Warsa Cinta

Artikel ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif

Ilustrasi Warsa Cinta - (Sumber: Bing Image Creator AI)

MajmusSunda News, Rabu (08/01/2025)  Artikel berjudul “Warsa Cinta” ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif, pria kelahiran Sukabumi, Jawa Barat dan Anggota Dewan Pinisepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Saudaraku, tahun baru sepatutnya ajang kelahiran ulang semua orang. Pergantian warsa menandai ritus peralihan: mengeluarkan yang buruk ke masa lalu, memasukan yang baik ke masa depan.

Dalam menyikapi yang lama dan yang baru, ada dua jenis kebebalan yang harus dihindari. Seseorang berkata, “Ini tua, oleh karena itu bagus.” Yang lain menukas, “Ini muda, oleh karena itu lebih baik.” Padahal, esensinya bukanlah yang tua atau yang muda, melainkan kebaikan apa yang didapat dari yang lama dan yang baru. Dalam mengarungi masa depan, sikap terbaik adalah “mempertahankan warisan masa lalu yang baik, seraya mengambil hal-hal baru yang lebih baik.”

Krisis berulang yang melanda bangsa terjadi karena langkah perubahan melalui salah jalan: mempertahankan yang buruk, membuang yang baik. Tradisi korupsi lebih giat dipertahankan, tetapi tradisi pelayanan publik lebih malas dikembangkan. Mengimpor lebih dikehendaki daripada berswasembada, menghutang lebih dipilih daripada berswadana, menguras sumberdaya alam lebih diandalkan daripada meningkatkan nilai tambah.

Luput dari keinsyafan, bahwa nilai kehidupan tidaklah ditentukan oleh tahun-tahun dalam kehidupan kita, melainkan oleh kehidupan kita dalam tahun-tahun itu. Bukan berapa lama berkuasa, melainkan nilai apa yang ditorehkan selama berkuasa.

Dalam situasi krisis yang merongrong keutuhan dan ketahanan bangsa, momen kelahiran kembali semua orang di tahun baru ini seharusnya dapat membangkitkan kekuatan jiwa mencintai.

Kekuatan mencintai itu terasa penting dalam menyongsong cuaca politik dan ekonomi yang mendung. Politik yang sedianya merupakan seni mengelola republik demi kebajikan kolektif melalui perbaikan otoritas publik, jangan sampai terjerumus menjadi seni menipu dan menyengsarakan rakyat dengan mengatasnamakan “kebajikan publik”.

Memasuki tahun baru, seribu masalah menghadang kita, namun kekuatan cinta akan membuat setiap orang lebih besar dari dirinya sendiri: membuka diri untuk berbakti, bersatu dan berbagi dengan yang lain.

Akhirnya, kekuatan cinta pun tak mengenal putus asa. Siapa yang ingin memiliki mutiara, harus ulet menahan-nahan nafas, dan berani terjun menyelami samudera yang sedalam-dalamnya.

***

Judul: Warsa Cinta
Penulis: Prof. Yudi Latif
Editor: Jumari Haryadi

Sekilas tentang penulis

Prof. Yudi Latif adalah seorang intelektual terkemuka dan ahli dalam bidang ilmu sosial dan politik di Indonesia. Pria yang lahir Sukabumi, Jawa Barat pada 26 Agustus 1964 ini tumbuh sebagai pemikir kritis dengan ketertarikan mendalam pada sejarah, kebudayaan, dan filsafat, khususnya yang terkait dengan Indonesia.

Prof. Yudi Latif
Prof. Yudi Latif – (Sumber: beritaenam.com)

Pendidikan tinggi yang ditempuh Yudi Latif, baik di dalam maupun luar negeri, mengasah pemikirannya sehingga mampu memahami dinamika masyarakat dan politik Indonesia secara komprehensif. Tidak hanya itu, karya-karyanya telah banyak mengupas tentang pentingnya memahami identitas bangsa dan menguatkan nilai-nilai kebhinekaan.

Sebagai seorang akademisi, Yudi Latif aktif menulis berbagai buku dan artikel yang berfokus pada nilai-nilai kebangsaan dan Islam di Indonesia. Salah satu karya fenomenalnya adalah buku “Negara Paripurna” yang mengulas konsep dan gagasan mengenai Pancasila sebagai landasan ideologi dan panduan hidup bangsa Indonesia.

Melalui bukunya tersebut, Yudi Latif menekankan bahwa Pancasila adalah alat pemersatu yang dapat menjembatani perbedaan dan memperkokoh keberagaman bangsa. Gagasan-gagasan Yudi dikenal memperkaya wacana publik serta memperkuat diskusi mengenai kebangsaan dan pluralisme dalam konteks Indonesia modern.

Di luar akademisi, Yudi Latif juga aktif dalam berbagai organisasi, di antaranya pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Indonesia. Melalui perannya ini, ia berusaha membangun kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap Pancasila sebagai ideologi negara. Komitmennya dalam mengedepankan nilai-nilai kebangsaan membuatnya dihormati sebagai salah satu tokoh pemikir yang berupaya menjaga warisan ideologi Indonesia.

***

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *