Harapan Kemurungan

Artikel ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif

Ilustrasi: Seseorang yang sedang murung - (Sumber: Bing Image Creator AI)

MajmusSunda News, Kamis (19/12/2024)  Artikel berjudul “Harapan Kemurungan” ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif, pria kelahiran Sukabumi, Jawa Barat dan Anggota Dewan Pinisepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan Majelis Musyawarah Sunda (MMS).

Saudaraku, mendung yang mengepung langit kita bukan hanya tentang gumpalan gemuruh awan, tetapi juga tentang jiwa bangsa yang berkabut.

Di langit jiwa yang mendung, kehidupan dirasuki desah panjang kelelahan. Wajah-wajah menunduk, suwung senyum, menyimpan beban tak terucapkan. Ada luka tak kasat, tapi terasa, mengendap di setiap sudut percakapan. Langit pun kelabu, seperti enggan mendekapkan pelukan hangatnya.

Di tengah bangsa yang murung, langit terasa berat, seakan menggantungkan awan gelap di atas kepala. Jalanan penuh bisik tentang ketidakpastian dan mimpi nan padam dalam deru waktu. Wajah-wajah lelah menyembunyikan tangis yang tak berani tumpah, sementara suara optimisme perlahan pudar, tenggelam dalam riuh keluhan.

Namun, di tengah kelam itu, ada percik api yang tetap menyala. Ia adalah harapan yang mungkin tersembunyi di sudut-sudut hati yang hampir menyerah, namun tetap menolak padam.

Harapan berbisik pelan dalam keheningan. Ia bersembunyi di balik tatapan anak-anak yang masih berlari riang, di antara tangan-tangan yang tetap bekerja meski dunia terasa berat. Harapan adalah sisa cahaya yang berbisik, “Kita bisa lebih baik dari ini.”

Menyalakan harapan di tengah bangsa yang murung bukanlah tentang keajaiban besar. Ia dimulai dari hal-hal sederhana dari keberanian untuk bermimpi di saat yang lain ragu, dari doa-doa kecil yang dipanjatkan dengan suara gemetar, dari keteguhan untuk tetap berjalan meski langkah terasa berat. Harapan tumbuh seperti akar yang perlahan menembus tanah kering, mencari jalan untuk hidup.

Kita adalah penjaga nyala itu. Dalam setiap tindakan kecil, dalam setiap kata yang menguatkan, kita memberi ruang bagi harapan untuk tumbuh. Saat satu orang menyalakan harapan, ia menjadi lentera. Dan lentera-lentera itu, saat menyatu, mampu mengusir gelap yang paling pekat.

Bangsa ini mungkin murung, tapi tidak mati. Harapan adalah denyut nadi yang terus berdetak, meski pelan, meski nyaris tak terasa. Kita hanya perlu mengingatkan diri bahwa cahaya selalu lahir dari gelap, dan setiap malam pasti bertemu fajar. Selama ada keyakinan, ada yang berani bermimpi dengan berkeringat,  bangsa ini akan menemukan jalannya menuju terang.

***

Judul: Harapan Kemurungan
Penulis: Prof. Yudi Latif
Editor: Dewi Sekar Uni

Sekilas tentang penulis

Prof. Yudi Latif adalah seorang intelektual terkemuka dan ahli dalam bidang ilmu sosial dan politik di Indonesia. Pria yang lahir Sukabumi, Jawa Barat pada 26 Agustus 1964 ini tumbuh sebagai pemikir kritis dengan ketertarikan mendalam pada sejarah, kebudayaan, dan filsafat, khususnya yang terkait dengan Indonesia.

Prof. Yudi Latif
Prof. Yudi Latif – (Sumber: beritaenam.com)

Pendidikan tinggi yang ditempuh Yudi Latif, baik di dalam maupun luar negeri, mengasah pemikirannya sehingga mampu memahami dinamika masyarakat dan politik Indonesia secara komprehensif. Tidak hanya itu, karya-karyanya telah banyak mengupas tentang pentingnya memahami identitas bangsa dan menguatkan nilai-nilai kebhinekaan.

Sebagai seorang akademisi, Yudi Latif aktif menulis berbagai buku dan artikel yang berfokus pada nilai-nilai kebangsaan dan Islam di Indonesia. Salah satu karya fenomenalnya adalah buku “Negara Paripurna” yang mengulas konsep dan gagasan mengenai Pancasila sebagai landasan ideologi dan panduan hidup bangsa Indonesia.

Melalui bukunya tersebut, Yudi Latif menekankan bahwa Pancasila adalah alat pemersatu yang dapat menjembatani perbedaan dan memperkokoh keberagaman bangsa. Gagasan-gagasan Yudi dikenal memperkaya wacana publik serta memperkuat diskusi mengenai kebangsaan dan pluralisme dalam konteks Indonesia modern.

Di luar akademisi, Yudi Latif juga aktif dalam berbagai organisasi, di antaranya pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Indonesia. Melalui perannya ini, ia berusaha membangun kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap Pancasila sebagai ideologi negara. Komitmennya dalam mengedepankan nilai-nilai kebangsaan membuatnya dihormati sebagai salah satu tokoh pemikir yang berupaya menjaga warisan ideologi Indonesia.

***

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *