna Biru Alami bersama Pataruman – Indigo Experimental Station
Jurnalis: Asep (HC) Arie Barajati
Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *