Kinerja DPR Setahun, Suara Publik Masih Tertahan, IYCTC Ajak Orang Muda Lewat DPRemaja 4.0*

Kinerja DPR Setahun

MajmusSunda News – Jakarta, Selasa (11/11/2025) – Kinerja DPR Setahun kembali menjadi sorotan publik. Sudah lebih dari satu tahun masa kerja DPR RI periode 2024–2029, kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif diuji. Melalui platform Pilihantanpabeban.id, Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC) memetakan sikap 580 anggota DPR terhadap kebijakan pengendalian rokok. Hasilnya, hanya 55 legislator yang tegas mendukung, sementara 88 lainnya menolak atau menunjukkan sikap kontra terhadap kebijakan pengendalian konsumsi rokok. Sisanya memilih diam — sebuah tanda lemahnya keberpihakan terhadap isu kesehatan publik yang krusial bagi masa depan generasi muda.

 Ketua IYCTC, Manik Marganamahendra, menyebut temuan itu mencerminkan tantangan baru dalam politik kebijakan di Indonesia. “Kita melihat semakin kuatnya pengaruh industri dalam proses legislasi. Suara kesehatan publik belum menjadi prioritas utama DPR, dan orang muda masih dianggap figuran, bukan mitra dalam pengambilan keputusan,” ujarnya.

Manik menambahkan, pernyataan seperti yang baru-baru ini disampaikan oleh anggota Dewan, Mukhamad Misbakhun, yang menyebut “tidak ada otopsi yang membuktikan seseorang meninggal karena rokok”, menunjukkan persoalan yang jauh lebih serius dari sekadar perbedaan pandangan. “Pernyataan itu keliru secara ilmiah. Ratusan studi medis — termasuk temuan WHO dan CDC — telah membuktikan bahwa rokok merupakan faktor risiko utama bagi berbagai penyakit mematikan seperti kanker paru, stroke, dan jantung. Dalam forensik, yang tercatat memang penyakitnya, tetapi penyebab dasarnya jelas ‘rokok’. Yang membunuh bukan sebatang rokoknya, melainkan penyakit yang muncul karenanya — dan itu tetap artinya rokok membunuh,” tegas Manik.

Ia menilai pernyataan seperti itu berbahaya karena menyesatkan publik dan mengaburkan fakta ilmiah demi kepentingan industri. Terlebih ketika disampaikan oleh pejabat publik yang seharusnya menjadi sumber informasi kredibel. Dampaknya bisa jauh lebih besar, terutama bagi anak dan remaja yang belum matang dalam mengambil keputusan. Narasi semacam ini dapat membuat mereka salah memahami bahwa rokok tidak berbahaya, padahal dampaknya sangat nyata.

Manik menegaskan, keterlibatan generasi muda dalam politik kebijakan menjadi penting di tengah tekanan lobi industri yang kian terbuka. “Kita tidak bisa terus berharap DPR yang sama akan membuat keputusan berbeda tanpa ada dorongan publik. Karena itu, ruang partisipasi alternatif seperti DPRemaja dibutuhkan untuk melatih orang muda berpikir kritis, menyuarakan aspirasi berbasis data, dan memahami bagaimana kebijakan dibuat,” tambahnya.

Pesan itu disampaikan dalam forum daring Road to DPRemaja 4.0: Memperkuat Partisipasi Bermakna Orang Muda dalam Kebijakan Publik, yang digelar Minggu (9/11). Kegiatan ini mempertemukan politisi muda lintas daerah, anggota DPRD, konten kreator, serta alumni DPRemaja, membahas bagaimana generasi baru bisa mengintervensi ruang kebijakan publik dengan cara yang strategis dan berbasis data.

Belajar dari Parlemen — Menakar Dampak Kinerja DPR Setahun

Anggota DPRD DKI Jakarta sekaligus Ketua Panitia Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Farah Savira, menilai kepercayaan dalam politik bukan diberikan, tetapi dibangun dari kredibilitas. “Kepercayaan itu dibangun dari kehadiran dan kerja yang nyata. Di DPRD, saya belajar bahwa keputusan berbasis data justru sering datang dari orang muda yang mau turun langsung, mendengar, dan membawa bukti ke meja kebijakan,” ucap Farah.

Farah juga menyoroti pentingnya pendekatan inklusif dalam pengambilan keputusan, terutama saat membahas regulasi seperti KTR yang kerap ditentang karena dianggap mengganggu sektor ekonomi. “Setiap keputusan politik pasti punya konsekuensi. Tapi selama kita berpegang pada data dan mendengar semua pihak, kebijakan bisa tetap berpihak pada kepentingan publik tanpa menutup ruang dialog,” lanjutnya.

Politisi muda asal Jawa Tengah, Syaeful Mujab, berbagi pengalaman saat maju dalam kontestasi Pilkada. Meski belum terpilih, Mujab menilai kegagalan bukan akhir, melainkan pembelajaran tentang cara politik bekerja. “Politik itu keras, tapi juga alat bantu paling nyata untuk mengubah hidup banyak orang. Tantangannya adalah bagaimana kita tetap idealis tapi relevan, karena kepercayaan publik lahir dari kehadiran kita di lapangan, bukan dari janji,” tegasnya.

Menurut Mujab, orang muda harus berani melihat politik bukan sebagai ruang kotor, tetapi ruang strategis yang bisa diisi dengan gagasan baru. “Kalau kita menyerahkan politik hanya pada yang punya uang dan kuasa, jangan kaget kalau kebijakannya juga hanya berpihak ke mereka,” tambahnya.

Dari Lombok Barat, dr. Syamsuriansyah, anggota DPRD sekaligus penggerak program sosial masyarakat pesisir, menekankan pentingnya mengawal aspirasi masyarakat agar tidak berhenti di forum. “Aspirasi itu bukan selesai di forum. Kita harus pastikan masuk ke perencanaan daerah dan dirasakan langsung manfaatnya oleh warga. Itu baru representasi yang sejati,” tegasnya.

Ia juga menambahkan bahwa partisipasi orang muda dalam politik lokal sangat penting di tengah bonus demografi. “Kalau 52 persen penduduk usia produktif hanya jadi penonton, maka arah kebijakan kita nantinya hanya ditentukan oleh segelintir orang saja,” ujarnya.

Dari sisi lain, konten kreator sosial-politik Buzzer, yang dikenal lewat kanal Based(less) Indonesia Show, menyoroti fenomena “politik digital” yang sering kali bising tetapi minim aksi nyata. “Sekarang semua orang ngomong politik di timeline, tapi partisipasi nyatanya masih kecil. Demokrasi kita baru 27 tahun, kayak baru belajar jalan,” katanya.

Menurutnya, keberanian untuk bersuara tetap penting, tetapi harus dibarengi dengan kecerdasan dalam berpartisipasi. “Kalau di rumah tidak nyaman, kita protes ke orang tua. Kalau di negara ini tidak nyaman, ya pemerintah itu orang tua kita. Komplain saja, tapi dengan cara yang cerdas,” tutup Buzzer.

DPRemaja: Parlemen Versi Remaja untuk Melatih Keberanian Politik

Menutup kegiatan, Manik Marganamahendra kembali menegaskan bahwa Dewan Perwakilan Remaja (DPRemaja) bukan sekadar program advokasi, melainkan ruang pembelajaran kebijakan publik bagi anak muda. Program ini melibatkan peserta dari tiga kota: Jakarta, Semarang, dan Lombok Utara, untuk mengikuti pelatihan advokasi, simulasi parlemen, hingga reses lokal selama setahun penuh. “Kami ingin orang muda sadar bahwa politik bukan milik segelintir elite. Kalau ruangnya tidak terbuka, ya kita bangun sendiri. DPRemaja jadi ruang kecil untuk melatih keberanian itu — keberanian untuk bicara, mendengar, dan membuat perubahan nyata,” tutup Manik.

Judul: Kinerja DPR Setahun, Suara Publik Masih Tertahan, IYCTC Ajak Orang Muda Lewat DPRemaja 4.0*
Jurnalis: Asep GP
Editor: Parkah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *