Arti Tropikanisasi-Kooperatisasi

Artikel ini ditulis oleh: Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S.

Dunia pewayangan
Ilustrasi: Dunia wayang - (Sumber: Arie/MMSN)

MajmusSunda News, Kolom Artikel/Opini, Selasa (23/09/2025) – Artikel Serial Tropikanisasi dan Kooperatisasi berjudul “Arti Tropikanisasi-Kooperatisasi” ini ditulis oleh: Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S., Pinisepuh Majelis Musyawarah Sunda (MMS) dan Rektor IKOPIN University Bandung.

Tembang pembuka “Kidung Koperasi” mengalun lembut. Layar terbuka. Tulisan besar: SERIAL TROPIKANISASI-KOOPERATISASI – EDISI 23 SEPTEMBER 2025.

Semar duduk di bawah pohon beringin. Kresna, Cepot, Gareng, dan Dawala duduk mengelilinginya.

SEMAR: (Membuka gulungan daun lontar) Anak-anakku… Di edisi 23 September 2025 ini, Eyang ingin kita bahas lebih dalam soal “Tropikanisasi-Kooperatisasi”. Bukan sekadar teori, tapi aksi nyata. Kresna, apa kabar dari lapangan?

KRESNA: (Menyembah) Eyang, laporan dari seluruh penjuru Nusantara mulai masuk. Semangatnya membara! Tapi banyak yang bingung, “Apa itu Tropikanisasi?”

GARENG: (Menggaruk kepala) Iya, Eyang… Namanya saja sudah sulit. Tropika… nisasi… Kedengarannya seperti nama angin topan di lautan Pacific…

SEMAR: (Tersenyum bijak) Bukan, Gareng. Tropikanisasi artinya cara kita hidup, merasa, berpikir dan meyakini, harus sesuai atau dilandasi oleh karakteristik intrinsik wilayah tropika: panas, lembab, basah, tersedia matahari setiap hari sepanjang tahun, keanekaragaman hayati dan sosial budaya yang tinggi. Kalau buat kita perlu ditambah: berstruktur  kepulauan bagai zambrud di khatulistiwa. Sayangnya, kalau dibuat kurva pendapatan per kapita dengan jarak dari lintang utara atau selatan ke garis khatulistiwa  maka kita akan memperoleh kurva berbentuk U di mana pendapatan per kapita terendah berada pada negara-negara yang berada di khatulistiwa. Jadi, tidak ada satu pun negara yang berada di kawasan tropika sampai sekarang bisa menjadi negara maju (Singapura kita keluarkan).

Istilah Tropikanisasi-Kooperatisasi kita gunakan sebagai istilah yang menggambarkan upaya bangsa-bangsa tropika, khususnya kita, supaya bisa mengangkat garis paling bawah dalam pola U ini ke atas mendekati, menyamai atau bahkan melampaui tingkat kesejahteraan rata-rata masyarakat negara maju sekarang, yang berada di wilayah beriklim empat musim. Dalam model adaptasi tersebut kooperatisasi atau cara berpikir, merasa, bertindak, meyakini berdasarkan nilai-nilai koperasi kita terapkan. Hal ini bukan hal baru mengingat konstitusi kita, yaitu Pasal 33 UUD ‘45 mengamanatkan akan hal ini.  Kita pun harus secara aktif mengambil model koperasi sukses dari negara empat musim, lalu kita replikasi dengan kondisi tropis kita yang panas, lembab, dan penuh warna. Bukan ditiru mentah-mentah!

CEPOT: (Tiba-tiba melompat) Oh! Paham! Kalo Zen-Noh di Jepang itu ngatur pertanian dan logistiknya menurut empat musim, kita mah harus mengatur bagaimana panas dan lembab untuk basis fermentasi atau sinar matahari sepanjang tahun untuk sumber energi macam-macam! Itu namanya Tropikanisasi! Lucu juga ya!

KRESNA: Persis, Cepot! Kooperatisasi adalah proses menjadikan koperasi sebagai tulang punggung ekonomi. Nah, Tropikanisasi-Kooperatisasi adalah strateginya. Ini laporan perkembangannya:

LAPORAN EDISI 23 SEPTEMBER 2025:

1. DARI PUSAT PENGGILINGAN (Laporan Dawala):

DAWALA:Eyang, di Klaten sudah berdiri Koperasi Tani “Makmur Bersama”. Mereka tidak lagi menggiling padi sampai putih bersih. Mereka punya dua produk: Beras Premium Putih untuk pasar yang masih mau, dan Beras Coklat “Sehat Lestari” yang digiling minimalis, nutrisinya utuh! Eyang! Petaninya dapat untung lebih besar karena dengan memproduksi beras coklat mengandung bekatul hasilnya naik sekitar 10%! Pasti konsumennya sehat.

SEMAR: (Mengangguk puas) Itulah! Koperasi tidak menyerah pada pasar, tapi memimpin pasar dan memperbaiki kualitas produk! Itu baru Tropikanisasi! Sesuai kebutuhan gizi orang tropis yang butuh serat tinggi.

2. DARI PASAR MODERN (Laporan Gareng):

GARENG: Eyang, saya survey di supermarket. Ada stand khusus Beras Koperasi. Ada logo gambarnya padi dan petani. Yang jualan bilang, “Ini, Pak, berasnya aman, tidak ada pemutih. Ada sertifikasinya.” Pembelinya percaya, Eyang!

KRESNA: Itulah kekuatan merek kolektif, Eyang. Dengan koperasi, kepercayaan konsumen dibangun. Oplosan pasti kalah!

3. DARI MEJA PERUNDINGAN (Laporan Cepot):

CEPOT: Eyang, yang seru itu waktu patungan beli traktor! Dulu satu petani tidak mampu. Sekarang, melalui Koperasi “Tani Jaya” di Cirebon, mereka patungan! Bukan cuma traktor, mereka juga punya gudang besar bersama untuk menahan stok, jadi tidak dijual murah ke tengkulak! Wah, tengkulaknya pada bengong, Eyang!

SEMAR: (Tertawa) Nah, itu dia! Koperasi memberi kekuatan kolektif! Itulah inti Kooperatisasi!

KRESNA: Dan, Eyang, yang paling membanggakan… Koperasi-koperasi ini mulai membentuk jaringan. Koperasi beras di Klaten bekerja sama dengan koperasi ikan di Tegal, dan koperasi sayur di Lembang. Mereka menciptakan pasar mereka sendiri! Rantai distribusi yang panjang dan mahal itu dipersingkat!

SEMAR: (Berdiri, penuh semangat) Bagus! Sekarang, tugas kita di akhir September 2025 ini adalah memperkuat jejaring! Koperasi tidak boleh jalan sendiri-sendiri. Mereka harus seperti akar pohon beringin, saling menguatkan.

PESAN UTAMA EDISI 23 SEPTEMBER 2025:

SEMAR: (Berkhotbah kepada penonton) “Wahai rakyatku. Tropikanisasi berarti kita jadi pintar. Kita ambil ilmunya, lalu kita olah dengan bumbu dan rempah Nusantara kita sendiri; Kooperatisasi berarti kita bersatu. Sendiri kita lemah, bersama kita adalah kekuatan yang tidak bisa dikalahkan oleh kartel mana pun.”

“Jangan lagi hanya mengeluh tentang harga beras. Mari kita bangun Koperasi Petani Nusantara dari desa kita masing-masing! Mulai dari hal kecil: patungan beli pupuk, buat gudang bersama, kelola pemasaran bersama.”

CEPOT, GARENG, DAWALA: (Bersama-sama) Bersatu Koperasi, Sejahtera Bersama!

KRESNA: Tantangan ke depan masih besar. Tapi dengan semangat Tropikanisasi-Kooperatisasi, kita pasti bisa. Edisi selanjutnya kita akan laporkan perkembangan koperasi petani rempah!

SEMAR: (Mengangkat tangan) Maka, Edisi 23 September 2025 kita tutup. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberkati setiap langkah nyata kita.

(Tembang penutup “Suwe Ora Jamu” dialunkan dengan penuh semangat. Layar ditutup.)

***

Noted:

Tropikanisasi adalah sebuah konsep transformatif yang merujuk pada proses mengangkat, memulihkan, dan memodernisasi kekayaan tropis—baik dalam pangan, budaya, ekonomi, maupun spiritualitas—sebagai fondasi kedaulatan dan keberlanjutan bangsa tropis seperti Indonesia.

Judul: Arti Tropikanisasi-Kooperatisasi
Penulis: Prof. Agus Pakpahan
Editor: Jumari Haryadi

Sekilas Info Penulis

Prof. Agus Pakpahan memimpin IKOPIN University sejak 29 Mei 2023 untuk periode 2023–2027. Ia dikenal sebagai ekonom pertanian yang menaruh perhatian pada penguatan ekosistem perkoperasian dan tata kelola kebijakan publik.

Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S.,
Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S., Penulis – (Sumber: Arie/MMSN)

Di bawah kepemimpinan Agus Pakpahan, IKOPIN mendorong kemitraan strategis dan pembenahan tata kelola kampus, termasuk menyambut inisiatif pemerintah agar IKOPIN bertransformasi menuju skema Badan Layanan Umum (BLU) di lingkungan Kemenkop UKM—sebuah langkah untuk memperkuat daya saing kelembagaan dan mutu layanan pendidikan. “Pendidikan yang berpihak pada kemajuan adalah jembatan masa depan,” demikian ruh visi yang ia usung.

Lahir di Sumedang, 29 Januari 1956, Agus Pakpahan menempuh S-1 di Fakultas Kehutanan IPB (1978) dan meraih M.S. Ekonomi Pertanian di IPB (1981). Ia kemudian meraih Ph.D. Ekonomi Pertanian dengan spesialisasi Ekonomi Sumber Daya Alam dari Michigan State University (1988). Latar akademik ini mengokohkan reputasinya di bidang kebijakan sumber daya alam, pertanian, dan pembangunan pedesaan. “Ilmu adalah cahaya; manfaatnya adalah sinar yang menuntun,” menjadi prinsip kerja ilmiahnya.

Kariernya panjang di pemerintahan: bertugas di Bappenas pada 1990-an, lalu dipercaya sebagai Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (1998–2002). Di tengah restrukturisasi, ia memilih mundur pada 2002—sebuah sikap yang tercatat luas di media arus utama.

Sesudahnya, Agus Pakpahan menjabat Deputi Menteri BUMN Bidang Usaha Agroindustri, Kehutanan, Kertas, Percetakan, dan Penerbitan (2005–2010), memperlihatkan kapasitasnya menautkan riset, kebijakan, dan bisnis negara. “Integritas adalah kompas; kebijakan adalah peta,” ringkasnya tentang tata kelola.

Sebagai akademisi-pemimpin, Agus Pakpahan aktif membangun jejaring dan kurikulum. Kunjungan kerja ke FEB UNY menegaskan orientasi penguatan kompetensi usaha dan koperasi, sementara di tingkat lokal ia melepas ratusan mahasiswa KKN untuk mengabdi di puluhan desa di Sumedang—mendorong pembelajaran kontekstual dan solusi nyata bagi masyarakat. “Belajar adalah bekerja untuk sesama,” begitu pesan yang kerap ia gaungkan pada kegiatan kampus.

Di luar kampus, kiprah Agus Pakpahan terekam dalam wacana publik seputar hutan, pertanian, ekonomi sirkular, dan perkoperasian—menginspirasi komunitas petani serta pemangku kepentingan untuk berinovasi tanpa meninggalkan nilai-nilai gotong royong.

Esai dan pandangan Agus Pakpahan di berbagai media bereputasi menunjukkan konsistensinya pada pembangunan yang adil dan berkelanjutan. “Kemajuan tanpa keadilan hanyalah percepatan tanpa arah; keadilan memberi makna pada laju,” adalah mutiara yang merangkum jalan pikirannya.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *