MajmusSunda News, Kolom OPINI, Jawa Barat, Jum’at (20/06/2025) – Artikel dalam Kolom OPINI berjudul “Posisi “Offtaker” dalam Tata Niaga Gabah” ini ditulis oleh: Ir. Entang Sastraatmadja, Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat dan Anggota Forum Dewan Pakar Pertanian dan Pembangunan Pedesaan, Majelis Musyawarah Sunda (MMS).
Offtaker adalah pihak yang setuju untuk membeli produk atau jasa dari produsen atau pemasok dalam jumlah tertentu dan dengan harga yang telah disepakati. Offtaker dapat berupa perusahaan, pemerintah, atau lembaga lainnya yang memiliki kebutuhan akan produk atau jasa tersebut.

Dalam konteks pertanian, offtaker dapat berupa perusahaan yang membeli hasil panen dari petani atau kelompok tani. Perjanjian offtaker dapat membantu petani meningkatkan pendapatan dan mengurangi risiko pasar, karena mereka telah memiliki pembeli yang pasti untuk produk mereka.
Offtaker juga dapat membantu meningkatkan kualitas produk, karena mereka dapat mensyaratkan standar kualitas tertentu kepada petani atau produsen. Selain itu, offtaker dapat membantu meningkatkan akses pasar bagi petani atau produsen, karena mereka telah memiliki jaringan distribusi dan pemasaran yang luas.
Dalam beberapa kasus, offtaker juga dapat membantu petani atau produsen meningkatkan kapasitas produksi dan meningkatkan efisiensi operasional, karena mereka dapat memberikan bantuan teknis dan pendanaan kepada petani atau produsen. Selanjutnya, apa yang dimaksud dengan ofctaker gabah petani ?
Offtaker gabah petani adalah pihak yang membeli gabah langsung dari petani. Offtaker dalam konteks ini berperan sebagai pembeli atau penerima hasil panen gabah dari petani..Dalam konteks pertanian, offtaker gabah petani dapat berupa perusahaan penggilingan padi; perusahaan perdagangan beras atau Pemerintah atau lembaga yang membeli gabah untuk kepentingan publik
Dalam mencermati dunia pergabahan di negeri ini, keberadaan dan peran offtaker gabah petani, sangatlah penting karena mereka membantu memfasilitasi proses jual beli gabah antara petani dan pasar. Mestinya, dengan adanya offtaker, petani dapat menjual hasil panennya dengan harga yang lebih baik dan lebih stabil.
Menyambut pelaksanaan panen raya, kehadiran offtaker gabah petani, benar-benar sangat dimintakan. Pemerintah sendiri telah menugaskan Perum Bulog untuk dapat menyerap gabah petani dengan jumlah setara tiga juta ton beras. Untung, dalam perkembangan nya, Pemerintah telah membagi target 3 juta ton setara beras itu kepada Pengusaha Penggilingan Padi dan Perum Bulog.
Sebagaimana telah disepakati dan “diatur” oleh Menteri Pertanian, dari target 3 juta ton setara beras diatas, Pengusaha Penggilingan Padi yang tergabung dalam Perpadi ditugaskan menyerap gabah sebesar 2,1 juta ton dan Perum Bulog sebesar 0,9 juta ton setara beras. Kebijakan ini, memungkinkan Perum Bulog menjadi lebih mudah untuk mencapai target penyerapan yang ditugaskan.
Sebagai operator pangan, Perum Bulog memikul amanah cukup berat untuk menyerap gabah kering petani (GKP) yang bebas dari ketentuan kadar air dan kadar hampa. Persoalannya, tentu bukan hanya berkaitan dengan kualitas gabah yang dijual petani kepada Perum Bulog, namun yang berkenaan dengan proses penyimpanan gabahnya pun akan menjadi masalah tersendiri dalam pengelolaannya.
Persoalannya menjadi semakin menjelimet ketika panen raya dibarengi dengan kondisi iklim dan cuaca yang tidak berpihak kepada dunia pertanian. Panen padi bersamaan dengan tibanya musim penghujan, jelas bukan hal yang menguntungkan bagi petani. Banyaknya gabah basah yang dijual petani, membutuhkan perlakuan khusus dalam proses penyimpanannya.
Terjadinya panen di musim hujan, tentu saja dapat menyebabkan beberapa masalah panen. Setidaknya ada 7 masalah penting yang butuh penataan lebih dalam lagi. Ke 7 problem tersebut adalah pertama, hujan lebat dapat menyebabkan tanaman terendam air, sehingga menyebabkan kerusakan pada tanaman.
Kedua, hujan dapat menyebabkan hasil panen menjadi basah dan rusak, sehingga mengurangi kualitasnya. Ketiga, hujan dapat membuat lapangan menjadi berlumpur, sehingga menyulitkan proses panen. Keempat, hujan dapat menyebabkan hasil panen menjadi berkurang karena tanaman yang rusak atau terendam air.
Kelima, hujan dapat menyebabkan biaya panen menjadi lebih tinggi karena perlu menggunakan peralatan khusus untuk mengatasi kondisi lapangan yang berlumpur. Keenam, hujan dapat menyebabkan hasil panen menjadi sulit dikeringkan, sehingga menyebabkan kerusakan pada hasil panen. Dan ketujuh, hujan dapat menyebabkan peningkatan risiko penyakit tanaman karena kelembaban yang tinggi.
Untuk mengatasi masalah panen di musim hujan, sebenarya petani dapat melakukan beberapa strategi, seperti:
menggunakan varietas tanaman yang tahan terhadap hujan; menggunakan teknik panen yang tepat;; menggunakan peralatan khusus untuk mengatasi kondisi lapangan yang berlumpur;
mengeringkan hasil panen dengan cepat dan efektif dan menggunakan pengawetan hasil panen untuk mencegah kerusakan.
Dihadapkan pada kondisi demikian, offtaker gabah petani, baik itu Perum Bulog, Perpadi atau Bandar/Tengkulak/ Pedagang/Pengusaha lain, tentu telah memiliki langkah untuk mengatasinya. Offtaker gabah ini, pasti akan cukup hati-hati dalam melakukan gabah dari petani, khususnya setelah Pemerintah membebaskan petani dari ketentuan kadar air dan kadar hampa tertentu dalam menjual gabah yang dipanennya.
Persoalan serius yang dihadapi para offtaker gabah ketika panen terjadi saat musim hujan, tentu telah menginspirasi mereka dalam mencarikan jalan keluarnya. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil oleh offtaker gabah petani untuk menjawab masalah panen di musim hujan:
Pertama, mengatur jadwal panen. Artinya, Offtaker dapat mengatur jadwal panen yang tepat untuk menghindari hujan lebat. Kedua, menggunakan peralatan khusus. Dalam hal ini, Offtaker dapat menggunakan peralatan khusus seperti mesin panen yang dapat beroperasi di lapangan yang berlumpur.
Ketiga, mengeringkan gabah. Offtaker dapat mengeringkan gabah dengan cepat dan efektif untuk mencegah kerusakan. Dan keempat, menggunakan gudang penyimpanan. Offtaker dapat menggunakan gudang penyimpanan yang kering dan bersih untuk menyimpan gabah.
Selain itu Offtaker dapat juga mengatur langkah-langkah logistik seperti mengatur transportasi. Offtaker dapat mengatur transportasi yang tepat untuk mengangkut gabah dari lapangan ke gudang penyimpanan. Atau menggunakan wadah yang tepat untuk mengangkut gabah, seperti wadah yang tahan air dan bersih.
***
Judul: Posisi “Offtaker” dalam Tata Niaga Gabah
Penulis: Ir. Entang Sastraatmadja
Editor: Jumari Haryadi