MajmusSunda News, Kolom OPINI, Jawa Barat, Selasa (27/05/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Tip Bagi Perum Bulog : Stop Menyerap Gabah Basah” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Walaupun Pemerintah kini tampak riang gembira karena serapan Perum Bulog dalam panen raya kali ini mampu mencapai harapan yang diingunkan, namun problem pergabahan di negeri ini, tampak masih belum selesai. Salah satu soal yang hingga kini masih belum tertuntaskan, terkait dengan pengelolaan penyimpanan gabah di lapangan.

Pengelolaan penyimpanan gabah/beras oleh Perum Bulog di gudang-gudang Perum Bulog, masih saja dihadapkan pada masalah. Salah satunya terkait dengan kualitas beras yang disimpan. Sejak Pemerintahan Orde Baru manggung dan kini digantikan Orde Reformasi, masalah ‘beras berkutu’, selalu saja tampil menjadi isu perberasan yang cukup hangat untuk dibincangkan.
Isu terakhir terkait beras berkutu, muncul tatkala Komisi IV DPR RI menyampaikan hasil reses mereka. Ketika sebagian anggota Komisi IV DPR berkunjung ke salah satu gudang Perum Bulog di Jogjakarta, ditemukan adanya beras berkutu. Kontan saja banyak pihak yang mempertanyakan soal terjadinya beras berkutu. Padahal beras yang berkutu tersebut merupakan beras impor yang didatangkan dari negeri sahabat.
Mulai tahun 2025 Pemerintah bersikap untuk menyetop impor beras. Langkah ini benar-benar penuh dengan resiko. Untung saat ini produksi beras secara nasional sangat berlimpah, sehingga cadangan beras Pemerintah dinilai cukup kuat. Cadangan beras Pemerintah diatas 3 juta ton bahkan diprediksi bakal melebihi angka 4 juta ton ini, dinilai sebagai prestasi Pemerintah dalam menggenjot produksi.
Jadi, sah-sah saja bila Pemerintah menghentikan impor beras, yang selama ini sering menjadi bahan perdebatan banyak pihak. Impor beras sendiri, dalam kurun waktu selama ini telah menjadi kebutuhan dalam pemenuhan kebutuhan beras dalam negeri. Sebab, produksi beras para petani di dalam negeri, memang baru cukup untuk memenuhi konsumsi masyarakat.
Sedangkan untuk cadangan beras Pemerintah dan Program Strategis seperti Bantuan Langsung Pangan, pemenuhannya diperoleh dari beras impor. Bahkan ketika terjadi ‘darurat beras’, Pemerintah betul-betul sangat mengandalkan beras impor. Dalam tahun 2023/2024, bisa dikatakan impor beras merupakan ‘dewa penolong’ masyarakat yang kondisi kehidupannya sangat nemilukan.
Terlepas dari berbagai catatan yang mewarnainya, dapat ditegaskan dari sisi peningkatan produksi dan penguatan cadangan beras Pemerintah, bukan lagi sebuah langkah yang mengada-ada, bila kita memberi acungan jempol kepada Pemerintah. Menurut Menteri Pertanian selama hampir 80 tahun Indonesia merdeka, baru sekarang kita memiliki cadangan beras Pemerintah diatas 4 juta ton.
Kisah sukses penyerapan gabah oleh Perum Bulog untuk musim panen kali ini, jelas tidak perlu diragukan. Justru yang jadi persoalan ke depannya adalah bagaimana dengan kualitas gabah yang diserapnya ? Ini penting, karena dengan adanya aturan baru yang membebaskan petani untuk menjual gabah ‘any quality” dan mewajibkan Perum Bulog untuk membelinya dengan harga Rp. 6500,-, maka gabah yang terserap, umumnya masuk kategori gabah ‘apa adanya’.
Lebih parah lagi, kalau gabah yang dijual petani tergolong ke dalam gabah basah, mengingat panen berlangsung di saat musim penghujan. Gabah basah, selama ini merupakan kondisi yang paling dihindari oleh para Offtaker gabah di negeri ini. Itu sebabnya, ditetapkan persyaratan agar petani mengeringkan dahulu gabahnya dengan kadar air maksimsl 25 % dan kadar hampa maksimal 10 %.
Dengan keterbatasan alat pengering gsbah yang dimiliki petani untuk mengeringkan gabah hasil panennya, di lain pihak ada kebebasan menjual gabah dengan kadar air dan kadar hampa berapa pun, secara pragmatis petani akan memilih untuk menjual gabah dengan situasi yang paling menguntungkannya. Petani cenderung akan menjual gsbah apa adanya.
Dihadapkan pada suasana demikian, Perum Bulog menghadapi sebuah dilema dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya. Sebagai operator pangan, Perum Bulog tidak mampu menolak apa-apa yang ditugaskan regulator pangan. Dengan mengerutksn dahi Keluarga Besar Perum Bulog seluruh Indonesia terpaksa melakukan penyerapan gabah petani tanpa syarat apa pun.
Sebagai BUMN, Perum Bulog bisa jadi akan menghadapi masalah di kemudian hari. Kok, bisa-bisanya Perum Bulog membeli gabah dengan kadar air yang masih tinggi ? Perum Bulog itu, bukankah masih BUMN dan belum menjadi Lembaga Otonom Pemerintah ? Kalau BUMN pasti akan terkait dengan untung-rugi. Membeli gabah basah, jelas bukan tindakan yang menguntungkan.
Di sisi lain, Perum Bulog sebagai BUMN juga memiliki fungsi sosial. Apakah dengan membeli gabah apa adanya, bisa disebut Perum Bulog tengah menjalankan peran sosialnya sekaligus menutup mata akan peran bisnisnya ? Inilah dilema sebuah BUMN yang membuat banyak BUMN merugi. Bahkan banyak juga Direksi nya yang berakhir di Hotel Pordeo.
Namun begotu, sekalipun Perum Bulog cukup kesulitan untuk ‘menolak’ aturan yang ditetapkan Pemerintah, seperti misalnya untuk tetap menggunakan persyaratan kadar air dan kadar hampa dalam menyerap gabah hasil panen petani, tentu akan lebih keren lagi, jika Perum Bulog tetap membeli gabah petani dengan gabah berkualitas, bukan gabah apa adanya.
Ke depan, sebelum menyerap gabah, Perum Bulog perlu mengingatkan petani agar mengeringkan dahulu gabah yang dipanennya, sebelum dijual kepada Perum Bulog. Penyuluhan semacam ini perlu disampaikan kepada petani, sehingga petani akan memahami bahwa menjual gabah basah itu akan menimbulkam masalah dalam proses penyimpanannya nanti.
Proses edukasi atau penyuluhan kepada petani menjadi sangat penting. Perum Bulog sudah waktunya bersinergi dan berkolaborasi dengan para Penyuluh Pertanian di lapangan. Kita percaya kalau kemitraan ini berjalan dengan baik, para petani akan mengeringkan gabah hasil panenya dahulu, sebelum menjualnya ke Perum Bulog. Mestinya memang begitu!
***
Judul: Tip Bagi Perum Bulog : Stop Menyerap Gabah Basah
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi