Jiwa Budaya

Artikel ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif

Ilustrasi: Konsep peradaban manusia - (Sumber: Bing Image Creator AI)
Ilustrasi: Konsep peradaban manusia - (Sumber: Bing Image Creator AI)

MajmusSunda News, Kamis (12/12/2024) Artikel berjudul “Jiwa Budaya” ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif, pria kelahiran Sukabumi, Jawa Barat dan Anggota Dewan Pinisepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Saudaraku, corak peradaban kita hari ini mencerminkan jiwa budaya kita. Penjelasannya terurai dalam buku The Decline of the West karya Oswald Spengler (1918 & 1922). Spengler memperkenalkan konsep peradaban bersiklus. Setiap peradaban berkembang, mencapai puncaknya, dan akhirnya mengalami kemunduran, mirip dengan kehidupan organisme hidup.

Spengler membedakan konsep kebudayaan dan peradaban. Kebudayaan adalah fase kreatif, penuh dengan inovasi dan eksplorasi spiritual, sedangkan peradaban adalah fase akhir yang lebih materialistik dan kurang inovatif. Menurutnya, Barat telah beralih dari kebudayaan ke peradaban.

Cover buku The Decline of the West karya Oswald Spengler - (Sumber: vintagebooksmd.com)
Cover buku The Decline of the West karya Oswald Spengler – (Sumber: vintagebooksmd.com)

Bagi Spengler, setiap kebudayaan dan peradaban memiliki jiwa budaya yang khas yang memengaruhi bagaimana masyarakat dalam kebudayaan tersebut memandang dunia dan mengarahkan perkembangan spiritual, artistik, ilmiah, dan sosial mereka. Misalnya, kebudayaan Barat memiliki jiwa Faustian yang berbeda dari jiwa kebudayaan Mesir kuno atau kebudayaan India.

Jiwa budaya membentuk pandangan dunia (Weltanschauung) dari sebuah kebudayaan. Misalnya, kebudayaan Barat cenderung memiliki pandangan yang bersifat ekspansif dan dinamis, sedang kebudayaan Yunani kuno lebih mengutamakan keselarasan dan keseimbangan dalam bentuk-bentuk seni dan pemikiran mereka.

Jiwa budaya sering kali terlihat dalam bentuk-bentuk ekspresinya, seperti seni, arsitektur, musik, filsafat, dan ilmu pengetahuan. Misalnya, arsitektur gotik Eropa mencerminkan jiwa Faustian yang berusaha melampaui batas dengan menara-menara tinggi, sementara arsitektur Mesir kuno dengan piramida dan kuil-kuil monumental mencerminkan jiwa kebudayaan yang mengutamakan ketenangan dan kesinambungan abadi.

Spengler memandang jiwa budaya sebagai sesuatu yang memiliki takdir. Setiap kebudayaan berkembang dan mengalami kemunduran sesuai pola yang tak bisa dihindari, seperti organisme hidup yang memiliki batas usia, jiwa budaya juga mengalami batas pertumbuhan dan kreativitas.

Spengler percaya, memahami jiwa budaya suatu masyarakat memungkinkan kita memahami pola sejarah dan masa depan peradaban tersebut. Spengler pun mengingatkan bahwa perkembangan apa pun yang kita impikan harus dimulai dengan menata jiwa budaya yang sesuai

***

Judul: Jiwa Budaya
Penulis: Prof. Yudi Latif
Editor: Jumari Haryadi

Sekilas tentang penulis

Prof. Yudi Latif adalah seorang intelektual terkemuka dan ahli dalam bidang ilmu sosial dan politik di Indonesia. Pria yang lahir Sukabumi, Jawa Barat pada 26 Agustus 1964 ini tumbuh sebagai pemikir kritis dengan ketertarikan mendalam pada sejarah, kebudayaan, dan filsafat, khususnya yang terkait dengan Indonesia.

Prof. Yudi Latif
Prof. Yudi Latif – (Sumber: beritaenam.com)

Pendidikan tinggi yang ditempuh Yudi Latif, baik di dalam maupun luar negeri, mengasah pemikirannya sehingga mampu memahami dinamika masyarakat dan politik Indonesia secara komprehensif. Tidak hanya itu, karya-karyanya telah banyak mengupas tentang pentingnya memahami identitas bangsa dan menguatkan nilai-nilai kebhinekaan.

Sebagai seorang akademisi, Yudi Latif aktif menulis berbagai buku dan artikel yang berfokus pada nilai-nilai kebangsaan dan Islam di Indonesia. Salah satu karya fenomenalnya adalah buku “Negara Paripurna” yang mengulas konsep dan gagasan mengenai Pancasila sebagai landasan ideologi dan panduan hidup bangsa Indonesia.

Melalui bukunya tersebut, Yudi Latif menekankan bahwa Pancasila adalah alat pemersatu yang dapat menjembatani perbedaan dan memperkokoh keberagaman bangsa. Gagasan-gagasan Yudi dikenal memperkaya wacana publik serta memperkuat diskusi mengenai kebangsaan dan pluralisme dalam konteks Indonesia modern.

Di luar akademisi, Yudi Latif juga aktif dalam berbagai organisasi, di antaranya pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Indonesia. Melalui perannya ini, ia berusaha membangun kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap Pancasila sebagai ideologi negara. Komitmennya dalam mengedepankan nilai-nilai kebangsaan membuatnya dihormati sebagai salah satu tokoh pemikir yang berupaya menjaga warisan ideologi Indonesia.

***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *