Pembelajaran dari Land Grant University Kreasi Abraham Lincoln untuk Cooperative Grant University Indonesia: Merancang Kepastian Sosial-Ekonomi Tahun Emas 2045

Artikel ini ditulis oleh: Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S.

Ilustrasi: Land Grant University Kreasi Abraham Lincoln - (Sumber: thevintagenews.com)
Ilustrasi: Land Grant University Kreasi Abraham Lincoln - (Sumber: thevintagenews.com)

MajmusSunda News, Kolom OPINI, Senin (09/06/2025) – Artikel berjudul “Pembelajaran dari Land Grant University Kreasi Abraham Lincoln untuk Cooperative Grant University Indonesia: Merancang Kepastian Sosial-Ekonomi Tahun Emas 2045” ini ditulis oleh: Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S., Anggota Dewan Pini Sepuh Majelis Musyawarah Sunda (MMS) dan Rektor IKOPIN University Bandung.

Tulisan ini merupakan gagasan yang ditujukan sebagai sumbangan pemikiran untuk membangun landasan dan langkah-langkah operasional atas political will dan kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang melahirkan pilihan strategi dan kebijakan pembangunan ekonomi berbasis pada koperasi. Pemikiran ini dilandasi oleh sejarah pemikiran yang dilahirkan oleh Presiden Amerika Serikat ke-16: Abraham Lincoln sebagaimana diuraikan berikut.

Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S.
Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S. – (Sumber: MajmusSUnda.id)

Refleksi Pemikiran Lincoln: Demokrasi Pendidikan sebagai Fondasi Demokrasi Ekonomi

Abraham Lincoln bukan sekadar pembebas perbudakan, melainkan arsitek rekonstruksi ekonomi berbasis pengetahuan. Dalam masa perang saudara, ia merancang tiga kebijakan transformatif:

Pertama, Morrill Act (1862) – Mengalihkan tanah federal untuk membiayai universitas praktis bagi petani dan kelas pekerja, dengan fokus pada pertanian, teknik, dan seni mekanik.  10 land-grant colleges berikut sebagai contoh yang menggambarkan kesuksesan  Morrill Act 1862 yang diprakarsai Lincoln:

  1. University of Illinois at Urbana-Champaign
  2. Michigan State University
  3. Pennsylvania State University
  4. University of Wisconsin-Madison
  5. Iowa State University
  6. Kansas State University
  7. University of Nebraska-Lincoln
  8. Texas A&M University
  9. University of California, Berkeley
  10. Cornell University

Sekarang, institusi-institusi ini tidak hanya memainkan peran penting dalam pengembangan pendidikan tinggi berbasis penelitian dan inovasi di bidang pertanian dan teknik, tetapi juga berperan penting dalam hampir setiap bidang keilmuan.

Kedua, Homestead Act (1862) – Memberikan lahan  kepada warga miskin untuk menciptakan pemilik tanah mandiri.  Sekarang rata-rata petani di Amerika Serikat memiliki lahan usahatani sekitar hampir 200 hektar.

Ketiga, Pendirian USDA (1862) – Membangun infrastruktur riset pertanian terpadu.  Pendirian kementerian pertanian di Amerika Serikat merupakan prakarsa Lincoln dengan tujuan selain untuk menjamin ketahanan pangan juga menjamin industri dan jasa akan berkembang apabila pertaniannya kuat. Hal ini terbukti hingga sekarang.

Lincoln memahami bahwa kompleksitas pertanian memerlukan pemahaman holistik tentang teknologi,  iklim, tanah, ekosistem, logistik, infrastruktur, pasar, hukum dan lain-lain.  Namun, ia juga melihat pendidikan sebagai senjata melawan feodalisme ekonomi. Menurut Lincoln bahwa Land-grant colleges adalah institusi demokrasi, tempat ilmu menjadi milik rakyat, bukan monopoli elite.

Relevansi Lincoln untuk Indonesia: Mengurai Benang Kusut Detransformasi 

Indonesia menghadapi paradoks pembangunan: pertumbuhan ekonomi yang tidak inklusif. Data menunjukkan 20% penduduk tetap rentan miskin, kesenjangan sosial yang relatif tinggi dan  sekitar 59% tenaga kerja berstatus informal tanpa perlindungan sosial memadai.

Selanjutnya, guremisasi yang terus terjadi pada pertanian sebagaimana diperlihatkan oleh sekitar 62% petani yang berlahan sempit (kurang dari 0.5 ha),  yang berpasangan dengan deindustrialisasi, diperparah dengan berlanjutnya net current account deficit yang relatif tinggi dalam Balance of Payments (BOP) Indonesia, maka kesemua itu  menggambarkan berlangsungnya detransformasi struktural.

Indonesia Emas 2045 menargetkan pendapatan per kapita USD 23.000–30.300, tetapi jalan menuju ke sana terhalang oleh proses detransformasi di atas. Di sinilah visi Lincoln menemukan relevansinya: pendidikan tinggi harus menjadi mesin mobilitas vertikal, bukan penjaga status quo.

Kompleksitas Koperasi: Mengapa Lebih Rumit daripada Pertanian?

Jika Lincoln menyebut pertanian sebagai aktivitas manusia paling kompleks, maka koperasi di Indonesia tidak kalah kompleksitasnya dibandingkan pertanian.

Sebagai ilustrasi, dengan menggunakan model analisis Schmid tentang karakteristik barang (goods) yang dibahas, koperasi menghadapi tantangan intrinsik yang lebih kompleks daripada pertanian:

Kompleksitas ini memerlukan pendekatan transdisipliner yang mengintegrasikan banyak disiplin ilmu, antara lain, ekonomi, manajemen, computer science, hukum, filosofi, ekologi, teknologi, dan psikologi kolektif.

Amanah Konstitusi dan Peta Baru: Pasal 33 sebagai Kompas CGU 

Pasal 33 UUD 1945 bukan slogan usang, melainkan blueprint ekonomi kerakyatan yang menuntut reinterpretasi progresif. Delapan dekade pembangunan menunjukkan kegagalan implementasi:

– Kontribusi koperasi terhadap PDB hanya 5%, jauh di bawah potensi riilnya.
– Industrialisasi berbasis hilirisasi (misal, kelapa sawit) belum menyentuh inti ekonomi kerakyatan.

Cooperative Grant Universities (CGU) harus menjadi respons konstitusional. Berbeda dengan Land Grant College yang berfokus pada pertanian, CGU dirancang untuk menyelesaikan persamaan kompleks demokrasi ekonomi:

CGU = Pendidikan Inklusif + Riset Terapan + Innovation di bidang perkoperasian dalam arti luas.

Model ini ini menciptakan ecosystem koperasi yang bisa mengendalikan sumber-sumber interdependensi sebagaimana sebagian disajikan pada Tabel di atas.

Desain Operasional CGU: Dari Teori ke Aksi 

Pertama, Arsitektur Kelembagaan 

– Landasan Hukum: Peraturan perundangan tentang Hibah Aset untuk CGU, misalnya, mengalokasikan tanah negara/daerah sebagai endowment.
– Struktur Hybrid:
– CGU merupakan  integrasi antara Universitas dan Pusat Koperasi, mirip dengan integrasi antara Universitas Land Grant di AS dengan Agricultural Experimentation milik USDA. Karakter yang dibangun adalah karakter fakultas multidisiplin.
– Satuan Tugas Desa: Dosen-mahasiswa sebagai “agen ekstensi” mendampingi koperasi berbasis komunitas .

Kedua,Kurikulum Revolusioner 

Kurikulum CGU harus mencakup:

– Core Sciences: Big data, AI, blockchain untuk manajemen koperasi.
– Social Microbiology: Psikologi kolektif, resolusi konflik, dan trust-building.
– Praktikum Lapangan: Magang di koperasi nelayan/petani dengan skema profit-sharing.

Gelar sarjana yang diberikan adalah Sarjana Koperasi (S.Kop) yang dibedakan menurut sub-spesialisasi, misal S.Kop Akuntansi, S.Kop Hukum, dan lainnya.

> Catatan Kritis: Hanya 34.3% mahasiswa Indonesia di bidang STEM. CGU harus membalikkan tren ini melalui beasiswa ikatan dinas untuk daerah 3T.

Ketiga, Mekanisme Pembiayaan Inovatif 

– Hibah Sosial-Ekologis: Alokasi APBN berbasis kinerja perlindungan lingkungan (e.g., koperasi gambut yang mencegah kebakaran).
– Impact Investment: Skema bagi hasil dengan investor ESG (Enviromental, Social, Governance).

Peta Jalan 2025-2045: Menenun Kembali Tenun Sosial Indonesia

CGU harus menyatu dengan RPJPN 2025-2045 melalui tiga fase:

Pertama, Fase Konsolidasi (2025-2030):

– Pendirian 5 CGU percontohan di Papua (sagu), NTT (tenun ikat), Riau (sawit berkelanjutan).
– Pengembangan data trust nasional untuk koperasi.

Kedua, Fase Akselerasi (2030-2040):

– Integrasi ASP (Adaptive Social Protection) dengan CGU , menyediakan asuransi iklim untuk koperasi tani.
– Transformasi 100.000 UMKM menjadi koperasi berbasis platform digital.

Ketiga, Fase Kemakmuran (2040-2045): 

– Kontribusi koperasi terhadap PDB mencapai 15-20%.
– Terciptanya 5 juta wirausaha sosial berbasis komunitas.

Penutup: CGU sebagai Institusi Demokrasi Ekonomi 

Seperti Lincoln memanfaatkan krisis perang untuk membangun Land Grant Colleges, Indonesia harus memanfaatkan momentum 2045 untuk melahirkan Cooperative Grant Universities. Institusi ini bukan sekadar sekolah tinggi, melainkan bioreaktor demokrasi ekonomi tempat:

– Ilmu pengetahuan menyatu dengan kearifan lokal,
– Riset menjadi senjata melawan ketimpangan,
– Kampus menjadi pasar ide bagi kaum marginal.

Dalam refleksi filosofis akhir, CGU adalah antitesis ekonomi ekstraktif – ia mengembalikan makna Pasal 33 pada hakikatnya: “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan.”

Di bawah menara CGU, petani bukan objek kebijakan, melainkan subjek pengetahuan; koperasi bukan unit simpan-pinjam, melainkan laboratorium demokrasi.

Warisan Abadi: Jika Land Grant Colleges mengubah AS dari agrarian society jadi adidaya industri, maka CGU harus mengantar Indonesia dari negara rente menuju episentrum ekonomi kerakyatan dunia.

***

Judul: Pembelajaran dari Land Grant University Kreasi Abraham Lincoln untuk Cooperative Grant University Indonesia: Merancang Kepastian Sosial-Ekonomi Tahun Emas 2045
Penulis: Agus Pakpahan
Editor: Jumari Haryadi

Kursus bahasa Sunda
Advertorial

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *