Darah Kata

oleh: Prof. Yudi Latif

MajmusSunda News, Jum’at (20/06/2025) Artikel berjudul “Darah Kata” ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif, pria kelahiran Sukabumi, Jawa Barat dan Anggota Dewan Pinisepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Saudaraku, setiap kata yang kita tuliskan bukan sekadar jejak di atas laman permukaan—ia adalah denyut jantung dari semesta batin, darah halus yang mengalir dari luka-luka kesadaran menuju harapan. Kata lahir dari rahim permenungan, digendong oleh keheningan, dan tumbuh dari perih yang tak bisa hanya dirasakan, melainkan mesti dipanggil ke hadapan dunia.

Prof. Yudi Latif
Prof. Yudi Latif, penulis – (Sumber: Instagram)

Kata bukanlah benda mati. Ia berdenyut. Ia berdarah. Ia membawa jejak keringat dan cucuran air mata dari perjalanan batin yang tak kasatmata. Setiap kata yang dituliskan sejatinya adalah doa yang menyamar dalam bentuk bahasa, mengandung daya magnetik yang memanggil semesta untuk bergerak seirama. Ia adalah doa yang memiliki kaki—melangkah pelan-pelan ke arah kenyataan, menarik peristiwa-peristiwa ke dalam orbitnya, sebagaimana hukum daya tarik menyambungkan yang dipikirkan dengan yang dialami.

Setiap huruf menjadi trombosit harapan. Setiap kalimat menjadi sel darah merah yang membawa oksigen bagi ruh zaman. Bila jalan-jalan menuju impian itu kita aliri dengan peluh dan kesungguhan, kata-kata itu tak lagi diam; ia hidup, mengalir, dan menuntun impian menepi di dermaga kenyataan.

Namun tak semua kata bernyawa. Kata yang lahir tanpa nyeri, tanpa cinta, tanpa tangis kehidupan, hanyalah bangkai suara—kering dan tak mampu bergerak. Agar kata menjadi darah, ia harus disiram oleh tekad, dipanaskan oleh pengorbanan, dan diuji dalam kobaran laku. Ia harus bersumber dari tubuh yang berjalan, hati yang terluka, dan jiwa yang tetap setia menyalakan pelita dalam gelap.

Kita menulis bukan hanya dengan pena, tapi dengan luka yang dijahit jadi makna. Kata-kata itu pun menjadi peta. Bila kita mau menapaki jalannya—dengan sabar dan keberanian, dengan kerja dan cinta—maka kata akan tumbuh menjadi jalan, menjadi jembatan, menjadi perahu, bahkan menjadi dermaga itu sendiri.

Sebab sesungguhnya, kata adalah darah mimpi. Dan hanya mereka yang rela mengalirkan hidupnya ke dalam kata, di atas kanvas apa pun yang tersedia—entah kertas, layar, atau udara—yang akan melihat impian menjelma nyata di pelupuk senja.

***

Judul: Darah Kata
Penulis: Prof. Yudi Latif
Editor: Jumari Haryadi

Sekilas tentang penulis

Prof. Yudi Latif adalah seorang intelektual terkemuka dan ahli dalam bidang ilmu sosial dan politik di Indonesia. Pria yang lahir Sukabumi, Jawa Barat pada 26 Agustus 1964 ini tumbuh sebagai pemikir kritis dengan ketertarikan mendalam pada sejarah, kebudayaan, dan filsafat, khususnya yang terkait dengan Indonesia.

Pendidikan tinggi yang ditempuh Yudi Latif, baik di dalam maupun luar negeri, mengasah pemikirannya sehingga mampu memahami dinamika masyarakat dan politik Indonesia secara komprehensif. Tidak hanya itu, karya-karyanya telah banyak mengupas tentang pentingnya memahami identitas bangsa dan menguatkan nilai-nilai kebhinekaan.

Sebagai seorang akademisi, Yudi Latif aktif menulis berbagai buku dan artikel yang berfokus pada nilai-nilai kebangsaan dan Islam di Indonesia. Salah satu karya fenomenalnya adalah buku “Negara Paripurna” yang mengulas konsep dan gagasan mengenai Pancasila sebagai landasan ideologi dan panduan hidup bangsa Indonesia.

Melalui bukunya tersebut, Yudi Latif menekankan bahwa Pancasila adalah alat pemersatu yang dapat menjembatani perbedaan dan memperkokoh keberagaman bangsa. Gagasan-gagasan Yudi dikenal memperkaya wacana publik serta memperkuat diskusi mengenai kebangsaan dan pluralisme dalam konteks Indonesia modern.

Di luar akademisi, Yudi Latif juga aktif dalam berbagai organisasi, di antaranya pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Indonesia. Melalui perannya ini, ia berusaha membangun kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap Pancasila sebagai ideologi negara. Komitmennya dalam mengedepankan nilai-nilai kebangsaan membuatnya dihormati sebagai salah satu tokoh pemikir yang berupaya menjaga warisan ideologi Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *