Puisi “Koperasi: Ilmu, Harapan, dan Perlawanan”

Puisi ini ditulis oleh: Agus Pakpahan

koperasi serba ada
Ilustrasi: Suasana koperasi serba ada - (Sumber: pngtree.com)

MajmusSunda News, Kolom BUDAYA/SASTRA, Jumat (15/08/2025) – Puisi berjudul “Koperasi: Ilmu, Harapan, dan Perlawanan” ini ditulis oleh: Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S., Anggota Pini Sepuh Majelis Musyawarah Sunda (MMS) dan Rektor IKOPIN University Bandung.

Mereka berkata: pasar bebas adalah hukum alam. 
Tapi aku melihat ibu-ibu menakar gabah, bukan dengan kalkulator, melainkan dengan harapan dan peluh. 

Mereka berkata: rasionalitas adalah segalanya. 
Tapi Simon telah berseru: akal manusia terbatas, dan keputusan terbaik adalah yang cukup baik,  bila diambil bersama, bukan sendiri. 

Mereka berkata: efisiensi adalah tujuan. 
Tapi Williamson mengingatkan: biaya transaksi itu nyata, dan oportunisme tumbuh di lorong-lorong gelap tanpa pengawasan. 

Mereka berkata: informasi itu milik mereka yang punya modal. 
Tapi Stiglitz, Akerlof, dan Spence telah membongkar dusta itu, dan koperasi menjawab dengan transparansi dan rapat terbuka. 

Mereka berkata: redistribusi menghambat pertumbuhan. 
Tapi Mirrlees dan Vickrey telah menunjukkan jalan tengah, bahwa keadilan dan insentif bisa berdamai,  bila kita cukup jujur untuk mendengarkan data dan nurani. 

Mereka berkata: sejarah adalah beban. 
Tapi North dan Fogel berkata: sejarah adalah pelajaran dan koperasi adalah warisan yang hidup,  bukan fosil dalam lemari arsip. 

Mereka berkata: koperasi itu lambat. 
Tapi Ostrom menjawab: demokrasi itu memang rumit, tapi lebih tahan terhadap badai daripada kapal yang dikemudikan satu tangan. 

Maka aku berkata: 
koperasi bukan sekadar lembaga, ia adalah perlawanan terhadap ketimpangan, ia adalah eksperimen sosial yang berani,  ia adalah tempat di mana teori Nobel turun ke sawah,  dan Multatuli tersenyum dari balik sejarah.

***

Judul: Koperasi: Ilmu, Harapan, dan Perlawanan
Penulis: Prof. Agus Pakpahan
Editor: Jumari Haryadi

Sekilas Info Penulis/Pengarang

Prof. Agus Pakpahan memimpin IKOPIN University sejak 29 Mei 2023 untuk periode 2023–2027. Ia dikenal sebagai ekonom pertanian yang menaruh perhatian pada penguatan ekosistem perkoperasian dan tata kelola kebijakan publik. Di bawah kepemimpinannya, IKOPIN mendorong kemitraan strategis dan pembenahan tata kelola kampus, termasuk menyambut inisiatif pemerintah agar IKOPIN bertransformasi menuju skema Badan Layanan Umum (BLU) di lingkungan Kemenkop UKM—sebuah langkah untuk memperkuat daya saing kelembagaan dan mutu layanan pendidikan. “Pendidikan yang berpihak pada kemajuan adalah jembatan masa depan,” demikian ruh visi yang ia usung.

Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S.
Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S., Penulis – (Sumber: alumniipbpedia.id)

Lahir di Sumedang, 29 Januari 1956, Agus Pakpahan menempuh S-1 di Fakultas Kehutanan IPB (1978) dan meraih M.S. Ekonomi Pertanian di IPB (1981). Ia kemudian meraih Ph.D. Ekonomi Pertanian dengan spesialisasi Ekonomi Sumber Daya Alam dari Michigan State University (1988). Latar akademik ini mengokohkan reputasinya di bidang kebijakan sumber daya alam, pertanian, dan pembangunan pedesaan. “Ilmu adalah cahaya; manfaatnya adalah sinar yang menuntun,” menjadi prinsip kerja ilmiahnya.

Kariernya panjang di pemerintahan: bertugas di Bappenas pada 1990-an, lalu dipercaya sebagai Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (1998–2002). Di tengah restrukturisasi, ia memilih mundur pada 2002—sebuah sikap yang tercatat luas di media arus utama. Sesudahnya, ia menjabat Deputi Menteri BUMN Bidang Usaha Agroindustri, Kehutanan, Kertas, Percetakan, dan Penerbitan (2005–2010), memperlihatkan kapasitasnya menautkan riset, kebijakan, dan bisnis negara. “Integritas adalah kompas; kebijakan adalah peta,” ringkasnya tentang tata kelola.

Sebagai akademisi-pemimpin, Agus Pakpahan aktif membangun jejaring dan kurikulum. Kunjungan kerja ke FEB UNY menegaskan orientasi penguatan kompetensi usaha dan koperasi, sementara di tingkat lokal ia melepas ratusan mahasiswa KKN untuk mengabdi di puluhan desa di Sumedang—mendorong pembelajaran kontekstual dan solusi nyata bagi masyarakat. “Belajar adalah bekerja untuk sesama,” begitu pesan yang kerap ia gaungkan pada kegiatan kampus.

Di luar kampus, kiprahnya terekam dalam wacana publik seputar hutan, pertanian, ekonomi sirkular, dan perkoperasian—menginspirasi komunitas petani serta pemangku kepentingan untuk berinovasi tanpa meninggalkan nilai-nilai gotong royong. Esai dan pandangannya di berbagai media bereputasi menunjukkan konsistensinya pada pembangunan yang adil dan berkelanjutan. “Kemajuan tanpa keadilan hanyalah percepatan tanpa arah; keadilan memberi makna pada laju,” adalah mutiara yang merangkum jalan pikirannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *