MajmusSunda News, Kolom Artikel/Opini, Selasa (26/08/2025) – Artikel berjudul “Zen-Noh sebagai Model Institusional: Pembelajaran Strategis untuk Koperasi Desa Merah Putih” ini ditulis oleh: Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S., Pini Sepuh Majelis Musyawarah Sunda (MMS) dan Rektor IKOPIN University Bandung.
Zen-Noh (National Federation of Agricultural Cooperative Associations) merupakan sistem koperasi pertanian terintegrasi yang telah membuktikan efektivitasnya dalam membangun ketahanan pangan, efisiensi logistik, dan kedaulatan ekonomi petani Jepang. Artikel ini mengkaji struktur kelembagaan, skala ekonomi, dan mekanisme operasional Zen-Noh sebagai bahan pembelajaran strategis untuk penguatan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) yang digagas oleh Presiden Prabowo Subianto.

Dengan pendekatan komparatif dan analisis institusional, artikel ini menawarkan rekomendasi konkret untuk replikasi tropikal berbasis partisipasi rakyat, teknologi digital, dan restorasi ekonomi desa.
1. Pendahuluan
Koperasi bukan sekadar entitas ekonomi, melainkan instrumen demokratisasi produksi dan distribusi. Di Jepang, Zen-Noh telah menjadi bukti bahwa koperasi dapat beroperasi dengan skala korporasi tanpa kehilangan akar kolektifnya.
Di Indonesia, KDMP hadir sebagai respons terhadap stagnasi KUD dan BUMDes yang perlu mendapatkan mitra untuk melaju bersama. Pertanyaan strategisnya adalah: bagaimana Zen-Noh dapat dijadikan model replikasi tropikal yang relevan untuk KDMP?
2. Sejarah dan Rekayasa Kelembagaan Zen-Noh
Zen-Noh tidak lahir dari proses organik semata, melainkan dari rekayasa kelembagaan yang dirancang secara top-down oleh Jenderal Douglas MacArthur, pemimpin tertinggi Allied Occupation di Jepang pasca-Perang Dunia II.
Dalam rangka membangun ketahanan pangan dan mencegah kebangkitan oligarki agraria, MacArthur mendorong pembentukan koperasi pertanian sebagai instrumen demokratisasi ekonomi desa.
Pada tahun 1948, dua koperasi sekunder nasional didirikan: Zenkoren – fokus pada pengadaan input pertanian, dan; Zenhanren – fokus pada pemasaran hasil pertanian
Keduanya kemudian digabung pada tahun 1972 menjadi Zen-Noh dengan struktur kelembagaan yang mencakup koperasi primer (desa), sekunder (prefektur), dan tersier (nasional). Meskipun lahir dari intervensi negara, Zen-Noh tumbuh menjadi sistem koperasi yang berbasis partisipasi aktif petani dan konsumen, dengan prinsip otonomi dan efisiensi kolektif.
3. Struktur dan Skala Zen-Noh
Zen-Noh mengelola lebih dari 1.000 koperasi primer dan 163 koperasi sekunder, dengan total anggota mencapai 4,4 juta petani. Pada tahun 2024, Zen-Noh mencatat omzet tahunan sebesar USD 55 miliar (±Rp880 triliun) dan memenangkan 94% lelang cadangan beras nasional Jepang sebanyak 142.000 ton. Produk yang dikelola meliputi:
– Padi, gandum, dan hortikultura
– Daging sapi wagyu, susu, dan pakan ternak
– Pupuk, pestisida, dan drone pertanian
– LPG, BBM, dan barang konsumsi harian
– Layanan keuangan dan asuransi pertanian
Zen-Noh beroperasi sebagai sistem terintegrasi: dari produksi hingga ekspor, dari input hingga logistik. Ia bukan hanya koperasi, tetapi ekosistem agraria nasional.
4. Prinsip-Prinsip Institusional Zen-Noh
Zen-Noh dibangun di atas lima prinsip kelembagaan:
Pertama, Integrasi Vertikal dan Horizontal. Koperasi lokal terhubung dalam federasi nasional, menciptakan skala ekonomi dan efisiensi distribusi.
Kedua, Transparansi dan Akuntabilitas. Sistem pelaporan digital dan audit internal menjamin kepercayaan anggota dan keberlanjutan finansial.
Ketiga, Partisipasi Aktif Anggota. Petani bukan hanya pengguna layanan, tetapi pemilik dan pengelola koperasi.
Keempat, Diversifikasi Produk dan Layanan. Zen-Noh tidak bergantung pada satu komoditas, melainkan membangun portofolio agribisnis yang adaptif.
Kelima, Kemitraan Strategis dengan Negara dan Swasta. Zen-Noh berfungsi sebagai mitra negara dalam ketahanan pangan dan sebagai aktor pasar global.
5. Relevansi untuk Koperasi Desa Merah Putih
KDMP memiliki potensi untuk menjadi Zen-Noh tropikal jika memenuhi syarat kelembagaan berikut:
– Legalitas dan Standar Akreditasi. Setiap koperasi harus memiliki AD/ART, NIB, NPWP, dan sistem pelaporan digital.
– Infrastruktur Logistik Kolektif. Gudang, cold storage, dan truk logistik harus dimiliki dan dikelola koperasi, bukan vendor eksternal.
– Digitalisasi dan Literasi Koperasi. Platform Digi Koperasi harus menjadi alat edukasi, transaksi, dan akuntansi yang transparan.
– Kemitraan Multi-Level. KDMP harus terhubung dengan BUMN, CSR, pemerintah daerah, dan komunitas lokal secara sinergis.
– Blueprint Federasi Nasional. KDMP perlu membentuk federasi koperasi tingkat provinsi dan nasional untuk menciptakan skala ekonomi dan daya tawar kolektif.
6. Penutup: Proyeksi dan Harapan
Andaikan KDMP direplikasi dengan pendekatan kelembagaan seperti Zen-Noh, Indonesia berpotensi menciptakan sistem koperasi pertanian dengan omzet tahunan setara USD 55–70 miliar (±Rp880 triliun hingga Rp1.120 triliun) dan aset terkelola lebih dari USD 500 miliar (±Rp8.000 triliun). Ini bukan sekadar angka, melainkan proyeksi kekuatan ekonomi rakyat yang terdesentralisasi, berbasis spiritualitas kolektif, dan berakar pada kekayaan tropika yang dilandasi oleh nilai tropikanisasi dan kooperatisasi.
KDMP bukan hanya alat distribusi, tetapi bisa menjadi ekosistem kedaulatan pangan, bank sosial, dan jaringan bioekonomi tropikal yang menyatukan desa-desa Indonesia dalam satu federasi koperasi nasional. Jika Zen-Noh lahir dari rekayasa MacArthur, KDMP bisa lahir dari kesadaran tropikal kita sendiri melanjutkan prakarsa dan keyakinan Presiden Prabowo Subianto—dengan spiritualitas, teknologi, dan keberanian untuk membalik arus sejarah.
Saatnya Indonesia membangun Zen-Noh-nya sendiri. Bukan meniru Jepang, tetapi melampaui dengan jiwa dan kekuatan tropis yang hidup dan berdaulat.
***
Judul: Zen-Noh sebagai Model Institusional: Pembelajaran Strategis untuk Koperasi Desa Merah Putih
Penulis: Prof. Agus Pakpahan
Editor: Jumari Haryadi
Sekilas Info Penulis
Prof. Agus Pakpahan memimpin IKOPIN University sejak 29 Mei 2023 untuk periode 2023–2027. Ia dikenal sebagai ekonom pertanian yang menaruh perhatian pada penguatan ekosistem perkoperasian dan tata kelola kebijakan publik. Di bawah kepemimpinannya, IKOPIN mendorong kemitraan strategis dan pembenahan tata kelola kampus, termasuk menyambut inisiatif pemerintah agar IKOPIN bertransformasi menuju skema Badan Layanan Umum (BLU) di lingkungan Kemenkop UKM—sebuah langkah untuk memperkuat daya saing kelembagaan dan mutu layanan pendidikan. “Pendidikan yang berpihak pada kemajuan adalah jembatan masa depan,” demikian ruh visi yang ia usung.

Lahir di Sumedang, 29 Januari 1956, Agus Pakpahan menempuh S-1 di Fakultas Kehutanan IPB (1978) dan meraih M.S. Ekonomi Pertanian di IPB (1981). Ia kemudian meraih Ph.D. Ekonomi Pertanian dengan spesialisasi Ekonomi Sumber Daya Alam dari Michigan State University (1988). Latar akademik ini mengokohkan reputasinya di bidang kebijakan sumber daya alam, pertanian, dan pembangunan pedesaan. “Ilmu adalah cahaya; manfaatnya adalah sinar yang menuntun,” menjadi prinsip kerja ilmiahnya.
Kariernya panjang di pemerintahan: bertugas di Bappenas pada 1990-an, lalu dipercaya sebagai Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian (1998–2002). Di tengah restrukturisasi, ia memilih mundur pada 2002—sebuah sikap yang tercatat luas di media arus utama. Sesudahnya, ia menjabat Deputi Menteri BUMN Bidang Usaha Agroindustri, Kehutanan, Kertas, Percetakan, dan Penerbitan (2005–2010), memperlihatkan kapasitasnya menautkan riset, kebijakan, dan bisnis negara. “Integritas adalah kompas; kebijakan adalah peta,” ringkasnya tentang tata kelola.
Sebagai akademisi-pemimpin, Agus Pakpahan aktif membangun jejaring dan kurikulum. Kunjungan kerja ke FEB UNY menegaskan orientasi penguatan kompetensi usaha dan koperasi, sementara di tingkat lokal ia melepas ratusan mahasiswa KKN untuk mengabdi di puluhan desa di Sumedang—mendorong pembelajaran kontekstual dan solusi nyata bagi masyarakat. “Belajar adalah bekerja untuk sesama,” begitu pesan yang kerap ia gaungkan pada kegiatan kampus.
Di luar kampus, kiprahnya terekam dalam wacana publik seputar hutan, pertanian, ekonomi sirkular, dan perkoperasian—menginspirasi komunitas petani serta pemangku kepentingan untuk berinovasi tanpa meninggalkan nilai-nilai gotong royong. Esai dan pandangannya di berbagai media bereputasi menunjukkan konsistensinya pada pembangunan yang adil dan berkelanjutan. “Kemajuan tanpa keadilan hanyalah percepatan tanpa arah; keadilan memberi makna pada laju,” adalah mutiara yang merangkum jalan pikirannya.