MajmusSunda News, Sabtu (14/06/2025) – Artikel berjudul “Tumbuh dalam Cinta” ini ditulis oleh: Prof. Yudi Latif, pria kelahiran Sukabumi, Jawa Barat dan Anggota Dewan Pinisepuh/Karamaan/Gunung Pananggeuhan Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Saudaraku, dari “falling in love” jatuh dalam cinta—kita mesti beringsut menuju “growing in love” bertumbuh dalam cinta. Jatuh cinta membawa gema hasrat memiliki, seolah cinta adalah jerat yang menaklukkan, mengubah dua jiwa menjadi medan tarik-menarik kekuasaan. Namun bertumbuh dalam cinta adalah menapaki jalan menjadi: suatu tarian resiprokal antara dua jiwa yang saling peduli, saling belajar, saling berbagi, dan saling menumbuhkan—seperti dua pohon yang akar-akarnya saling bersentuhan dalam tanah kasih yang sama.

Seperti aku dan bunga-bunga di tamanku, tumbuh bersama dengan semangat saling memberi. Aku belajar memahami tabiatnya dan penuh gairah merawatnya. Makin baik pemahaman dan pemeliharaanku, makin sehat dan subur bunga itu bersitumbuh. Makin sehat dan subur tanamanku, makin sehat dan indah ruang hidupku. Hubungan kami bukan sekadar tentang memberi dan menerima, tetapi tentang saling menghidupi.
Dalam cinta yang tumbuh, tak ada pengorbanan yang menjadi sia-sia. Karena semakin banyak kau memberi, semakin limpah yang kembali. Semakin kau peduli, semakin hangat cinta bersemi. Dan dari sana, kebahagiaan tumbuh seperti matahari yang tak pernah jemu menyinari bumi.
Karena itu, lawan sejati dari cinta bukanlah benci, melainkan masa bodoh. Sebab cinta dan benci masih tersambung oleh biokimiawi perasaan yang sama dengan hasil yang berbeda. Membenci bisa merupakan efek dari mencintai. Namun, masa bodoh adalah ladang hampa, tempat rasa tak tumbuh, tak peduli, tak menghargai—karena ketiadaan rasa cinta.
***
Judul: Kurikulum Cinta
Penulis: Prof. Yudi Latif
Editor: Jumari Haryadi
Sekilas tentang penulis
Prof. Yudi Latif adalah seorang intelektual terkemuka dan ahli dalam bidang ilmu sosial dan politik di Indonesia. Pria yang lahir Sukabumi, Jawa Barat pada 26 Agustus 1964 ini tumbuh sebagai pemikir kritis dengan ketertarikan mendalam pada sejarah, kebudayaan, dan filsafat, khususnya yang terkait dengan Indonesia.
Pendidikan tinggi yang ditempuh Yudi Latif, baik di dalam maupun luar negeri, mengasah pemikirannya sehingga mampu memahami dinamika masyarakat dan politik Indonesia secara komprehensif. Tidak hanya itu, karya-karyanya telah banyak mengupas tentang pentingnya memahami identitas bangsa dan menguatkan nilai-nilai kebhinekaan.
Sebagai seorang akademisi, Yudi Latif aktif menulis berbagai buku dan artikel yang berfokus pada nilai-nilai kebangsaan dan Islam di Indonesia. Salah satu karya fenomenalnya adalah buku “Negara Paripurna” yang mengulas konsep dan gagasan mengenai Pancasila sebagai landasan ideologi dan panduan hidup bangsa Indonesia.
Melalui bukunya tersebut, Yudi Latif menekankan bahwa Pancasila adalah alat pemersatu yang dapat menjembatani perbedaan dan memperkokoh keberagaman bangsa. Gagasan-gagasan Yudi dikenal memperkaya wacana publik serta memperkuat diskusi mengenai kebangsaan dan pluralisme dalam konteks Indonesia modern.
Di luar akademisi, Yudi Latif juga aktif dalam berbagai organisasi, di antaranya pernah menjabat sebagai Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) di Indonesia. Melalui perannya ini, ia berusaha membangun kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap Pancasila sebagai ideologi negara. Komitmennya dalam mengedepankan nilai-nilai kebangsaan membuatnya dihormati sebagai salah satu tokoh pemikir yang berupaya menjaga warisan ideologi Indonesia.