MajmusSunda News, Kolom Artikel/Opini, Jumat (12/09/2025) – Artikel Serial Tropikanisasi dan Kooperatisasi berjudul “Pusaka Tropika: Warisan Kesehatan yang Dianugerahkan Langit untuk Bumi Khatulistiwa” ini ditulis oleh: Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S., Pinisepuh Majelis Musyawarah Sunda (MMS) dan Rektor IKOPIN University Bandung.
Di bawah limpahan sinar matahari dan hembusan angin laut yang hangat, bumi tropika melahirkan kekayaan yang tak ternilai: rempah-rempah yang bukan hanya pengharum rasa, tetapi juga penjaga kesehatan sejati.
Kombinasi Kayu Manis, Serai, Kencur, Jahe, Daun Salam, dan Fermented Rice Bran adalah sebuah simfoni alam yang menyempurnakan harmoni tubuh dan jiwa, sebuah resep warisan yang kini terungkap potensi ilmiahnya.
Inilah enam pilar kesehatan yang menyangga vitalitas bangsa-bangsa tropika, khususnya Indonesia:
1. Kayu Manis: Sang Pendeta

Penjaga Keseimbangan Kayu manis hadir bagai pendeta bijak yang menenangkan. Aromanya yang hangat dan manis mengandung cinnamaldehyde, seorang prajurit perkasa yang berjuang melawan peradangan dan membantu tubuh mengelola anugerah kehidupan—gula darah—dengan lebih bijaksana. Ia adalah penjaga keseimbangan, mengingatkan tubuh untuk tetap harmonis di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern.
2. Serai: Sang Penari yang Menyucikan Batangnya yang ramping menyimpan semangat penari yang lincah. Citral, jiwa dari serai, adalah embun penyejuk yang membersihkan tubuh dari segala bentuk kekotoran. Ia membawa kesegaran yang menyucikan, memiliki khasiat antimikroba alami, dan menari dalam aliran darah kita sebagai penangkal radikal bebas, meninggalkan rasa ringan dan energi yang murni.

3. Kencur: Sang Rohaniwan Pemberi Keberanian Kencur, si rimpang yang sering disebut sebagai ‘jamu’-nya para pejuang, adalah rohaniwan yang memberikan keberanian. Wanginya yang khas dan menggugah, berasal dari etil p-metoksisinamat, membangkitkan semangat dan ketahanan tubuh. Ia adalah pengingat akan kekuatan bumi yang terdalam, memberikan kehangatan dari dalam dan melindungi kita dari serangan lelah dan lesu.

4. Jahe: Sang Ksatria Pelindung yang Perkasa
Jahe hadir bagai ksatria dengan baju zirah panas. Gingerol dan shogaol adalah senjatanya yang ampuh untuk melawan dinginnya peradangan dan gempuran rasa sakit. Ia adalah pelindung yang andal, menghangatkan tubuh, melancarkan aliran energi, dan mengusir segala macam gangguan, mulai dari mual hingga nyeri, dengan kepastian dan kekuatan yang tak tergoyahkan.

5. Daun Salam: Sang Filusuf yang Menenangkan & Melindungi Daun salam bukan sekadar pelengkap rasa, melainkan seorang filusuf yang bijak. Daunnya yang hijau tua menyimpan cineole dan quercetin, senyawa yang menenangkan pikiran, meredakan kegelisahan tubuh, dan melindungi sel-sel dari penuaan dini. Ia mengajarkan kita tentang ketenangan dan ketahanan, menjaga kesehatan jantung dan pikiran dengan damai dan penuh wibawa.

6. Fermented Rice Bran (Dedak Padi Terfermentasi): Sang Permadani Subur bagi Kehidupan Inilah dasar dari segala keajaiban ini—Fermented Rice Bran. Dedak padi yang telah melalui transformasi lewat fermentasi adalah permadani subur tempat semua pusaka tropika ini bertemu. Proses alami ini membangkitkan kekuatan terpendamnya: asam ferulat dan γ-oryzanol yang menjadi super antioksidan, serta asam butirat yang menyuburkan tanah kehidupan kita—usus. Ia adalah prebiotik dan probiotik alami yang memastikan segala kebaikan rempah diserap dengan sempurna, sekaligus merawat ekosistem dalam diri kita.

Sinergi untuk Indonesia yang Perkasa dan Sehat
Gabungan keenamnya bukanlah sebuah ramuan biasa. Ini adalah sebuah ekosistem kesehatan miniatur Indonesia yang lengkap dan sinergis. Fermentasi mengubahnya menjadi eliksir yang mudah diserap, di mana setiap elemen saling memeluk dan memperkuat.
- Untuk Pencernaan yang Perkasa: Kombinasi serat terfermentasi, gingerol, dan kencur menciptakan api pencernaan yang kuat, melancarkan metabolisme, dan menyehatkan usus—sumber dari 70% kekebalan tubuh.
- Benteng Antioksidan & Antiradang: Seluruh komponen bersatu padu membangun perisai yang tak tertembus melawan radikal bebas dan peradangan kronis, biang dari segala penyakit modern.
- Sumber Energi yang Berkelanjutan: Ramuan ini tidak sekadar memberi stimulan, tetapi memulihkan dan menguatkan tubuh dari level sel, sehingga kita tidak mudah lelah dan tetap segar sepanjang hari, cocok dengan semangat dan vitalitas orang Indonesia.
Inilah Tropikanisasi dalam wujudnya yang paling nyata: memanfaatkan kekayaan alam tropis dengan cara yang paling bijak dan modern untuk membangun bangsa yang lebih sehat, kuat, dan berenergi. Seteguk ramuan ini adalah sebuah penghormatan pada warisan leluhur dan sebuah investasi untuk Indonesia yang perkasa.
Salam Tropikanisasi! Merayakan kehidupan dengan segala keajaiban alam tropika kita.
***
Noted:
Tropikanisasi adalah sebuah konsep transformatif yang merujuk pada proses mengangkat, memulihkan, dan memodernisasi kekayaan tropis—baik dalam pangan, budaya, ekonomi, maupun spiritualitas—sebagai fondasi kedaulatan dan keberlanjutan bangsa tropis seperti Indonesia.
Judul: Pusaka Tropika: Warisan Kesehatan yang Dianugerahkan Langit untuk Bumi Khatulistiwa
Penulis: Prof. Agus Pakpahan
Editor: Jumari Haryadi
Sekilas Info Penulis
Prof. Agus Pakpahan memimpin IKOPIN University sejak 29 Mei 2023 untuk periode 2023–2027. Ia dikenal sebagai ekonom pertanian yang menaruh perhatian pada penguatan ekosistem perkoperasian dan tata kelola kebijakan publik.
Di bawah kepemimpinan Agus Pakpahan, IKOPIN mendorong kemitraan strategis dan pembenahan tata kelola kampus, termasuk menyambut inisiatif pemerintah agar IKOPIN bertransformasi menuju skema Badan Layanan Umum (BLU) di lingkungan Kemenkop UKM—sebuah langkah untuk memperkuat daya saing kelembagaan dan mutu layanan pendidikan. “Pendidikan yang berpihak pada kemajuan adalah jembatan masa depan,” demikian ruh visi yang ia usung.

Lahir di Sumedang, 29 Januari 1956, Agus Pakpahan menempuh S-1 di Fakultas Kehutanan IPB (1978) dan meraih M.S. Ekonomi Pertanian di IPB (1981). Ia kemudian meraih Ph.D. Ekonomi Pertanian dengan spesialisasi Ekonomi Sumber Daya Alam dari Michigan State University (1988). Latar akademik ini mengokohkan reputasinya di bidang kebijakan sumber daya alam, pertanian, dan pembangunan pedesaan. “Ilmu adalah cahaya; manfaatnya adalah sinar yang menuntun,” menjadi prinsip kerja ilmiahnya.
Kariernya panjang di pemerintahan: bertugas di Bappenas pada 1990-an, lalu dipercaya sebagai Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (1998–2002). Di tengah restrukturisasi, ia memilih mundur pada 2002—sebuah sikap yang tercatat luas di media arus utama.
Sesudahnya, Agus Pakpahan menjabat Deputi Menteri BUMN Bidang Usaha Agroindustri, Kehutanan, Kertas, Percetakan, dan Penerbitan (2005–2010), memperlihatkan kapasitasnya menautkan riset, kebijakan, dan bisnis negara. “Integritas adalah kompas; kebijakan adalah peta,” ringkasnya tentang tata kelola.
Sebagai akademisi-pemimpin, Agus Pakpahan aktif membangun jejaring dan kurikulum. Kunjungan kerja ke FEB UNY menegaskan orientasi penguatan kompetensi usaha dan koperasi, sementara di tingkat lokal ia melepas ratusan mahasiswa KKN untuk mengabdi di puluhan desa di Sumedang—mendorong pembelajaran kontekstual dan solusi nyata bagi masyarakat. “Belajar adalah bekerja untuk sesama,” begitu pesan yang kerap ia gaungkan pada kegiatan kampus.
Di luar kampus, kiprah Agus Pakpahan terekam dalam wacana publik seputar hutan, pertanian, ekonomi sirkular, dan perkoperasian—menginspirasi komunitas petani serta pemangku kepentingan untuk berinovasi tanpa meninggalkan nilai-nilai gotong royong.
Esai dan pandangan Agus Pakpahan di berbagai media bereputasi menunjukkan konsistensinya pada pembangunan yang adil dan berkelanjutan. “Kemajuan tanpa keadilan hanyalah percepatan tanpa arah; keadilan memberi makna pada laju,” adalah mutiara yang merangkum jalan pikirannya.