MajmusSunda News, Kolom OPINI, Jawa Barat, Senin (16/06/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Seputar Dunia Pergabahan!” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Gabah kering panen (GKP) adalah gabah yang telah dipanen dan dikeringkan hingga kadar airnya mencapai tingkat tertentu, biasanya sekitar 14% atau kurang. Gabah kering panen siap untuk disimpan atau dijual kepada pedagang atau penggilingan padi. Gabah kering panen memiliki beberapa kelebihan, seperti dapat disimpan lebih lama.

Gabah kering panen dapat disimpan lebih lama tanpa mengalami kerusakan atau penurunan kualitas. Kemudian, mudah diangkut. Gabah kering panen lebih mudah diangkut dan ditangani karena kadar airnya yang rendah. Danv kualitas lebih baik. Gabah kering panen memiliki kualitas yang lebih baik karena kadar airnya yang rendah, sehingga dapat menghasilkan beras yang lebih berkualitas.
Atas pengertian ini, gabah kering panen merupakan tahap penting dalam proses produksi padi dan memiliki peran penting dalam menentukan kualitas dan kuantitas beras yang dihasilkan.
Lalu, apa yang disebut dengan gabah basah ? Seperti yang diketahui, gabah basah adalah gabah yang baru dipanen dan masih memiliki kadar air yang tinggi, biasanya sekitar 20-30% atau lebih. Gabah basah belum dikeringkan dan masih memerlukan proses pengeringan untuk mengurangi kadar airnya dan membuatnya siap untuk disimpan atau dijual.
Gabah basah memiliki beberapa karakteristik, seperti kadar air tinggi. Gabah basah memiliki kadar air yang tinggi, sehingga lebih rentan terhadap kerusakan dan penurunan kualitas. Lalu, perlu pengeringan. Gabah basah perlu dikeringkan untuk mengurangi kadar airnya dan membuatnya siap untuk disimpan atau dijual. Dan memiliki risiko kerusakan. Gabah basah lebih rentan terhadap kerusakan karena kadar airnya yang tinggi, sehingga perlu ditangani dengan hati-hati untuk menghindari kerusakan.
Seperti yang digambarkan diatas, gabah basah memerlukan proses pengeringan yang tepat untuk mengurangi kadar airnya dan membuatnya siap untuk digunakan atau dijual.
Gabah basah bukanlah suatu problem baru. Sudah sejak lama petani merasakan bila panen padi berbarengan dengan musim penghujan, pasti gabah nya akan basah. Untuk mengeringkan hasil panen nya, petani sangat menggantungkan diri pada kehadiran sinar matahari guna menjemur gabah hasil panen nya. Sekali nya tidak ada matahari, maka wajar bila gabah nya basah.
Di mata petani, gabah basah benar-benar menjadi masalah. Bila gabah kering panen (GKP) tidak mampu mencapai kadar air 14 %, pasti harga jual nya tidak akan sesuai dengan standar harga yang telah ditetapkan dalam aturan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Harga gabah akan semakin turun seirama dengan semakin tinggi nya kadar air.
Dihadapkan pada kondisi yang demikian, sebetul nya negara harus hadir di tengah-tengah kehidupan petani. Pemerintah tidak boleh berdiam diri. Pemerintah segera harus turun tangan. Para pengambil kebijakan yang memiliki kewenangan untuk menangani paska panen, sudah sepatut nya berpikir keras dan mencari terobosan cerdas guna melahirkan solusi terbaik nya.
Gabah basah adalah bentuk ketidak-mampuan petani dalam meningkatkan kualitas gabah hasil panenan nya untuk memperoleh harga jual yang sesuai dengan ketentuan HPP. Petani sendiri tidak ingin gabah nya basah. Petani juga benci bila gabah nya tidak mampu memenuhi kadar air 14 %. Petani tahu persis jika ingin memperoleh harga yang sesuai HPP, maka gabah nya harus kering.
Itu sebab nya sudah sejak lama petani meminta kepada Pemerintah, jika akan memberi bantuan, sebaik nya jangan traktor melulu, tapi sudah waktu nya pula diberikan peralatan paska panen seperti alat pengering. Aneh nya ternyata Pemerintah lebih senang memberi bantuan alsintan yang sifat nya untuk meningkatkan produksi, padahal yang dibutuhkan petani adalah alsintan untuk penanganan paska panen.
Jadi, bila Pemerintah ingin disebut hadir di tengah-tengah kesulitan petani sekaligus menunjukan keberpihakan nya, maka solusi cerdas nya, petani perlu dibantu dengan alat pengering gabah. Petani pasti akan berterima-kasih bila di saat panen raya sekarang Pemerintah turun ke petani sambil membawa alat pengering dan tidak lagi membagi-bagikan traktor.
Mesti nya para petani tidak perlu risau, karena dalam panen raya sekarang, Pemerintah telah memberi jaminan bakal membeli gabah hasil petani. Presiden Jokowi juga telah menegaskan komitmen nya. Dari pada membeli beras dari produksi petani luar negeri, lebih baik membeli beras yang dihasilkan oleh petani dalam negeri. Hal ini sejalan dengan slogan yang dibewarakan Presiden Jokowi “cintai produk dalam negeri dan benci produk luar negeri”.
Itu di satu sisi. Di sisi yang lain, apakah kemauan politik (political will) Pemerintah yang akan membeli gabah petani dengan harga di atas HPP itu akan benar-benar dilakukan Penerintah lewat tindakan politik (political action) nya di lapangan ? Hal inilah yang perlu dijadikan bahan pencermatan bersama.
Jangan-jangan apa yang dikemukakan Presiden Jokowi tersebut hanya sekedar basa-basi untuk menyenangkan hati rakyat semata. Dalam bahasa medsos nya sama dengan hoax. Kita berharap bukan itu yang terjadi. Kuta percaya Pemerintah tidak akan menodai komitmen publik nya hanya sekedar untuk memelihara rezim kekuasaan nya.
Pertanyaan turunan nya adalah sampai sejauh mana janji nya Presiden Jokowi untuk membeli gabah petani akan dapat terwujud ? Lalu bagaimana kaitan nya dengan gabah basah yang membuat harga gabah menjadi anjlok karena tidak sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. Harga sesuai HPP itu jika kadar air nya maksimal 14 %. Jadi, bisa dibayangkan bagaimana harga jual gabah bila kadar air nya masih 19 % ?
Perum Bulog selaku operator yang ditugaskan Pemerintah untuk membeli gabah petani, tentu harus berpikir dua kali, kalau Bulog harus membeli gabah dalam kondisi basah. Perum Bulog, tentu memiliki perhitungan sendiri terkait dengan kebijakan pengadaan dalam negeri nya. Bulog hari ini jelas berbeda dengan Bulog pada masa Orde Baru. Sebagai BUMN Perum Bulog dituntut untuk untung. Perum Bulog tidak boleh rugi.
Persoalan kritis nya bagaimana menerapkan sebuah kebijakan yang mampu memberi kepuasan yang sama, baik untuk Pemerintah mau pun petani. Pemerintah, tentu perlu menjaga komitmen nya akan membeli gabah petani, namun petani pun jangan sampai dirugikan karena kualitas gabah nya yang buruk. Suasana ini ibarat buah simalakama. Untuk eksekusi nya pun butuh pertimbangan yang matang.
Petani tetap harus dilindungi dan dimartabatkan. Petani tidak boleh dimarginalkan. Kita berkewajiban untuk membebaskan petani dari keprihatinan. Anjlok nya harga gabah di tingkat petani yang diakibatkan oleh kualitas yang tidak memenuhi standar Harga Pembelian Pemerintah (HPP), menuntut kepada semua pihak untuk mencari solusi cerdas nya.
Salah satu nya, segera petani diberi teknologi pengering gabah. Dengan alat ini, kita berharap agar gabah basah petani dapat tertolong. Setidak nya kadar air mampu mendekati angka 14 %. Inilah pengalaman penting yang dapat dipetik, manakala panen raya berlangsung di tengah-tengah cuaca ekstrim. BMKG sendiri sudah mengingatkan kita semua. Sejak beberapa bulan lalu, kita diminta untuk mewaspadai nya. Gabah basah, memang akan menjadi masalah serius di saat panen raya berlangsung.
Kini akar masalah nya sudah tergambarkan. Tuntutan petani agar Pemerintah hadir di tengah-tengah keprihatinan mereka, bukanlah hanya sebuah aspirasi. Dibalik itu, pasti ada harapan lain dari para petani. Mereka boleh jadi mendambakan ada nya kecintaan nyata Pemerintah dalam mensikapi gabah basah milik nya petani. Mungkinkah Pemerintah akan membeli nya dengan harga HPP ?
***
Judul: Seputar Dunia Pergabahan!
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi