Perspektif Prof. Dr. Soepomo terhadap Pasal 33 UUD 1945

Artikel ini ditulis oleh: Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S.

Prof. Dr. Soepomo
Prof. Dr. Soepomo - (Sumber: istimewa)

MajmusSunda News, Kolom OPINI, Sabtu (08/03/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Perspektif Prof. Dr. Soepomo terhadap Pasal 33 UUD 1945” ini ditulis oleh: Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S., Anggota Dewan Pini Sepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS) dan Rektor IKOPIN University Bandung.

Soepomo adalah arsitek utama konsep “Negara Integralistik” Indonesia yang terinspirasi dari pemikiran Hegel, Spinoza, dan tradisi kekeluargaan Jawa. Ia menolak liberalisme Barat dan sosialisme Marxis, serta menekankan “kesatuan organik antara negara, rakyat, dan pemimpin”. Konsep ini menjadi dasar filosofis UUD 1945, termasuk Pasal 33.

Kaitan Pemikiran Soepomo dengan Pasal 33

  1. Negara sebagai Penjamin Kesejahteraan Bersama

Soepomo percaya bahwa negara harus bertindak sebagai “kepala keluarga” yang mengatur ekonomi untuk kepentingan seluruh rakyat. Ini tercermin dalam frasa Pasal 33 Ayat 1: “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar asas kekeluargaan”.

– Asas kekeluargaan diartikan sebagai solidaritas kolektif, bukan individualism atau kapitalisme.

– Negara berperan mengarahkan ekonomi agar tidak dikuasai oleh kepentingan segelintir kelompok atau asing.

  1. Penguasaan Negara atas Sektor Strategis

Soepomo menekankan bahwa “cabang produksi penting” (Ayat 2) dan sumber daya alam (Ayat 3) harus dikuasai negara untuk mencegah eksploitasi oleh pihak asing atau swasta.

– Dalam sidang BPUPKI (1945), ia menyatakan bahwa penguasaan negara atas SDA adalah bentuk perlindungan terhadap kedaulatan ekonomi.

– Namun, ia juga mengingatkan bahwa pengelolaannya harus transparan dan berorientasi pada rakyat, bukan untuk kepentingan elit.

  1. Penolakan terhadap Liberalisme dan Sosialisme Ekstrem

– Soepomo menolak sistem ekonomi liberal yang membiarkan pasar bebas, karena dianggap bertentangan dengan nilai kebersamaan Indonesia.

– Soepomo juga menolak sosialisme ala Marxis yang menghapus hak pribadi. Sebaliknya, ia mengusung sosialisme nasional yang berakar pada budaya lokal.

Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S.,
Prof. Dr. Ir. H. Agus Pakpahan, M.S., Penulis – (Sumber: sawitsetara.co)

Perdebatan dalam BPUPKI

Dalam sidang BPUPKI, Soepomo terlibat diskusi dengan tokoh seperti Mohammad Hatta dan Yamin tentang bentuk ekonomi Indonesia:

– Hatta lebih menekankan koperasi sebagai tulang punggung ekonomi (sesuai Ayat 1).

– Soepomo menambahkan bahwa koperasi harus dibimbing oleh negara untuk mencegah penyimpangan.

– Yamin mendukung penguasaan negara atas SDA, tetapi ingin frasa “sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”(Ayat 3) diperjelas agar tidak disalahgunakan.

Kritik Soepomo terhadap Kapitalisme Kolonial

Soepomo melihat sistem ekonomi kolonial Belanda sebagai biang ketimpangan. Dalam pidatonya di BPUPKI, ia menegaskan:

“Kita harus membangun ekonomi yang tidak hanya membebaskan diri dari penjajah, tetapi juga dari mentalitas feodal dan kapitalistik yang menghisap rakyat kecil.”

Ini menjadi dasar logis Pasal 33 Ayat 2 dan 3 tentang penguasaan negara atas sektor strategis.

Perbedaan dengan Sukarno dan Hatta

– Sukarno: Lebih menekankan retorika revolusioner dan mobilisasi massa, sementara Soepomo fokus pada pembangunan sistem hukum/ekonomi berbasis negara integralistik.

– Hatta: Lebih demokratis dan desentralistik, sedangkan Soepomo cenderung melihat negara sebagai “pengayom” yang harus aktif mengatur ekonomi.

Implementasi dan Kritik

– Kritik terhadap Soepomo:

Konsep integralistiknya dinilai terlalu elitis dan membuka celah otoritarianisme, karena negara dianggap “tahu segalanya” tanpa partisipasi publik.

Warisan Pemikiran Soepomo

Meski kontroversial, perspektif Soepomo tentang Pasal 33 memberikan landasan filosofis untuk:

  1. Kedaulatan ekonomi Indonesia pasca-kolonial.
  2. Perlindungan SDA dari eksploitasi asing/swasta.
  3. Penolakan terhadap ekonomi liberal yang tidak sesuai dengan karakter bangsa.

Kesimpulan

Bagi Soepomo, Pasal 33 UUD 1945 adalah manifestasi dari Negara Integralistik yang mengutamakan harmoni antara kepentingan negara dan rakyat. Ekonomi harus dikelola sebagai “usaha bersama” di bawah kendali negara, tetapi dengan semangat kekeluargaan yang anti-eksploitasi. Meski demikian, implementasinya perlu diwaspadai agar tidak jatuh ke dalam sentralisme otoriter.

***

Sumber: Conversation with DeepSeek

Judul: Perspektif Prof. Dr. Soepomo terhadap Pasal 33 UUD 1945
Penulis: Agus Pakpahan
Editor: Jumari Haryadi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *