MajmusSunda News, Rubrik OPINI, Jumat (25/07/2025) – Esai berjudul “Partai Lebah” ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif, pria kelahiran Sukabumi, Jawa Barat dan Anggota Dewan Pinisepuh Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Saudaraku, aku ingin mendirikan partai. Bukan partai kekuasaan yang riuh berjanji saat lapar kedudukan, lalu menghilang saat rakyat benar-benar kelaparan, tetapi partai peradaban yang terus hadir memakmurkan madu kebahagiaan bersama. Namanya: Partai Lebah.
Lebah hidup rendah, tetapi meninggikan makna. Ia tak hinggap di tumpukan sampah atau bunga busuk. Tak seperti banyak partai yang gemar menghisap dari apa saja—asal menguntungkan.

Lebah bekerja dalam diam. Ia tak pasang baliho wajahnya di tiap sudut taman, tak mengklaim madu sebagai pencapaiannya sendiri. Ia memberi tanpa janji, menghasilkan tanpa gaduh.
Di sarangnya, tak ada perebutan kursi. Semua tahu peran—ratu, penjaga, pekerja—dan semua bekerja demi koloni, bukan demi dinasti. Di sinilah keadilan: bukan soal siapa paling bising, tetapi siapa paling berfungsi.
Lebah tak rakus. Ia mengambil seperlunya, meninggalkan selebihnya untuk semesta. Ia tak mengatur anggaran madu hanya untuk dirinya dan kroninya.

Sarangnya berbentuk hexagonal—rancang bangun paling kokoh dan efisien di alam. Tak ada ruang kosong untuk pencitraan, tak ada anggaran siluman. Hidup pun mestinya begitu: tertata, jujur, hemat, dan kuat.
Musyawarah? Dari kata ‘syawara‘: memeras madu. Bukan memeras lawan atau rakyat. Dari bunga-bunga berbeda, lebah menyatukan rasa. Dari pikiran berbeda, mestinya kita menyuling kebijaksanaan—bukan saling menyengat demi gengsi.
Lebah hidup singkat. Tapi ia pergi meninggalkan madu, cahaya, dan kehidupan, sedangkan banyak partai pergi meninggalkan utang, luka, dan undang-undang cacat.
Bukankah hidup yang baik mestinya seperti lebah? Tak banyak bicara, tak sibuk citra—namun ketika pergi, dunia terasa lebih hidup, lebih mekar, dan jauh lebih manis dari saat ia datang.
***
Judul: Partai Lebah
Penulis: Prof. Yudi Latif
Editor: Jumari Haryadi
Sekilas tentang penulis
Prof. Yudi Latif adalah seorang intelektual terkemuka dan ahli dalam bidang ilmu sosial dan politik di Indonesia. Pria yang lahir Sukabumi, Jawa Barat pada 26 Agustus 1964 ini tumbuh sebagai pemikir kritis dengan ketertarikan mendalam pada sejarah, kebudayaan, dan filsafat, khususnya yang terkait dengan Indonesia.

Pendidikan tinggi yang ditempuh Yudi Latif, baik di dalam maupun luar negeri, mengasah pemikirannya sehingga mampu memahami dinamika masyarakat dan politik Indonesia secara komprehensif. Tidak hanya itu, karya-karyanya telah banyak mengupas tentang pentingnya memahami identitas bangsa dan menguatkan nilai-nilai kebhinekaan.
Sebagai seorang akademisi, Yudi Latif aktif menulis berbagai buku dan artikel yang berfokus pada nilai-nilai kebangsaan dan Islam di Indonesia. Salah satu karya fenomenalnya adalah buku “Negara Paripurna” yang mengulas konsep dan gagasan mengenai Pancasila sebagai landasan ideologi dan panduan hidup bangsa Indonesia.
Melalui bukunya tersebut, Yudi Latif menekankan bahwa Pancasila adalah alat pemersatu yang dapat menjembatani perbedaan dan memperkokoh keberagaman bangsa. Gagasan-gagasan Yudi dikenal memperkaya wacana publik serta memperkuat diskusi mengenai kebangsaan dan pluralisme dalam konteks Indonesia modern.
Di luar akademisi, Yudi Latif juga aktif dalam berbagai organisasi, di antaranya pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Indonesia. Melalui perannya ini, ia berusaha membangun kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap Pancasila sebagai ideologi negara. Komitmennya dalam mengedepankan nilai-nilai kebangsaan membuatnya dihormati sebagai salah satu tokoh pemikir yang berupaya menjaga warisan ideologi Indonesia.
***